DFN 2

2.8K 158 4
                                    

Ara menghembuskan napasnya lega karena akhirnya bisa duduk setelah beberapa jam yang lalu beraksi di depan kamera. Maya, asistennya dengan sigap memberi botol mineral dingin sembari tangannya mulai menggerakkan kipas. Jakarta sedang sangat panas hari ini dan sialnya hari ini Ara harus menjalani syuting iklan di di luar ruangan. Sudah sejak pagi buta syuting ini dimulai dan hingga menjelang makan siang kegiatan ini tidak menunjukkan tanda akan selesai.

"Mbak, mau saya ambilin nasi kotak atau mau beli makan di luar?"

Ara menolehkan wajahnya ke samping dan menatap Maya dengan wajah lelahnya. "Kamu ambilin nasi kotak aja, ya."

Asistennya itu kemudian mengangguk dan tidak berapa lama pergi begitu saja. Tadinya Ara hendak mengambil beberapa teguk air mineral di botolnya namun batal ketika melihat manajernya mendekat. Edo, lelaki yang baru saja menikah beberapa bulan lalu itu berjalan dengan wajah sedikit risih dengan keadaan sekitar yang memang sedikit kurang teratur.

"Ra, habis syuting ini kamu langsung ke butik, ya? Kamu lihat dulu baju yang dipakai besok," ujarnya begitu sampai di depan Ara dan kemudian duduk di kursi kosong yang ada di sebelahnya.

Ara menoleh lantas mengerutkan keningnya sedikit bingung. Setahunya pagi tadi Edo bilang kalau setelah syuting ini selesai ia harus pergi ke salah satu gedung televisi swasta ternama untuk sebuah acara talk show.

"Bukannya Kakak bilang langsung ke talk shownya om Adham Wasim, ya?"

Adham Wasim yang Ara maksud adalah salah satu komedian legendaris Indonesia yang tentunya juga berkualitas. Sulit di zaman sekarang terutama di negeri ini untuk menemukan talenta komedian baru. Dulu pria setengah baya itu sempat curhat padanya pada beberapa kesempatan tentang buruknya dunia komedian di negeri sendiri, untuk itulah sekarang beliau lebih memilih untuk membawakan sebuah acara talk show yang langsung sukses di awal kemunculannya.

"Iya, cuma bentar kok ke butiknya. Ah ya, kamu udah dapet gandengan, kan? Masa harus berangkat sendirian ke ulang tahunnya pak Rahagi. Malu atuh."

Dengusan terdengar dari Ara kala melihat bagaimana Edo menggodanya. Lihat saja besok malam pria itu akan kaget saat melihatnya datang dengan Adit. Sebenarnya sih Ara sadar betul jika media akan berspekulasi yang iya-iya jika datang dengan Adit, tapi ... bodo amatlah, ya. Lagi pula hubungan antara ia dan Adit sebatas teman, dan lagi mana mau Ara punya kekasih yang bisa lihat dunia lain. Iya, kak Adit itu indigo. Entah apa dosanya karena selama ini hidup di kelilingi oleh mereka yang indigo mulai dari; Vidia, Edward, Adit, dan si kecil Rafael.

"Aku udah punya gandengan, tauk. Lihat aja besok pasti Kakak bakal kaget lihat dia."

Edo tampaknya penasaran dengan ucapannya hingga kemudian repot-repot menggeser kursinya lebih dekat lagi. "Siapa? Aktor yang di film kemarin, ya? Atau penyanyi?"

Ara menoleh dengan kepala yang kemudian menggeleng dengan jari telunjuk yang bergerak ke kiri ke kanan. "Nope. Dia non selebriti."

Jawaban yang Ara berikan sepertinya tidak terduga bagi Edo hingga lelaki itu melongo begitu mendengar ucapannya. Memang sih selama ini lelaki yang digosipkan dengannya selalu dari kalangan selebriti.

"Siapa, sih? Kok penasaran, ya?"

"Mbak Ara, ini nasi kotaknya."

Maya mendadak muncul bersamaan dengan nasi kotak yang mendarat di pangkuannya. Wajah Ara langsung berubah cerah melihat kotak putih di pangkuannya. Sejak tadi Ara harus berjuang melawan panas terik yang berimbas pada perutnya yang lebih cepat keroncongan. Jari-jari lentiknya membuka kotak itu tanpa memedulikan bagaimana Edo yang masih menunggu jawabannya.

DEFINISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang