[EMPATPULUH TIGA]
SUNGGUH tak pernah sekalipun Nasya menyukai aura disekitar kampusnya jika matahari sudah terbenam. Tak mengerti kenapa, dirinya selalu memiliki firasat buruk tentang apa yang akan terjadi jika malam sudah datang.
Pernah sekali waktu, Nasya pulang pada tengah malam dan ditengah perjalanan dari ruang rapat menuju parkiran kampusnya, ia dikagetkan oleh kucing hitam yang entah darimana berlari kencang dihadapannya. Lalu ada bayangan hitam yang kadang berhasil Nasya tangkap melalui bola matanya sendiri, bersembunyi dibalik semak-semak dan seakan mengikutinya.
Pengalaman menyeramkan yang enggan dirinya ulangi, sampai akhirnya kejadian itupun terulang lagi.
Dengan posisi dirinya yang terlihat berjalan menyusuri lorong kampus seorang diri, berserta tambahan udara dingin yang menusuk kulitnya, Nasya berhasil kembali menangkap firasat buruk.
Meski sudah mencoba untuk berpikiran positif, tetap saja gelapnya malam mampu meruntuhkan pertahanan dari pemikirannya.
Mencoba untuk menatap lurus ke arah depan, berusaha agar tak terpancing dengan suara langkah kaki yang perlahan tapi pasti dapat ia dengar.
Dengan menguatkan cengkramannya pada tali tasnya, Nasya berusaha mempercepat langkahnya. Berdoa agar dirinya dapat cepat sampai menuju gerbang utama.
Menyesali kebodohannya karna sudah menolak ajakan teman-temannya untuk pulang lima menit lagi, takut kalau Derren akan menunggunya terlalu lama karna kini, waktu sudah menunjukan pukul satu lebih tiga puluh.
Anehnya, ia belum mendapati satupun telfon atau chat dari si tampan berkacamata itu. Hal yang sempat meragukan Nasya atas ucapan cowok itu siang tadi. Memikirkan apa yang akan terjadi dengannya jika Derren melupakan janji untuk menjemputnya.
"Sya?"
Nasya melompat kaget saat sapaan itu tiba-tiba saja datang, dengan mata terpejam dan jantung yang berdegub kencang, gadis itu berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri.
"Sendiri?"
Namun saat ia mulai mengenali suara itu, perlahan tapi pasti gadis itu mencoba untuk membuka matanya. Baru menyadari kalau sosok yang memanggilnya adalah Derren, membuat Nasya dapat bernapas dengan lega.
Sekali lagi, ia terlihat memutar kepalanya, hanya dapat melihat jalanan remang-remang yang kini berada persis di belakangnya.
"Kenapa?""Enggak," bohong gadis itu karna enggan memperpanjang situasi yang belum tentu benar adanya, "Lo udah lama disini?"
Derren sempat melirik jam tangan hitamnya sebelum menjawab, "Dari setengah satu."
"Udah satu jam nungguin gue?!" seru Nasya dengan mulut terbuka lebar, "Ngapain aja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Semenjana (END) / Sudah pindah ke aplikasi DREAME/INNOVEL)
Romantizm[FOLLOW SEBELUM MEMBACA! BIASAKAN HARGAI KARYA ORANG DENGAN MEMBERIKAN DUKUNGAN KEPADA PENULISNYA] [PLAGIAT AKAN MENDAPATKAN SANKSI, JADI HATI-HATI^^] Renasya Agnalia, mahasiswi semester 4 jurusan Fashion Design yang memiliki hobi: ✔️Merokok ✔️Clubb...