DFN 17

1.3K 87 0
                                    

Kevin berjalan melintasi lobi apartemen menuju sebuah lift yang berada tidak jauh dari sana. Setelah selesai dari restoran tadi manajernya sempat mengajaknya untuk bermain game di rumahnya karena kebetulan besok ia tidak ada jadwal sama sekali. Biasanya Kevin akan langsung menerima tawaran itu tanpa pikir panjang dan menuju rumah manajernya itu dengan suka cita, tapi sekarang dia sama sekali tidak berselera.

Kevin langsung masuk ke dalam lift setelah pintu terbuka dan menekan lantai tempat tinggalnya. Bersamaan dengan itu ada seorang pria yang juga menyusul dirinya. Ia sama sekali tidak memedulikan keberadaan orang asing itu dan menyandarkan punggungnya ke dinding lift. Mata terpejam, memikirkan betapa menyebalkannya hari ini. Semoga saja besok cukup untuk membuat suasana hatinya menjadi lebih hingga lusa Kevin bisa tampil di depan kamera dengan sempurna.

"Kevin?"

Dahi Kevin mengernyit mendengar satu-satunya penghuni lift selain dirinya memanggil namanya. Memang sih tidak aneh seseorang memanggil namanya meskipun itu bukan nama panggungnya, tapi tetap saja itu aneh ketika ia berada di area apartemennya. Orang-orang di sini tidak pernah sekalipun bertingkah histeris ketika bertemu dirinya, karena paling banter mereka hanya menatap kagum dan tersenyum padanya. Biasanya hal itu akan dilakukan oleh seorang gadis muda, bukannya seorang pria asing berjas di sampingnya.

Kevin membuka mata dan semakin dibuat mengerutkan dahinya. Reflek  menegakkan punggung dan mensejajarkan dirinya dengan orang di sebelahnya.

"Adit?" balasnya dengan perasaan tidak nyaman. Masih terbayang di benaknya bagaimana ia menemukan postingan tentang Adit dan Ara.

"Lo tinggal di sini?" Adit di luar dugaan memulai percakapan dengan antusias. Kevin rasa pria yang dulunya berkaca mata itu tidak menyadari keengganan di wajahnya.

"I ... Iya. Lo juga? Kok gue nggak pernah lihat." Meskipun sedikit malas meladeni Adit tapi ada salah satu dari bagian dirinya yang penasaran dengan keberadaan teman SMA-nya itu si sini.

"Gue baru aja pindah ke sini. Kayaknya ... kita juga tetanggaan deh," balas Adit mengacu pada lantai yang sama-sama mereka tuju.

Kevin tertawa membalasnya, terkesan canggung tapi sepertinya Adit masih tidak menyadarinya. Pria jangkung itu tersenyum menatapnya seolah mereka dulu adalah teman yang sangat dekat. Ia dan Adit dulu sempat berkenalan lewat Ara dan beberapa kali hangout bersama.

Tapi ... ngomong-ngomong soal Ara, ia jadi kepikiran untuk bertanya sesuatu. Hitung-hitung dengan menanyakan tentang kebenaran gosip yang beredar bisa membuat sedikit keresahannya berkurang. Ya ... semoga saja, tapi bagaimana caranya?

"Lo udah makan belum?"

Kevin tersentak dari lamunan sesaatnya dan kembali menengok ke samping. "Emangnya ... kenapa?"

"Gue kebetulan belum makan tadi karena habis lembur, kalau mau gue mau masak buat kita berdua sambil ngobrol. Itung-itung juga buat reuni."

Kevin tersenyum dalam hati. Baru saja ia akan berpikir keras bagaimana caranya agar bisa mengobrol lebih lama dengan Adit. Ternyata Tuhan berbaik hati memberikan kemudahan yang sangat Kevin syukuri di saat seperti ini.

***

Hal yang mengejutkan lain selain mengetahui jika Adit tinggal di gedung apartemen yang sama dengannya adalah ternyata apartemen temannya itu persis ada di depannya. Sesuatu yang entah harus Kevin syukuri atau rutuki untuk saat ini. Adit baru saja menyelesaikan kegiatannya di dapur dan melepas celemeknya yang berwarna hitam lalu membawa dua piring ke meja makan. Kevin yang sedari tadi mengawasi kegiatan temannya itu ikut melakukan hal yang sama.

"Lo udah lama tinggal di sini?" Adit memulai pembicaraan mereka sebelum berhasil menyendok suapan pertama.

Kevin mendongakkan kepala dan sedikit tersenyum, mencoba untuk mencairkan suasana. "Udah lumayan lama. Dua tahunan mungkin."

DEFINISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang