DFN 37

1.7K 69 0
                                    

Ara berharap semuanya bisa kembali terulang layaknya sebuah stop watch yang hanya perlu satu tekan untuk membuatnya nol kembali. Sayangnya semuanya tidak bisa semudah yang terbayangkan di angan. Ara tahu pada akhirnya akan menyakiti dua hati laki-laki itu karena memilih dirinya sendiri. Ara itu keputusan yang tepat untuk membuatnya mengerti apa definisi cita yang sebenarnya dia inginkan.

Apakah itu mencintai cinta yang sudah ada dan terus membekas tidak peduli seberapa keras pun ia melupakannya?

Atau mencintai seseorang yang baru di mana dia bisa melihat dengan jelas bagaimana masa depannya?

Sekali saja, Ara ingin menjadi orang dengan pikiran yang lurus dan memilih Reno, namun dia terlalu takut jika menyakitinya di masa depan? Bagaimana jika ke depannya dia masih terbayang pada kenangannya bersama Kevin dan berakhir pada hal yang tidak seharusnya? Ara tidak ingin menyakiti Reno dengan cara yang seperti itu. Karenanya Ara memutuskan untuk mundur, bukan hanya pada satu hati namun dua hati yang ada di hadapannya.

"Kenapa belum sampai, Kak? Udah nungguin loh dari tadi."

Ara berbicara pada Kevin yang entah sedang melakukan apa di seberang sana. Tidak seperti saat mengajak Reno bertemu, Ara memutuskan untuk mengajak mantan kekasihnya itu bertemu di ruko terbengkalai yang merupakan saksi bisu berakhirnya hubungan mereka di masa muda. Sudah lima menit dia datang lebih dulu dan Kevin belum juga terlihat.

"Ini Nabil nyetirnya lemot banget. Sorry ya aku harus bawa dia soalnya kalau gitu nggak dibolehin keluar sama kak Fadil."

"Nggak apa-apa, kok. Kalau gitu aku tunggu."

Telepon ditutup tidak lama kemudian dibarengi dengan hembus menyejukkan angin yang menyibak rambutnya. Ara menutup matanya sebentar menikmati hembusan itu lantas memfokuskan pikirannya untuk apa yang sudah dipersiapkan.

Ya, keputusannya memang sudah tepat.

Apa yang dikatakan Kevin memang benar. Tidak lama laki-laki itu datang dengan langkah terburu-buru tanpa mobil. Kemungkinan Kevin menyuruh asistennya untuk menunggu di suatu tempat supaya mereka punya cukup privasi. Sesuatu yang bagus karena tadinya Ara sempat memikirkan bagaimana menyampaikan maksudnya saat ada Nabil di antara mereka.

"Kamu udah nunggu lama?" tanya Kevin saat langkahnya hampir sampai di tempatnya berdiri.

Ara langsung menggeleng. "Lumayan, tapi nggak apa-apa."

Kevin tersenyum mendengar jawabannya lantas duduk di bagian depan mobil bersamanya. Cuaca hari ini sedang cukup cerah dengan angin yang sesekali berhembus. Sangat menyenangkan terutama di tempat yang teduh semacam ini.

"Jadi ada apa? Nggak biasanya kamu ngajakin ketemu duluan."

"Ng ... sebenarnya aku mau ngomong sesuatu sama kak Kevin."

Diam-diam Ara merutuk sendiri melihat bagaimana lidahnya yang mendadak kelu di saat seperti ini. Dan entah apa yang sedang terjadi dengan otak dan hatinya sehingga keduanya kompak membuatnya teringat momen putus mereka di tempat ini. Dada Ara seketika dipenuhi oleh sesak tak kasat mata yang membuat matanya terasa panas.

"Mau ngomong apa?" Dari suara Kevin tampaknya tampaknya tidak menyadari  suaranya yang mulai bergetar.

"Soal hubungan kita."

Pandangan laki-laki itu yang semula menatap ke depan beralih padanya. "Hubungan kita?"

Ara mendongakkan kepalanya sekilas untuk mencegah dorongan dari dalam matanya. Menghembuskan napasnya untuk melegakan dadanya dan mulai bicara. Namun sebelum bisa membuka mulutnya Kevin lebih dulu bicara dengan senyum yang menghiasi bibirnya.

DEFINISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang