18. Bapak?

262 39 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Love is hard to find, hard to keep, and hard to forget

Alisya Speer


...

Tolong ajarkan Dimas bernapas dengan baik, tiba-tiba saja ada yang menyendat didalam sana membuatnya sulit hanya untuk menghirup dan mengeluarkan udara.

Apalagi sekarang ini ia juga mulai pegal karena duduk terlalu tegap dengan tegang di teras depan kosan Sipa yang di design seperti gazebo terpisah dari bangunan rumah dan terdapat kursi-kursi berplitur apik. Tempat tamu laki-laki singgah jika bertamu ke kosan Sipa.

Awalnya suasana tidak semencekam ini, saat Sipa belum pamit kedalam untuk mengambilkan minuman dan saat ibu kos Sipa belum pulang kerumahnya sendiri yang letaknya bersebelahan dengan rumah kos.

Aduh, pinggang Dimas mulai pegal tapi Sipa tidak juga kembali membuatnya sulit duduk nyaman diantara dua lelaki lainnya yang sejak tadi tidak membuka suara sama sekali. Kalau yang satunya yang lebih muda dan Dimas tidak tahu dia siapa karena sejak tadi belum mengenalkan diri, dia sih cuma diam sambil sesekali melihat ponsel. Tapi bapaknya Sipa ituloh.

Lelaki paruh baya yang sebagian rambutnya sudah memutih itu memandangnya dengan tajam, seolah ia baru saja melakukan kesalahan. Dimas jadi kikuk, padahal awalnya biasa saja. Ia tidak canggung bahkan masih bisa tersenyum walau terpaksa karena dalam hati masih merasa syok.

"Nama kamu siapa tadi?"

Aduh. Suaranya saja sangat berat dan tajam, mirip dengan tatapan matanya.

"Di-Dimas Pak eh Om.."

Ayah Sipa itu mendengus, seolah tidak puas dengan jawaban Dimas.

"Pekerjaan kamu apa?"

Pertanyaan klasik, khas bapak-bapak yang menginterogasi pacar anak perempuannya ya ini nih. Ringan tapi berat.

"Masih kuliah om.."

"S2? Apa S3?"

"Eh? Anu Semester 5 akhir om, masih S1..."

"HAH?"

Dan ayah Sipa luar biasa terkejut, sampai sampai ia memijit pertengahan keningnya. Dan Dimas makin merasa kalau ia salah bicara.

"Kamu sadar kan anak saya itu sudah hampir 25?"

"Emm iya tahu kok om.."

Dan dengusan kasar selanjutnya terdengar. Membuat Dimas diam diam mengepalkan tangannya yang tersembunyi dibawah meja. Untung meja disini cukup tinggi untuk menyembunyikannya.

"Maaf lama, Sipa tuh nggak punya persediaan teh sama gula jadi ini minta mbak tetangga kamar.."

Khas Sipa sekali, dihadapan orang yang disuguhi juga jujur sekali.

{✔️Complete} NEURONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang