Y&N 38

37 4 7
                                    

" jangan lupa sama janji Lo."

Nanda memutar bola matanya malas. Entah sudah berapa kali Tirta selalu mengingatkannya akan janji yang sebenarnya tidak pernah Nanda iyakan. Tirta yang membuat janji Tirta juga yang mengklaim bahwa diamnya Nanda adalah sebuah persetujuan. Bukan janji yang rumit memang. Tirta hanya ingin Nanda membujuk papa supaya mau memberikan uang jajan tambahan untuk bulan ini saja. Katanya Tirta sedang ingin membeli sebuah sepatu baru.

" Iya, nanti malam Nanda bilang ke papa. Udah ah, Nanda masuk dulu. Kuliah, jangan keluyuran di kampus doang sambil tebar pesona," kata Nanda sambil keluar dari dalam mobil.

" Sialan kamu! Kamu pikir Abang main-main apa sama kuliah Abang apa?"

Nanda tak menoleh untuk melihat ekspresi wajah Tirta. Tapi yang jelas Tirta masih bisa mendengar tawa Nanda. Bersamaan dengan itu Tirta melihat motor Yunan baru saja melewatinya dan masuk ke dalam gerbang. Tirta memperhatikannya cukup lama.  Mungkin sekarang adalah saatnya dia berbicara kepada Yunan.
Tirta keluar dari dalam mobilnya setelah memarkirkan mobil itu sedikit menjauh dari gerbang sekolah. Dia berjalan masuk ke dalam gerbang dan menghampiri Yunan.

" Boleh gue bicara sama Lo?" Tanya Tirta to the point.

Meski sedikit bingung, Yunan yang baru saja melepas helmnya langsung mengangguk dan mengikuti Tirta dari belakang. Mereka lalu sama-sama bersandar pada mobil Tirta dengan pandangan yang tertuju pada aktivitas pagi hari di sekolah.

" Langsung aja, gue mau ngomong sama Lo soal Nanda," ujar Tirta.

" Nanda kenapa?"

" Lo masih marahan sama adik gue?"

Yunan mengangguk. Tapi entahlah ini disebut sedang saling marah atau Nanda yang memang marah kepadanya. " Dia yang emang udah benci gue."

" Jangan salah paham dulu. Temui dia. Ajak dia bicara di waktu yang tepat. Gue yakin di juga kangen sama Lo."

Yunan mengangguk. Di memang sudah lama ingin berbicara kepada Nanda. Menjelaskan semuanya dan meminta maaf.

" Makasih bang, nanti gue coba."

Tirta mengangguk sambil menepuk pundak Yunan. " Gue juga minta maaf sama Lo. Nanda udah cerita semuanya. Dan satu lagi, Lo juga harus balik nge-band sama gue."

Ada senyum tipis yang terukir di bibir Yunan. Dia sennag akhirnya Nanda sudah mau menceritakan sedikit apa yang dia rasa kepada Tirta. Itu sudah lebih baik karena setahunya, Nanda tidak pernah mau bercerita apapun kepada Tirta. Dan Nanda paling hanya bercerita kepadanya saja.

" Bang, apa Nanda juga cerita soal Arga?"

Sebelah alis tirta terangkat. Kemarin Nanda tidak pernah menyinggung nama Arga dalam pembicaraannya.

" Emang kenapa sama Arga?"

" Lo nggak tau bang?" Kini Yunan yang merasa aneh. Dia pikir Tirta sudah tau soal Arga mengingat Nanda adalah orang yang paling tidak bisa menyimpan kesedihannya sendiri. Jika Nanda sedang tidak bisa cerita dengannya atau siapapun harusnya dia cerita dengan tirta, satu-satunya orang yang akan mendengarkannya selain sahabatnya.

Tirta menggeleng. " Emangnya dia kenapa?"

Yunan mengalihkan tatapan. " Sebenarnya gue nggak berhak kasih tau ini karena ini masalah Nanda sendiri. Nanda anggap Arga suka dia tapi ternyata Arga suka Safa. Dan Nanda kecewa banget."

Tirta tersenyum. " Cuma masalah itu, toh."

" Lo nggak marah bang?"

" Itu masalah hati gue nggak mau ikut campur. Kecuali kalau udah main fisik baru gue bertindak."

B N B (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang