DFN 9

1.5K 86 2
                                    

Gadis berseragam putih abu-abu itu berdiri di salah satu sisi gerbang sekolah dengan gugup. Matanya tidak hentinya berkeliling dan menatap siapa saja yang baru saja melewatinya. Seakan tidak sabar menuggu apa yang akan terjadi sebentar lagi, gadis itu dengan sedikit gugup merapikan anak rambutnya yang sedikit berantakan karena hari sudah beranjak sore.

"Udah lama nunggunya, Ra?"

Jantung gadis itu memompa darah dengan lebih cepat ketika mendengar suara yang lebih berat darinya. Kepalanya secara otomatis mendongak dan langsung tersenyum kikuk—karena gugup pada lelaki di hadapannya yang sekaligus adalah pacarnya.

"Nggak kok, Kak. Aku baru aja sampai sama Vidia."

"Sama Vidia? Terus mana anaknya?"

"Dia barusan dijemput." Ara tanpa sadar membalas dengan cepat hingga membuat Kevin gemas sendiri dan secara reflek mengelus kepala gadis itu.

"Kalau gitu kita masuk mobil."

Tanpa aba-aba Kevin meraih tangan Ara dan menariknya ke suatu arah yang membawa mereka ke tepian jalan di mana ada mobil milik lelaki itu yang terparkir di sana. Ara sudah tampak lebih rileks saat berjalan bersama pacarnya itu walau sebenarnya diam-diam masih ada rasa gugup karena tatapan dari murid lain yang sedang menatap mereka, atau lebih tepatnya pada Kevin sembari menyapa.

Tahun lalu Kevin masih berstatus sebagai siswa di sekolah yang sama dengannya, jadi wajar saja jika beberapa orang sempat menyapanya tadi. Hal yang membuat pacarnya tidak biasa adalah fakta bahwa Kevin adalah salah satu penyanyi terkenal yang memiliki bakat tidak hanya dalam olah suara, memainkan beberapa alat musik, tapi juga dalam hal tari. Sesuatu yang belum banyak ditemui di negerinya karena kebanyakan musisi hanya mampu melakukan olah vokal tanpa menguasai hal yang lainnya.

Tidak sampai lima menit mereka berdua sudah duduk di dalam mobil yang melenggang bersama kendaraan lain di jalan raya. Hari ini Kevin kebetulan tidak sedang sibuk melakukan aktivitasnya sebagai Zeron—nama panggungnya—dan sebagai gantinya lelaki itu memilih menghabiskan waktu dengan pacarnya.

"Kita mau ke mana?"

Kevin berpikir sebentar. "Gimana kalau kita ke kafe aja? Kebetulan beberapa hari yang lalu aku diajak Zela ke sana, tempatnya enak banget. Kamu mau, kan?"

Ara sempat tidak fokus dengan pertanyaan Kevin akibat satu nama yang baru saja diucapkannya. Zela, nama seorang gadis yang seumuran dengan Kevin dan merupakan sahabat kekasihnya semenjak kecil. Sebenarnya Ara tidak pernah punya masalah dengan sebuah hubungan persahabatan jika saja gender mereka sama, tapi lain halnya jika gender mereka berbeda. Selalu ada ketakutan tersendiri di dalan diri Ara mengenai gadis bernama Zela, karena sejak awal ia memandangnya sebagai sesuatu yang akan mengancam hubungannya dengan Kevin.

"Ara, kamu mau, kan?"

Bahu Ara berguncang kecil kemudian buru-buru menatap Kevin yang melirik sedikit ke arahnya karena masih sibuk menyetir.

"Iya, aku mau."

Sebuah senyum kemudian muncul di wajahnya diiringi dengan kecepatan mobil yang sedikit meningkat. Kurang dari lima belas menit kemudian keduanya sudah duduk di salah satu meja yang berada di sebuah kafe. Dua sejoli itu mengobrol sembari melemparkan canda yang membuat mereka saling bertukar tawa.

"Gimana tempatnya? Enak, kan?"

Ara yang sedang menyeruput minumannya menatap ke arah Kevin diiringi dengan sedotan yang terlepas dari mulutnya. Kepala gadis itu kemudian mengangguk antusias dengan mata yang sekali lagi menatap ke arah dekorasi kafe di sekitarnya.

"Iya, aku suka tempatnya."

Kevin tersenyum padanya namun tidak berapa lama wajahnya berubah sedikit tegang seakan baru saja mengingat sesuatu. Dugaan Ara terbukti benar karena tidak lama pacarnya itu mengubah posisi duduknya lebih tegak dan bersiap mengatakan sesuatu.

DEFINISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang