DFN 19

1.2K 83 2
                                    


Tanpa alasan yang jelas Ara merasa panas dingin sendiri ketika mobil yang dikemudikan oleh mama berhenti di pelataran sebuah restoran ternama. Ia memandang restoran itu takut-takut lalu menoleh ke arah wanita paruh baya itu. Apa yang didapatkan Ara sungguh sangat tidak sesuai harapan karena mama justru hanya tersenyum dan mengisyaratkan padanya untuk segera keluar dari mobil dengan mata.

"Ma, gimana kalau ketemunya besok—"

"Nggak ada besok-besok. Reno itu dokter dan jadwalnya sibuk. Lagi pula ini cuma makan siang bareng plus ngobrol aja. Sana masuk."

Bibir Ara langsung mengerucut, tapi akhirnya menuruti perintah mama untuk segera keluar mobil.

"Kamu masih inget 'kan wajahnya?"

"Iya, Ma," jawabnya dengan agak malas.

"Ya udah sana. Sampaikan salam mama buat calon menantu."

"Nggak akan aku sampaikan, karena dia bukan calon mantu mama." Ara membalas lagi dengan jengkel.

"Ya ... ya ... terserah. Sana masuk."

Dan setelahnya Ara benar-benar keluar dari mobil. Dengan wajah cemberut wanita itu memandang kesal mobil yang menjauh dari area restoran. Kalau begini Ara jadi berharap punya bakat jadi anak badung untuk melawan kemauan mama sekali ini saja.

Dengan langkah yang sengaja dipelankan Ara berjalan masuk ke restoran. Mendadak ia berharap jarak antara tempatnya saat ini dan pintu utama restoran jadi semakin menjauh, tapi pastinya itu tidak akan terjadi. Tapi itu adalah salah satu upayanya agar Ara tidak cepat sampai di meja yang kemungkinan besar sudah ada pria bernama Reno Iskandar di sana.

"Araisha Nuansa?"

Ara membeku ketika ada suara asing yang memanggil namanya dari belakang. Dari pengamatan singkatnya Ara tahu kalau suara barusan adalah milik seorang laki-laki dewasa. Kegugupan wanita mendadak meningkat drastis. Dengan perlahan ia membalik badannya untuk memeriksa.

Semoga saja itu bukan Reno Iskandar.

Dan begitu Ara membalik tubuhnya mulutnya hampir saja menganga melihat keindahan duniawi di hadapannya. Untungnya dengan cepat Ara menemukan kesadarannya dan tidak sampai melakukan itu. Wanita itu tersenyum dengan manis, namun di jauh di dalam dirinya ia sedang berteriak karena melihat ketampanan pria di hadapannya.

"Reno ...  Iskandar?" tanyanya dengan suara yang sengaja dijeda cukup panjang. Ara masih jelas mengingat foto tampan Reno yang mama kirimkan padanya.

"Iya. Baru datang, ya?"

Ara tersenyum membalas, terkesan malu-malu dan canggung. Reno tanpa diduga-duga membalas senyumannya dengan cara yang sangat mempesona. Seketika sebuah tanya terbersit di benak wanita itu. Beneran ini orang dokter? Bukan aktor pendatang baru? Rasanya sangat sayang wajah tampan Reno ini hanya mendekam di dalam ruangan dokter dan ruangan operasi.

"Yuk, masuk."

"Eh, iya." Dengan sedikit malu-malu Ara kemudian berjalan di samping Reno.

Selama hidupnya Ara tidak pernah merasakan kekaguman beruntun seperti yang dialaminya sekarang. Dari masuk restoran hingga duduk di sebuah meja selama hampir lima belas menit ia selalu dibuat meleleh dengan pria di hadapannya.

"Jadi ... gimana kesan pertama kamu tentang aku?" tanya Reno usai ia menceritakan secara singkat tentang kepribadiannya.

"Ganteng," ujarnya begitu saja dengan mata yang masih memandangi Reno kagum.

"Kamu juga cantik."

Menyadari apa yang dikatakannya barusan Ara dengan buru-buru langsung meralatnya. "Eh! Maksud aku tadi kamu itu ... pasti pinter. Ya, pinter."

DEFINISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang