#26

224 17 1
                                    

"Kemana Voleta?"

Leo menatap Bobby yang baru saja datang dengan nafas memburu.

"Maksud lo apa?" tanya Leo balik.

"Voleta kemana?" Leo diam tak menjawab.

Bobby gemas, "Gue curiga sama elo."

Leo mencoba menelepon Voleta. Hanya suara balasan dari operator yang bilang kalau nomer ponsel itu tidak aktif.

"Panik nggak lo? Enggak, pasti." Ledek Bobby.

"Dia nggak ada sama gue." sahut Leo.

Keduanya saling melempar tatapan dalam diam.

"Trus kemana? Tadi pagi dia datang sama gue. Tapi dia nggak ikut kelas sampai bel pulang."

Leo benar-benar panik kali ini. Tapi ia masih menahan ekspresi wajahnya agar tidak diledek lagi oleh Bobby.

"Lo ngobrol apa aja sama dia tadi pagi?" tanya Bobby.

"Jangan ikut campur." balas Leo.

"Jelas gue harus ikut campur, karena lo sekarang jadi bajingan."

"Jaga mulut lo, Bob. Gue lagi nggak pengen ribut sama lo."

Bobby tertawa, "Dulu gue benaran dukung Voleta buat langgeng sama elo. Tapi gue kayak temen yang brengsek juga buat dia karena udah nyuruh dia percaya sama lo."

"Kalo lo bosen jalan pakai 2 kaki, bilang aja, Bob. Nggak usah begini."

Bobby lagi-lagi tertawa, "Cari Voleta. Kalo emang elo masih sayang sama dia."

"Dia mutusin gue tadi pagi."

Bobby maju selangkah, "Trus? Nggak lo pertahanin?"

Leo hanya diam. Dan kini Bobby tahu kenapa gadis itu menghilang tak bisa dihubungi.

"Cinta emang bikin orang pintar jadi tolol, setolol tololnya tolol ya." Bobby pergi meninggalkan Leo.

Tinggal pria itu yang kini terlihat panik sambil mencoba menelepon Voleta.

Lagi-lagi hanya notifikasi jika nomer tersebut tidak aktif.

Leo mengerang frustasi sambil menendang kaki meja di depannya.

....


Voleta duduk dengan wajah yang memandang ke luar jendela mobil, menatap pohon-pohon yang seolah juga berlari mengikutinya.

"Mau buka kaca mobilnya? Biar AC-nya gue matiin."

Voleta menggeleng, "Nanti lo yang pilek."

"Sialan lo."

Suara kekehan Voleta membuat suasana yang sejak mobil itu melaju ke arah luar kota hening, kini mulai mencair seiring memasuki kawasan dataran tinggi yang udaranya malah semakin dingin.

"Mau ke tempat yang biasa?"

"Boleh. Mi rebus telor cabe rawitnya bikin kangen." jawab Voleta.

"Gue juga kangen sama orang yang barusan bilang kangen sama indomi rebus telor cabe rawit."

Voleta menatap orang yang tadi berniat untuk mengikuti pelajaran di kelas namun berhasil ia ajak untuk bolos dan berakhir di Puncak.

"Jangan gombal melulu. Basi." Voleta melempar tisu yang sudah terkepal dari tadi ke arah pria yang tengah menyetir mobil.

"Jorok! Itu bekas ingus lo kan?!"

Voleta tertawa sambil mengangguk.

"Baru gue cuci kemarin ini mobil. Jorok banget sih, ambil nggak tisunya?"

"Biarin. Buat kenang-kenangan dari cewek cantik."

"Vo!"

"Gue nggak pernah tahu kapan bisa naik mobil ini lagi soalnya."

"Gue sekarang udah berusaha mengalah sama ego gue sendiri, we just friend now. Jadi lo nggak usah sungkan kalo butuh tempat curhat."

Voleta menatap Wonwoo lalu tersenyum, "Makasih ya."

"Apapun buat lo, bakal gue lakuin."

Bersamaan dengan itu, gerimis mulai turun disusul kabut yang semakin turun.

Wonwoo memelankan laju mobilnya agar Voleta bisa menikmati pemandangan kesukaannya, gerimis dan kabut.

Berharap itu bisa membuatnya lupa dengan apa yang membuatnya menangis.

CUEK ✖ J.LeoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang