PART 20

30.5K 2.4K 123
                                    

"Ini seriusan?" tanya Fany ketika mobil Rafa berhenti di sebuah gerobak martabak yang terlihat ramai. "Rafa, lo serius nih cuma minta di traktir martabak?" tanya Fany lagi ketika Rafa masih fokus memarkir mobilnya. Beruntung hujan sudah berhenti jadi Rafa tidak perlu basah kuyup untuk pergi memesan.

"Kamu kan lagi jatuh miskin jadi saya minta traktir yang murah saja. Takut nanti kamu nggak bisa bayar dan ujung-ujungnya uang saya juga yang keluar." Rafa memasang tatapan gelinya, sedangkan Fany sudah mendelik sebal.

"Ntar kalo gue gajian lagi, lo gue traktir di tempat mahal! Sejuta per kepala malahan!" seru Fany lalu mendorong tubuh Rafa. "Cepetan sana pesan!"

"Kamu mau juga?" tanya Rafa sebelum keluar dari mobil. "Gue nyicip aja."

"Yang rasa apa?"

"Coklat keju."

Begitu Fany menyebutkan pilihannya, Rafa langsung keluar dari mobil dan pergi memesan martabak. Sebenarnya, sudah lama juga Fany tidak makan martabak. Di Amrik kan nggak ada martabak. Dia bahkan lupa kapan terakhir kali dia makan martabak.

Dari dalam mobil, Fany memperhatikan Rafa yang sedang berusaha mengantri di tengah keramaian pembeli. Lucu juga karena beberapa pembeli perempuan malah terpukau melihat Rafa. Memang sih Rafa hanya memakai kaos dan celana pendek selutut, bukan jas putihnya, tapi dia tetap kelihatan ganteng. Ups! Fany langsung menggelengkan kepalanya. Lebih baik ia main ig daripada terus menatap Rafa.

Beberapa menit kemudian, pintu di samping Fany terbuka. "Mana martabaknya?" tanya Fany.

"Masih dibuat sama mas nya," jawab Rafa. "Katanya Cuma mau nyicip, kok kayaknya pengen banget," goda Rafa lagi. Fany hanya merengut kesal. Tiba-tiba ia teringat sesuatu.

"Eh, Fa. Bisa nggak kalo lo operasi gue nonton? Nggak masuk ke dalam, dari luar kaca juga gak papa."

"Buat apa?"

"Temen-temen gue minta foto lo pas lagi operasi."

Rafa menghembuskan napas kesal. "Kalau lagi operasi itu harus fokus. Nggak boleh foto-foto."

"Ish.. pelit amat sih. Lagian gue cuman foto lo bentar doang. Nggak bakalan ganggu juga."

Rafa diam selama beberapa saat. Ia memilih menatap lurus ke depan daripada membalas ucapan Fany. Namun, Fany rupanya tidak akan berhenti. Sepertinya foto Rafa akan diberi imbalan besar oleh sahabat-sahabat si Fany.

"Fa.. minta foto. Boleh ya.." bujuk Fany lagi.

"Saya sudah jarang melakukan operasi. Kamu nggak bakalan bisa dapat foto saya dalam waktu dekat," jawab Rafa akhirnya. Tubuh Fany segera menatap Rafa. "Loh kok bisa?! Lo nggak lagi sakit kan? Tangan lo nggak kenapa-kenapa kan?"

Rafa tertawa singkat mendengarnya. Kedua tangannya terangkat dan menangkup pipi Fany. Kedua matanya menatap lurus ke dalam manik mata Fany, setelah itu, kedua ibu jarinya mengelus pipi Fany. "See, kedua tangan saya masih baik-baik saja."

"Terus kenapa lo udah jarang operasi?" tanya Fany tanpa mengenyahkan kedua tangan Rafa. Jujur saja, dia merasa nyaman dengan perlakuan Rafa yang lembut seperti ini.

Rafa menarik kedua tangannya, tubuhnya ia sandarkan sambil kepalanya menengadah ke atas. "Ayah saya alasannya."

"Kenapa sama Om Herman?"

"Dia mau saya meneruskan perusahaan. Menjadi pebisnis. Bukan dokter." Rafa menekankan kata terakhirnya. Seperti tekanan yang ia rasakan selama ini.

MY LITTLE ****L [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang