Chapter 1

71K 1.9K 15
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

>> Happy Reading <<

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

>> Happy Reading <<

Luna POV

Di Story cafe ini lah tempatku bekerja, mengumpulkan pundi-pundi rupiah yang dulu bagiku tak seberapa dan tak sesulit ini mendapatkannya. Jika aku butuh uang berapa pun tinggal minta pada Ayah dan Ayah akan dengan senang hati memberikan uang berapa pun yang aku minta. Namun itu semua berubah.

Ya, berubah 160 derajat karena kepergian mereka tepatnya 6 bulan yang lalu. Ayah, Nenek dan Kakekku meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas.

Sejak saat itu lah hidupku jatuh miskin dan terpaksa harus berjuang sendiri. Aku bahkan diusir oleh Ratna, ibu tiri ku dari rumah peninggalan mendiang Ayahku. Bahkan hingga saat ini Ratna tidak pernah menunjukan batang hidungnya lagi entah sekarang dia berada dimana. Tapi yang pasti dari berita terakhir yang aku tahu dia pindah keluar kota dan menjual seluruh aset milik Ayahku yang berada di Jakarta.

Aku dulu hidup berkecukupan dan serba mewah. Apa pun yang aku inginkan akan dengan mudah aku dapatkan. Berbanding terbalik dengan saat ini.

Pada awalnya aku terpaksa harus hidup mandiri seperti ini. Kerja keras banting tulang demi bisa membiayai kehidupanku sendiri. Lama-kelamaan aku terbiasa meski aku tidak melanjutkan kuliah lagi karena terbentur biaya. Setidaknya aku bisa hidup mandiri tidak bergantung pada orang lain.

Aku bersyukur masih ada yg mau mempekerjakanku yang hanya bermodalkan ijazah SMA. Dan pada jam istirahat seperti inilah aku berkeluh kesah seorang diri, memikirkan nasib hidupku sambil menikmati makan siang ku di ruang istirahat.

Aku selalu seperti ini meratapi hidup malangku. Sepahit apa pun hidupku, tidak boleh ku tunjukkan kesedihan dan kelemahanku pada orang lain. Cukup aku, Tuhan dan sahabatku, Mario yang tahu.

Pura-pura bahagia juga butuh tenaga, pikirku sambil menghabiskan bekal makan siang ku.

***

Mario Maurer, sahabat terbaikku. Aku bersahabat dengannya pada saat usiaku kurang lebih 6 tahun. Kami bersahabat hingga saat ini. Dia selalu ada disaat aku membutuhkannya. Saat senang mau pun susah seperti kehidupanku saat ini.

My Beautiful Laluna [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang