Fany menatap jam tangannya dengan dahi berkerut. Lima menit lagi jam dua belas. Lihat saja jika si Rafa sombong itu berani terlambat. Fany akan memarahinya habis-habisan!
Pria itu sudah membuatnya batal pergi ngopi cantik siang hari yang indah ini, awas saja jika dia terlambat karena pergi makan siang dulu sedangkan Fany belum makan sama sekali karena bingung melihat berbagai berkas yang kini berserakan di depannya.
"Ah, sialan! Gue dibohongin nih!" seru Fany lalu menelungkupkan kepalanya.
Sebuah ketukan di pintu membuat Fany mengangkat sedikit kepalanya lalu berteriak, "Masuk!!"
Kedua mata Fany langsung memicing menatap Rafa yang hari ini mengenakan kemeja hitam juga. "Lo telat dua menit!" seru Fany. "Pasti lo pergi makan siang dulu kan? Lo tahu, gue sampai belum makan nungguin lo!" cecar Fany.
"Sepertinya kamu tidak terlalu lapar karena tenaga kamu masih banyak untuk marah-marah," kata Rafa begitu berdiri di depan meja Fany.
"Apa nih?" tanya Fany begitu melihat bungkusan makanan cepat saji di depannya.
"Makan siang untuk kamu," jawab Rafa lalu menghempaskan diri di kursi. Wajah Fany segera berseri-seri bahagia setelah melihat makanan di depannya. "Sebenarnya gue nggak biasa makan makanan cepat saji-"
"Waktu kamu lima belas menit untuk makan setelah itu saya ajari kamu," potong Rafa.
"Hah?"
"Saya harus kembali ke rumah sakit pukul dua siang. Kalau kamu lama makannya-"
"Iya gue tau!" seru Fany lalu mulai memakan burgernya dengan wajah masam.
Sambil Fany menghabisi burgernya, Rafa memilih mengambil berkas-berkas di hadapan Fany dan menelitinya satu per satu. "Kamu kan pernah kuliah bisnis kenapa baca laporan seperti ini nggak bisa?"
"Pertama, gue udah selesai kuliah hampir dua tahun yang lalu. Kedua, gue nggak sepintar kakak gue atau lo."
Rafa tertawa mengejek mendengarnya. "Kalau saya jadi kamu, saya lebih memilih lanjut kuliah daripada menjalankan perusahaan di saat kemampuan saya masih belum cukup," kata Rafa menohok Fany.
"Gue punya alasan kenapa gue harus stay di Indonesia," balas Fany. Rafa mengendikkan bahunya. "Semoga saja alasan kamu itu masuk akal."
Sambil makan, ponsel Fany berdering memunculkan nama Sisca. Langsung saja ia mengangkatnya dan berjalan sedikit menjauhi Rafa agar pria itu tidak mendengar pembicaraan mereka. Tanpa Fany sadari, tatapan Rafa terus mengikutinya dan menatapnya dari atas sampai bawah.
Begitu panggilan telepon selesai, Fany berbalik dan mendapati Rafa sedang menatapnya dengan pandangan yang sulit ia artikan. "Pakaian kamu. Menurut kamu, itu layak dipakai di kantor?"
Fany menatap blazer putihnya beserta dalaman berwarna nude berpotongan rendah yang ia padukan dengan rok putih pendek. Menurutnya, penampilannya saat ini sangat fashionable dan tidak ada yang salah. "Menurut gue sih, iya. Memangnya ada yang salah?"
Rafa menghembuskan napasnya kasar. "Penampilan kamu hari ini memang menarik."
"Thankyou.." balas Fany riang.
"Menarik perhatian para pria mesum hidung belang maksud saya," balas Rafa kejam. Ia tersenyum miring lalu menggelengkan kepalanya. "Atau kamu memang suka diperhatikan oleh para pria seperti mereka?" Rafa berdiri dan berjalan mendekati Fany yang terlihat mulai marah mendengar perkataannya barusan. "Dengan kata lain, kamu suka mempertontonkan tubuh kamu-"
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LITTLE ****L [Complete]
RomanceBagi tuan putri seperti Stefany Aurelia Wibowo, hanya ada dua hal yang tidak bisa bisa ia dapatkan di dunia ini. Pertama, izin dari keluarga untuk tinggal di Indonesia sendiri. Kedua, seorang bartender pemilik club malam bernama Naufal Putra. Demi...