DFN 18

1.3K 88 1
                                    


"Idih ... Masa beneran Kak Ara pernah pacaran sama dia?"

Itu adalah komentar pertama setelah adiknya mendengar jawaban dari pertanyaan tentang tatapan Kevin yang tidak biasa padanya. Ara mengernyit bingung dengan reaksi adiknya. Kenapa Kenzie justru terkesan jijik dengan cerita singkatnya barusan?

"Ceritaku tadi kurang jelas, ya?" tanya Ara dengan kepala yang menoleh ke samping. Tepat pada adiknya yang sedang menyetir mobil.

"Jelas. Jelas banget malah, tapi ... kok bisa-bisanya sih Kak Ara pacaran sama itu orang? Tapi nggak apa-apa, sekarang dia itu cuman mantan dan bentar lagi mau kawin. Otomatis dia nggak bakal jadi kakak ipar aku. Benar, kan?"

Ara memandang datar adiknya itu ketika mengetahui apa yang sedang dikhawatirkannya. Mendadak ia jadi penasaran bagaimana rivalitas di antara dua penyanyi itu. Sepertinya menarik juga jika ia ajukan sebagai bahan film atau sinetron bergenre komedi.

"Memangnya kenapa kalau seandainya dia jadi kakak ipar kamu?" Iseng, Ara akhirnya bertanya dengan memasang wajah penasaran.

Mobilnya yang dikendarai Kenzie sudah masuk ke pelataran rumah dan berhenti tepat di depan garasi. Setelah memastikan mesin mobil mati Kenzie menatapnya dengan pandangan tajam. Lewat tatapan itu Ara jadi tahu kalau Kenzie benar-benar menganggap Kevin sebagai rival yang harus dikalahkan dari sisi manapun.

"Aku nggak tahu gimana kalau seandainya dia jadi kakak ipar aku, tapi aku nggak mau bayangin. Nggak guna juga bayangin tuh penyanyi cemen. Udah, aku masuk duluan."

Ara menganga mendengar penuturan Kenzie barusan. Sesaat kemudian kekagetannya digantikan oleh tawa geli karena tingkah adiknya. Wanita itu jadi membayangkan bagaimana jika ia masih memiliki hubungan dengan Kevin. Ara menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi dengan senyum manis yang merekah di wajahnya, sayangnya senyuman itu tidak bertahan lama karena beberapa detik kemudian ia langsung cemberut.

Kenapa pula ia harus membayangkan hal yang tidak mungkin terjadi?! Lagi pula Ara juga tidak sudi kembali pada pria itu!

Dengan sedikit kesal Ara melepas sabuk pengamannya dan membuka pintu mobil. Sebelum keluar ia membawa serta makanan pesanan mama. Tadi saat di restoran mama sempat mengirimnya pesan dan minta dibelikan makanan. Wanita itu bilang makanan di rumah teman serumpiannya tidak enak dan tidak menggugah selera.

Begitu masuk Ara langsung melangkahkan kakinya menuju dapur. Sesuai perkiraannya mama sudah menunggunya di sana dan tampak langsung berbinar ketika menangkap keberadaannya. Dengan segera wanita paruh baya yang sebenarnya sudah pantas menimang cucu itu berjalan cepat ke arahnya. Mengambilkan makanan yang ditentengnya dan segera membongkarnya.

"Kamu lama banget makan di restorannya. Mama kesepian nih di rumah sendirian."

Ara mendengus pelan lalu berjalan ke arah meja makan tempat mama sedang sibuk memilah makanan yang hendak dimakannya. "Kebalik kali, Ma. Mama tuh yang ada ninggalin aku ngerumpi sampai aku jamuran di rumah."

Mama menatapnya lalu kemudian meringis geli menanggapi ucapannya. Wanita itu kemudian berjalan kembali ke dapur dan sekejap kemudian kembali sambil membawa piring beserta sendok garpu.

"Sini temenin mama makan," ujarnya sembari menarik kursi untuk dirinya sendiri.

"Aku udah makan, Ma."

"Cuma temenin doang, nggak ikut makan juga nggak apa-apa. Mama mau ngomong sesuatu."

Ara mengernyit, entah kenapa merasakan sesuatu yang akan dibicarakan mamanya akan terasa menyebalkan baginya. Tapi tentu Ara tidak bisa menolak dan akhirnya mengambil duduk di seberang mamanya. Berusaha sejauh mungkin dari makanan yang terlihat menggoda di hadapannya. Jauh dalam dirinya Ara terus mensugesti dirinya jika makan terlalu banyak bisa membuat timbangan tubuhnya naik drastis dan itu tidak akan baik untuk kesehatannya.

DEFINISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang