DFN 28

1K 65 0
                                    

Hubungannya dengan Kevin perlahan membaik, dan Zela mensyukuri hal itu. Walau keduanya bukan lagi sepasang kekasih yang hampir menikah tapi mereka masih sahabat yang saling mengerti. Diam-diam Zela bangga pada dirinya sendiri untuk memberanikan diri pergi ke apartemen Kevin untuk meminta maaf walau jelas laki-laki itu tidak tahu apa yang dimaksudnya. Tidak apa, itu semua bakal lebih baik dan lebih mudah ke depannya untuk mereka. Hanya saja kini ia perlu meminta maaf pada satu orang lagi.

Orang itu adalah Ara.

Zela sedang berdiri di sebuah pohon yang cukup besar untuk menunggu kedatangan Ara. Hari itu matahari sudah hampir menghilang dan sedang menunjukkan langit kemerahan yang indah bagai sebuah kanvas yang tengah dilukis. Sebuah senyum tertarik di kedua ujung bibirnya dengan kepala mendongak ke atas, tidak sadar jika beberapa meter di belakangnya sana Ara sedang menatapnya dengan bimbang.

"Ini mengingatkanku pada masa lalu."

Bahu Zela sedikit terguncang kemudian secara reflek menyentakkan tubuhnya ke belakang dan mendapati Ara yang berjalan mendekat ke arahnya. Wanita muda itu masih sama menawannya dengan yang dilihatnya beberapa waktu lalu. Zela tersenyum menatapnya kemudian menyambut kedatangan Ara dengan wajah yang dibuatnya seramah mungkin.

"Kamu benar. Ini seperti masa lalu, tapi jelas keadaannya benar-benar berbeda."

Bersamaan dengan hembusan napas panjang Ara, langkahnya terhenti tepat di samping Zela. Kepalanya mendongak lantas kemudian menyadari pemandangan indah yang masih diwarnai dengan kabut polusi yang menghiasi langit.

"Langitnya cantik," komentarnya yang langsung ditanggapi Zela dengan anggukan.

Selama beberapa saat mereka tidak bertukar kata dan hanya menatap langit yang sedang menyuguhkan pertunjukan alamnya. Keduanya tersenyum walau jelas masih ada beban yang tersimpan di wajah masing-masing karena tentu urusan kedatangan mereka bahkan belum dimulai.

"Aku kira kamu nggak bakal datang."

Ara tersenyum. "Tadinya memang begitu, tapi setelah dipikir lagi kayaknya aku harus datang ke sini. Lagi."

"Untuk alasan yang sama," Zela melanjutkan ucapan Ara.

"Kita bukan lagi gadis berseragam putih abu-abu yang ngerebutin cowok yang sama, Zel."

Kini giliran Zela yang dibuat tersenyum dengan jawaban Ara. Kepalanya yang sedari tadi mendongak ke atas kini beralih ke samping dan menatap aktris di sampingnya. "Aku tahu dengan jelas, karena sekarang cowok itu sudah sepenuhnya milik kamu. Seperti apa yang kamu katakan dulu."

"Aku tahu." Ara menatap tepat ke arah manik mata Zela dan menunjukkan kebimbangan yang dapat terbaca dengan jelas. "Seharusnya aku merasa lega sekarang, tapi kenyataannya nggak seperti itu."

Dahi Zela berkerut mendengarnya. Jelas bingung dengan jawaban yang baru saja Ara lontarkan itu. Setahunya meski sering digosipkan dengan lawan main dan banyak selebriti pria, tidak pernah ada artikel yang benar-benar memberitakan hubungan Ara dengan mereka. Keheranan itu tampaknya terbaca dengan cepat oleh wanita di sampingnya yang kemudian tersenyum lemah ke arahnya.

"Waktu membuat seseorang banyak berubah, Zel. Dan ... aku rasa aku juga begitu."

"Maksudnya? Kamu ... udah nggak cinta lagi sama Kevin?" Seharusnya Zela senang atas kesimpulan yang didapatnya, tapi nyatanya tidak seperti itu. Ada rasa sakit tidak kasat mata yang menyambangi dadanya dan membuat suaranya memelas dan terdengar begitu memohon.

"Aku nggak tahu."

"Ra,  kamu tahu 'kan Kevin benar-benar cinta sama kamu. Harusnya kamu—"

"Aku tahu, Zel. Sangat-sangat tahu." Tubuh Ara yang semula menghadap ke arah matahari yang perlahan mulai menghilang kini sepenuhnya menatap ke arah Zela. Tatapannya semakin lama semakin sendu, membuat Zela secara tidak langsung tahu jika ada kebimbangan yang membuatnya dilema setengah mati.

DEFINISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang