[LIMA PULUH]
"HALO, Ma?"
Dengan ditemani rintikan hujan yang saat ini tengah membasahi bumi, Nasya sesekali menyentuh kaca pembatas di dalam balkon apartmentnya. Sedang satu tangan lainnya ia pergunakan untuk menempelkan benda pipih itu ke telinga.
"Iya, Nasya baik-baik aja. Kuliah juga baik, Mama gimana? Eyang sehat jugakan?"
Dalam hampa, gadis itu terlihat menampilkan senyumnya saat suara Namala—Eyang putrinya, terdengar menyambut hangat dirinya dari dalam telfon. Menggantikan Mamanya untuk menyapa.
"Iya, akhir pekan Nasya kesana. Tolong titip jagain Mama ya, Eyang."
Bukan lagi menjadi suatu hal yang mengejutkan jika Eyang putrinya memiliki fisik yang jauh lebih gagah dari Nindya—anaknya. Jadi, jangankan Nando, bodyguards yang mengenakan seragam serba hitampun pasti akan lari jika sudah terkena omelan dari Namala.
"Yaudah, Nasya pergi dulu ya, Ma. Mau ada acara di kampus. Titip salam buat Eyang. Bye, Ma."
Setelah itu, panggilanpun berakhir. Kalau boleh jujur, ia sepertinya masih belum sanggup menghadapi siapapun saat ini. Tidak mudah bagi Nasya untuk melupakan kejadian tiga hari lalu.
Tepatnya saat ia memilih kabur dari rumah sakit sehabis jatuh pingsan di dalam sebuah club malam, Nasya berjalan dengan langkah gontai menuju jalanan ramai. Mencoba mencari taksi ditengah hujan deras, berniat pergi menuju makam Dilla yang sempat disinggung oleh Kristina dan Mezy.
Dengan wajah pucat pasi dan baju rumah sakit yang melekat ditubuhnya, Nasya berjalan tanpa alas kaki menuju gundukan tanah dengan dihiasi papan bertuliskan 'Radilla Magalenta', sahabat bermanik abu yang memiliki wajah hampir sama dengannya. Bahkan banyak dari teman-temannya dulu yang menganggap kalau dirinya dan Dilla kembar.
Terlihat menangis sejadi-jadi karna ternyata ia kembali dipertemukan oleh kenyataan menyakitkan. Nampak merutuki kebodohannya atas ketidaktahuannya selama ini mengenai nasib dari 'korban'nya itu.
Dan setiap mengingat bagaimana Dilla bersikap kepadanya selama ini, hantaman rasa pusing dikepalanya selalu terasa begitu kuat. Bahkan sampai saat ini, setelah tiga hari berlalu dengan posisi dirinya yang tak pernah menginjakan kaki dari dalam apartmentnya ini, seringkali bayangan atas senyum manis Dilla hinggap.
Mengabaikan setiap pesan dan telfon yang masuk ke dalam ponselnya, apalagi jika notifikasi itu datang dari arah Derren. Sibuk mempertanyakan mengenai penyebab dari hilangnya Nasya secara tiba-tiba.
Tanpa pamit tentunya, bahkan beberapa kali Nasya dapat mendengar bell berbunyi. Dan keyakinan gadis itu, jatuh kepada kehadiran Derren.
Dengan menghembuskan napasnya susah payah, Nasya berusaha menenangkan dirinya sendiri dari kejamnya kenyataan. Jangan tanya sudah berapa kali ia berniat untuk menyerah, karna pemikiran akan mengakhiri hidupnyapun, sudah berkali-kali terlintas di benaknya.
TING!
Sekali lagi, sebuah notifikasi tanda datangnya pesan, menghantui keheningan Nasya. Yang segera gadis itu respon dengan sebuah lirikan, membaca pesan singkat yang datang dari arah Derren dengan hati tercubit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semenjana (END) / Sudah pindah ke aplikasi DREAME/INNOVEL)
Romance[FOLLOW SEBELUM MEMBACA! BIASAKAN HARGAI KARYA ORANG DENGAN MEMBERIKAN DUKUNGAN KEPADA PENULISNYA] [PLAGIAT AKAN MENDAPATKAN SANKSI, JADI HATI-HATI^^] Renasya Agnalia, mahasiswi semester 4 jurusan Fashion Design yang memiliki hobi: ✔️Merokok ✔️Clubb...