DFN 30

1K 54 2
                                    

Bulan sudah menguasai langit menggantikan matahari yang sedang beristirahat dan Ara masih sibuk duduk di teras belakang rumah sambil ditemani secangkir cokelat panas yang mulai mendingin. Asap sudah berhenti mengepul dari dalam gelas sudah sejak lama dan ia sama sekali tidak tertarik untuk segera menjatuhkan dirinya di atas kasur. Mata sesekali terpejam kemudian kembali terbuka untuk melihat taman mini yang dirawat sendiri oleh mama.

Tadi pertemuannya dengan Kevin berlangsung cukup lama hingga mereka sempat makan siang bersama. Setelah itu laki-laki yang sepertinya tidak memiliki jadwal yang cukup menekan di hari itu sempat menawari untuk mengajaknya berkeliling namun segera ia tolak karena takut mama khawatir. Tadi tidak lama setelah ia pergi Kenzie juga pergi karena ada jadwal dan tentu untuk saat ini tidak ada siapapun yang ada di rumah.

"Kak Kevin ... Reno...."

Pandangan Ara berubah menjadi sayu menggambarkan kebimbangan yang terlihat jelas. Beberapa jam lalu Reno seperti biasa meneleponnya dan membicarakan banyak hal yang sialnya masih terasa menarik untuknya dijalani. Ara tertawa getir merasa dirinya seperti wanita pencari perhatian yang sedang didekati oleh dua pria sekaligus. Bedanya satu pria sudah pasti diterima mama dengan senang hati, dan satu lagi sudah pasti tidak.

Rasanya agak aneh, tapi hal itu membuat tidurnya amat tidak tenang. Ara masih bisa bangun di pagi hari namun dengan mata yang masih berat dan jejak hitam di bawah mata yang mengganggu. Akibatnya saat di ruang make up ia tidak berhenti menunjukkan wajah bantalnya hingga membuat Maya yang senantiasa di sampingnya mencebikkan bibir jengkel.

"Mbak Ara tidur jam berapa kemarin? Kan udah dibilang sama kak Edo buat istirahat."

Ara memutuskan tidak peduli dengan apa yang asistennya katakan. Ia punya firasat kuat kalau mereka akan terlibat adu bacot panjang jika Ara menanggapi. Oleh karena itu ia memutuskan untuk meraih ponselnya untuk sekedar mengalihkan perhatian, tapi sebelum benar-benar bisa membuka salah satu media sosial miliknya pesan dari Kenzie lebih dulu menarik perhatiannya.

Kak, gawat! Zeron ngirim bunga ke rumah dan mama langsung murka!

Reaksi pertamanya setelah selesai membaca dan memahami pesan itu secara keseluruhan adalah menahan napas sejenak. Sejenak ada perasaan berbunga yang menghiasi dadanya mengetahui Kevin mengirim bunga ke rumah, namun hal itu langsung menghilang begitu sampai di kalimat 'mama langsung murka'. Entah kenapa Ara punya firasat buruk yang membuatnya enggan untuk pulang ke rumah.

Sepanjang menyelesaikan jadwal syutingnya Ara dibuat gelisah karena pesan Kenzie yang sama sekali tidak dibalasnya. Tentu saja tidak ia balas, memangnya kalaupun membalas pesan itu harus dengan kalimat yang bagaimana? Lagi pula Ara harus menyiapkan mental dan raga untuk menghadapi kemurkaan mama karena akhirnya apa yang ditakutkannya selama ini terjadi juga.

"Ra, kok nggak turun?"

Ara yang sejak tadi memandangi rumahnya dari dalam dalam mobil Van menatap ke depan dan langsung bertemu dengan wajah Edo yang sudah lelah.

"Ada masalah sama mama kamu?"

Ara buru-buru menggeleng karena tidak mungkin menceritakan hal kecil semacam ini pada manajernya. "Nggak ada, Kak. Kalau gitu aku pulang dulu, ya."

Edo mengangguk tetap dengan wajah lelahnya lalu membiarkan Ara menguak pintu mobil dan turun. Setelah sepenuhnya turun dari mobil Ara tidak langsung masuk ke dalam gerbang dan lebih dulu memandangi mobil van perlahan menjauhi rumah hingga hilang di ujung jalan kemudian menatap gerbang dengan tidak siap. Ara meremas pelan tali tas yang ada di genggamannya lantas menyiapkan dirinya sendiri karena malam ini tidak akan ada yang membantunya berargumen. Jadwal Kenzie sedang penuh dan kemungkinan besar anak itu tidak akan pulang sampai besok.

DEFINISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang