DFN 11

1.5K 85 2
                                    

Syuting sudah terlaksana sejak seminggu lalu dan membuat banyak perubahan. Suasana lokasi syuting yang awalnya sangat canggung kini berubah menjadi lebih akrab. Hal yang sama juga terjadi di antara para pemain yang terlibat di dalam film, termasuk Ara dan Kevin. Keduanya sudah bisa mengatasi kecanggungan masing-masing dan sesekali mengobrol sebagai teman.

"Mbak, tadi ada telepon." Maya mendadak menghampiri Ara saat makan bersama dengan para pemain lain di sebuah meja panjang yang mampu menampung banyak orang.

"Siapa? Kok teleponnya ke kamu?" Ara bertanya begitu karena ponselnya sedang ia pegang sendiri.

Maya menatapnya ragu dan gelisah, tapi beberapa saat kemudian asistennya itu menunduk. "Mas Kenzie baru aja telepon. Katanya dari tadi telepon ke mbak nggak diangkat. Katanya mbak disuruh telepon mas Kenzie. Ada hal penting."

Ara langsung mengerti kenapa Maya bersikap demikian. Di sini tidak ada yang mengetahui hubungan darahnya dengan Kenzie dan itu memang sengaja disembunyikan. Maya langsung pergi begitu saja ketika selesai menyampaikan maksudnya dan duduk kembali di sebuah meja bersama kru yang lain.

"Ada apa, Ra?"

"Nggak ada apa-apa. Aku permisi dulu, ya."

Setelah meminta izin sebentar perempuan itu dengan sopan berdiri dari kursinya dan mencari tempat yang cukup sepi untuk melakukan panggilan pada adiknya itu. Sebenarnya bisa saja Ara mengabaikan Kenzie barang sehari dan meneleponnya saat selesai syuting, tapi perempuan itu tidak pernah bisa mengabaikan keluarganya.

"Akhirnya di telepon juga!" Suara Kenzie terdengar dan tampaknya anak itu sudah menunggu panggilannya sejak tadi.

"Ada apa, sih? Tumben kamu telepon."

"Nggak ada apa-apa sih sebenarnya. Cuma kemungkinan besok aku bakal ke sana buat ngisi sebuah acara. Kata Yang Mulia bos aku disuruh nginap aja di rumah sewaan kakak. Cuma ngasih tahu, biar nggak kaget."

Yang Mulia bos yang Kenzie maksud adalah sebutan anak itu untuk pemimpin perusahaan yang menaungi mereka. Dulu Kenzie pernah beberapa kali ditegur karena hal itu, tapi sayangnya dia tidak pernah jera. Akibatnya sekarang tidak hanya laki-laki itu yang menggunakan panggilan aneh itu, tapi juga beberapa selebriti lain yang sama-sama bernaung di sana.

"Kalau gitu aku bakal suruh Maya ngasih tahu pengurus rumahnya buat beresin beberapa kamar. Ada lagi?"

"Hm ... kayaknya nggak ada, deh."

"Kalau nggak ada apa-apa aku tutup dulu, ya. Aku lagi kumpul sama pemain lain tadi, nggak enak kalau lama-lama."

"Oke deh. Lagi pula aku juga lagi disuruh sama tante Linda."

"Sama mama? Emangnya disuruh apa?"

"Biasa, beliin donat. Udah, ya. Bye."

Panggilan itu kemudian berakhir dengan Kenzie yang mengakhirinya lebih dulu. Jari-jarinya kemudian menari di atas layar. Mengirimkan serentetan kalimat pada asistennya untuk segera menghubungi pengurus rumah. Selesai dengan itu Ara hendak kembali akan tetapi baru saja ia akan melangkah sesuatu membuatnya berhenti. Tidak jauh darinya ada Kevin yang sedang bersandar di salah satu sisi tembok bangunan dan tersenyum padanya. Menyadari kalau Ara menatapnya, pria itu langsung menegakkan punggungnya dan berjalan ke arahnya.

"Kamu nggak mau balik ke sana?" Ara menyapanya setelah pria itu sudah lebih dekat padanya.

"Aku udah selesai makannya. Maaf, tadi aku mau nyamperin kamu karena syuting mau dimulai, tapi tadi nggak sengaja denger pembicaraan kamu."

"Nggak apa-apa, kok. Lagi pula itu bukan sesuatu yang penting. Ya udah, kalau gitu kita bisa pergi sekarang."

Kepala Kevin mengangguk tidak lama setelah mereka berdua kemudian berjalan masuk kembali ke gedung sebuah sekolah menengah. Film yang mereka tengah bintangi ini memang membuat mereka harus memakai lagi seragam abu-abu yang sudah lama keduanya tinggalkan. Menggambarkan sebuah kisah remaja yang berjalan semakin ke depan menuju cinta yang sesungguhnya di masa depan walau banyak masalah menerpa mereka.

DEFINISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang