DFN 24

1.2K 78 4
                                    


Pagi menjelang siang Ara sudah dibuat jantungan dengan keberadaan mobil Kevin di depan pagar rumahnya. Untungnya sejak pagi buta Ara mendadak punya inisiatif berolahraga di halaman depan rumah hingga bisa langsung menyuruh Kevin menunggu di tempat lain. Bisa gawat jika mama tahu ada pria lain yang menemuinya selain Reno.

"Ra, mau ke mana?"

Suara mama menggema di telinga saat Ara berjalan melewati ruang tengah. Walau sedang fokus pada kain yang sedang disulam, wanita itu ternyata masih bisa merasakan keadaan sekitar. Ara yang sudah memakai pakaian rapi hendak bepergian memutar kakinya mendekat ke arah mama dan mencium pipinya saat sudah dekat.

"Mau ke mana?" ulangnya.

"Keluar sama teman."

Mama menghentikan aktivitas menyulamnya. "Siapa? Vidia?"

"Bukan, Ma. Aku pergi dulu—"

"Bukan Vidia? Terus siapa? Jennie? Memang dia ada di Indonesia?"

Entah kenapa Ara merasa kalau mama kali ini terlalu berlebihan. Dia bersikap seolah ia adalah gadis SMA yang rentan terpengaruh dunia luar.

"Bukan, Ma. Aku mau keluar sama teman artis. Boleh, kan?"

"Oh ... teman artis. Ya udah boleh, tapi hati-hati."

Ara tersenyum mendengar nasihat mama. Sudah biasa ia mendengar hal itu ketika akan bertemu dengan rekan sesama selebriti. Mama memang pernah melarangnya masuk ke industri ini karena takut jika Ara akan terpapar hal buruk. Untungnya dulu ia melakukan perlawanan hingga bisa meyakinkan wanita itu.

"Udah nunggu lama?" tanya Ara saat sudah masuk di dalam mobil Kevin yang parkir di lahan kosong tidak jauh dari rumahnya.

"Nunggu lama pun nggak masalah selama yang aku tunggu itu kamu."

Tangan Ara yang tadinya bergerak memasang sabuk pengaman seketika berhenti. Matanya menatap ke arah Kevin dengan tidak suka. "Kita mau ke mana?" Ara memutuskan untuk tidak peduli dengan rayuan Kevin.

"Nggak jauh." Kevin menjawab singkat lantas kemudian melajukan mobilnya keluar area perumahan.

Mobil mereka mulai bergabung dengan kendaraan lain di jalan besar dan suasana di dalam mobil sungguh tidak sebanding dengan apa yang terjadi di luar. Untungnya apa yang Kevin tadi ucapkan benar karena tidak lama kemudian mobilnya berhenti di sebuah deretan bangunan kosong bekas pertokoan yang sudah banyak ditumbuhi tanaman rambat dan entah kenapa terasa tidak asing.

"Kita ngapain ke sini?"

Pertanyaan Ara sama sekali tidak mendapat jawaban karena Kevin dengan begitu saja keluar dari mobil. Wanita itu sempat merasa was-was takut ada orang lain yang menyadari keberadaan mereka. Namun setelah beberapa saat menyadari jika tempat ini begitu sepi Ara akhirnya memberanikan diri untuk melangkah keluar mobil.

Kevin melangkah menuju depan mobil dan berakhir duduk di bagian depan mobil. Ara mengikutinya tidak lama kemudian hingga akhirnya melakukan hal yang sama. Suasana hening sejenak karena pria di sebelahnya sibuk memandangi keadaan sekitar yang begitu sepi dan sejuk. Melihat tempat ini rasanya sangat sayang jika dibiarkan terbengkalai. Tempat ini bisa saja menjadi pertokoan yang ramai jika dikelola dengan baik.

"Masih nggak ingat sama tempat ini?"

Ara mengerutkan dahinya. "Memangnya aku pernah ke sini?"

"Bukan cuma kamu, tapi aku juga pernah ke sini. Kita pernah ke sini sekali bareng-bareng."

Ara tidak menjawab pernyataan Kevin dan memilih mengedarkan pandangannya ke sekitar. Berusaha menggali memorinya dan mengingat-ingat apakah benar mereka berdua pernah ke sini bersama. Akan tetapi seberapa keras pun Ara berusaha ia tetap tidak menemukan memori itu di otaknya.

DEFINISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang