Y&N 11

121 9 0
                                    

" Nan...Nan.... Woi Yunan!"

Yunan menutup telinganya yang terasa pengang oleh teriakan Yunan yang begitu kencang. Dia menoleh dan mengerjap beberapa kali. Cowok itu mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Melamun. Itu yang tadi Yunan lakukan dan tidak biasanya Yunan begitu, baginya melamun terllu membuang waktu dengan percuma. Dan lamunanya itu tentu sangat aneh namun terasa begitu nyata. Bahkan pelukan itu masih terasa sampai sekarang. Sebenarnya apa yang sedang dipikirkannya?

"Ditanya malah bengong. Tadi juga ngelamun. Aneh Lo. Kesambet setan mana sih? Apa Lo perlu gue sembur dulu?"

Yunan menyugar rambutnya ke belakang. Dia berbalik ke arah Nanda hingga mereka saling berhadapan. Yunan mensejajarkan wajah mereka. Nanda reflek memundurkan kepalanya meski sudah mentok karena membentur pintu mobil.

Nanda menahan sebelah bahu Yunan dengan tangannya. " Ngapain Lo deket-deket gue?"

Yunan berdecak. " Tangan gue mau buka pintu tapi Lo malah mundur, makin ngehalangan tau nggak sih?"

" Upsss." Nanda menyingkir dan melihat tangan Yunan yang sudah siap membuka pintu mobil. " Gue kira Lo mau nyium gue. Hehehe....."

" Pede jangan ketinggian." Yunan masuk ke dalam mobil dan kangsung menyalakan mesinnya.

" Eh tunggu dong, gue ikut." Nanda segera masuk ke mobil. " Tapi btw, Lo sampai bengong kayak tadi apa karena pertanyaan gue itu terlalu susah untuk Lo jawab?"

***

" Gimana? Berhasil?"

Mendengar itu makin membuat bibir Nanda mengerucut. Ditambah lagi melihat tampang Yunan yang seolah penuh kemenangan. Cowok itu bersandar dengan santainya di pintu sambil menunggu Nanda yang tengah berjalan lesu ke arahnya.

Beberapa jam yang lalu, Nanda datang ke rumahnya dengan maksud untuk membujuk Yunan agar bisa membantunya membujuk papa dan bang Tirta agar mengizinkannya untuk pergi ke pesta Luna sendirian. Tapi Yunan justru men-challenge Nanda, supaya cewek itu berani bilang sendiri kepada abang dan papanya. Jika tidak mendapat izin, maka nanti Nanda harus datang bersama Yunan dan menolak ajakan Arga untuk berangkat bersama.

Nanda akhirnya mau tidak mau menerima tantangan Yunan. Waktu sudah semakin mepet. Acara di mulai malam nanti jam 8 dan Arga pun sudah beberapa kali menayakan keputusan Nanda lewat chat. Nanda makin dibuat bingung. Dia ingin datang kesana bersama Arga. Kalaupun Yunan tidak ikut itu tidak jadi masalah bagi Nanda, toh Arga juga siap menjemput dan mengantarnya pulang.

" Huftt...Lo udah tau jawabannya."
Nanda mendorong Yunan agar menyingkir dari pintu kemudian dia masuk begitu saja.

" Woi! Ini rumah gue."

Nanda tak peduli meski dia sadar akan hal itu. Di menghempaskan tubuhnya ke sofa dengan kepala yang menengadah. Metanya memejam beberapa detik dan batu terbuka lagi ketika Yunan sudah duduk disampingnya.

" Gue heran kenapa papa sama bang Tirta bisa segitu percayanya sama lo. Tapi kenapa mereka nggak pernah percaya sama gue, yang udah jelas statusnya. Anak dan adiknya sendiri." Nanda terus memukulkan kepalan tangannya ke sofa. Menyalurkan semua rasa kesal atas penolakan yang dia dapatkan tadi.

" Nda, memberikan kepercayaan kepada seseorang itu nggak mudah. Mungkin mereka bukan nggak percaya sama Lo. Mereka cuma terlalu khawatir aja sama Lo." Yunan mencoba memberi pengertian kepada Nanda.

" Tapi nan, gue itu juga pengen bebas kayak yang lain. Gue capek di kawal terus. Kalau nggak sama Lo, ya sama bang Tirta tapi ya paling seringnya sama Lo."

" Mungkin emang cara mereka buat nunjukin rasa sayangnya ke elo begitu. Dengan ngejaga elo dan mempercayakan Lo sama orang yang tepat."

Nanda kembali mendengus sebal. Masih teringat jelas di memorinya bagaimana tadi dia sudah mencoba bicara baik-baik tapi tetap tidak dituruti. Kalau papa sih masih mending, berbicara dengan nada yang lembut sambil mengelus rambut panjang Nanda. Tapi berbeda cerita dengan bang Tirta.

B N B (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang