EPILOG

3.2K 121 10
                                    

Australia, tepatnya di Canberra  sudah memasuki musim dingin dan membuat semua orang mau tidak mau memakai pakaian tebal saat beraktifitas di luar ruangan. Ara sedang duduk di salah satu cafe yang tidak cukup ramai. Hanya ada beberapa orang yang kebanyakan muda-mudi bersama pasangan masing-masing. Ara mendengus mengetahui fakta itu karena mengetahui hanya dirinya yang sendirian di sini.

Jennie tadinya berniat untuk menemaninya, namun mendadak ada urusan yang sebenarnya tidak mau Ara mengerti. Terlalu bahaya juga buatnya jika terlalu dalam mengetahui kehidupan wanita itu. Untuk itu Ara memutuskan untuk mengangkat lagi cangkir tehnya dan meminumnya perlahan. Berharap dengan itu suasana hatinya jadi sedikit membaik.

"Ternyata kamu di sini."

Ara melotot mendengar suara yang mendadak masuk ke gendang telinganya dan itu berimbas pada tersumbatnya pernapasan karena tersedak. Sudah begitu lama Ara tidak mendengar seseorang berbicara dalam bahasa ibunya dan mendengarnya setelah sekian lama ternyata berdampak buruk baginya. Dia memang sedang menunggu seseorang namun tidak menyangka jika dia akan datang bertepatan saat dia minum teh.

"Kamu nggak apa-apa?"

Ara mengangguk saat dadanya sudah lebih lega. "Nggak apa-apa, Kak."

Kevin tersenyum dengan manis seperti yang Ara selalu ingat dalam angannya. Ya, seseorang yang memiliki janji dengannya adalah mantan kekasihnya. Seseorang yang berjanji akan menunggunya selama apapun itu dan benar-benar melakukan itu. Ara tidak tahu apa dia harus bersyukur atau justru sebaliknya, tapi hatinya terus-terusan menghangat melihat senyum itu terus muncul di bibirnya.

"Udah nunggu lama?"

"Lumayan lama sampai aku harus dibuat bete karena semua pengunjung di sini pada bawa gandengan."

Kevin terkekeh mendengar itu lantas dia memanggil pelayan dan memesan sesuatu lalu kembali lagi pada Ara.

"Aku dengar Reno bakalan nikah."

Ara mengangguk lantas angannya kembali teringat pada undangan berwarna putih gading yang terletak di meja ruang tamunya.

"Aku tahu. Dia kirim undangan ke aku."

"Nggak datang?"

"Tentu aku akan datang, sama kamu tentunya."

Kevin tersenyum mendengar itu, tangannya lalu merambat naik ke atas meja dan menyelubungi punggung tangannya yang ada di tepian meja. Hati Ara menghangat lantas tanpa bisa dicegah dua ujung bibirnya naik ke atas.

"Ah ya, kemarin Zela telepon katanya udah lahiran. Katanya anaknya cewek."

Kevin mengangguk dengan tanpa mengurangi senyum bahagia di wajahnya. Bahagianya yang karena berbagai hal. Karena Zela menemukan seseorang yang jelas-jelas lebih baik darinya, Reno yang akhirnya akan menikah, dan Ara yang saat ini duduk di hadapannya dengan senyum indah yang jika bisa tidak ingin Kevin lunturkan.

"Kak."

Kevin mengangkat dua alisnya dengan pandangan bertanya. "Hm?"

"Makasih karena udah nunggu aku dan maaf karena ini agak terlalu lama."

Kevin menggelengkan kepalanya tidak setuju. Di awal dirinya memang merasa ini semua tidak adil dan selalu bertanya kenapa Ara melakukan hal yang tidak perlu. Namun berbulan-bulan setelah kepergian gadis itu, Kevin tahu jika Ara hanya ingin sebuah jeda di mana hanya ada dirinya dan pikirannya.

"Nggak ada yang perlu dimaafin atau sesuatu luar biasa yang buat kamu berterimakasih sama aku. Karena jeda itu aku jadi tahu kalau yang aku inginkan benar-benar kamu."

SELESAI

Thanks buat yang ngikutin cerita ini dari awal sampai selesai dan makasih juga buat yang vote.

DEFINISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang