1. Tuntutan Guntara Adhiguna

689 68 6
                                    

Kebanyakan orang tua selalu menuntut pendidikan tinggi untuk anak anak mereka. Sebenarnya, harusnya mereka tidak menuntut tapi mencoba memberi motivasi dan pengertian dan biarkan mereka mempertimbangkan.
...

"Bunda, Dimas nggak bisa Bahasa Inggris! Ngapain sih pake ke Harvard segala. S2 Teknik Komputer mah di UI juga bagus kok.."

Dimas cemberut, merengek pada kedua orangtuanya yang rencananya akan mengirimnya studi di Amerika untuk S2. Memang masih lama tapi sudah direncanakan matang-matang, lagipula masih banyak yang harus dipersiapkan agar memenuhi kualifikasi dan diawal tahun kedua adalah waktu yang tepat, karenanya orangtua Adimas sesegera mungkin memberitahu putranya agar bersiap diri.

"Kan sudah janji sama ayah, kalau mau nurutin ayah setelah ayah ijinin kamu masuk fakultas teknik.."

"Tapi yahh.. Amerika jauh banget! Mana aku gak bisa Bahasa Inggris! Kan tahu dari dulu aku harus privat kalau udah yang namanya Bahasa Inggris. Dimas masuk teknik itu karena gaada mata kuliah Bahasa Inggris didalemnya!"

"Pokoknya ayah bakal tetep kirim kamu ke Amerika!"

"Ayaahh apa sih.. Bundaaaa gak maaauu.."

Dimas menarik-narik lengan bundanya dengan merengek manja seperti balita yang tidak mau minum obat. Gemas sekali bunda Wida punya anak seperti Adimas ini, melihatnya sebenarnya kasihan tapi mau bagaimana lagi. Guntara itu sudah menahan-nahan diri dari awal putra tunggalnya menolak dengan tegas dikirim ke Singapura, niatnya agar kuliah disana ditempat Radhi dulu menghabiskan masa masa perkuliahannya sampai S2. Dia merengek sampai sakit tiga hari karena mogok makan demi di ijinkan masuk fakultas teknik. Akhirnya ia di ijinkan dengan syarat harus di UGM.

Pusing Guntara punya anak satu kok ya suka ngeyel. Suka semaunya sendiri. Ia menyesal dulu suka membantah orangtuanya, sepertinya ini salah satu bentuk balasannya.

"Bunda gak bisa bantu nak.. bilang sendiri sama ayah.." Ucap Wida.

"Ayah mana mau dengerin aku.. ayah kan jahat.."

Menekuk bibirnya kesal, ia memalingkan wajahnya dari sang bunda.

Bunda menghela napas panjang. Aduh peningnya punya anak macam ini, salahnya sendiri sih yang terlewat memanjakan anak tunggalnya. Semua berawal dari dua puluh lima tahun yang lalu. Dua tahun menikah Widara dan Guntara tidak kunjung dikaruniai seorang buah hati, mereka berkonsultasi ke dokter kandungan dan menjalani terapi sampai ditahun ketiga terapi membuahkan hasil, Widara akhirnya mengandung. Sampai Sembilan bulan, seorang bayi laki-laki lahir ke dunia namun karena kehendak Tuhan bayi yang masih berusia 6 bulan tiba tiba meninggal dunia, dokter menyatakan bahwa bayi enam bulan itu terkena syndrom bayi meninggal mendadak atau SIDS (Sudden Infant Death Syndrome).

Cobaan dalam kehidupan pernikahan mereka tak berhenti sampai disitu, satu tahun setelahnya Widara kembali mengandung namun kehendak ilahi memang tidak dapat dipungkiri, ia keguguran setelah tiga bulan. Kandungannya dinyatakan melemah dan harus kembali bersabar. Hingga pada akhirnya lahirlah seorang Adimas Setya Adhiguna ditahun ke tujuh pernikahan mereka.

Bayi merah yang gempal, lucu dan sehat. Seorang bayi yang terus tumbuh menjadi anak yang sehat dan membuat kedua orangtuanya bersyukur atas karunia sang maha pencipta. Adimas adalah penghapus segala lara, hingga tanpa sadar mereka membesarkannya penuh cinta dan kasih yang berlebih, tak tega bahkan hanya untuk menolak sekecil apapun keinginan putra tunggal mereka.

Tak ayal jika Adimas tumbuh menjadi anak lelaki yang sangat manja. Keluarganya terpandang, cukup untuk membuat segala kebutuhannya terpenuhi secara finansial, kedua orangtua penyayang yang selalu mengabulkan keinginannya. Sampai ketika kedua orangtuanya menyadari kalau mereka sedikit berlebihan dalam hal itu. Keputusan mengirim Adimas berkuliah di luar negeri sebenarnya hanya sebuah cara untuk memandirikan putranya.

{✔️Complete} NEURONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang