Rafa lupa kapan terakhir kali dia bertatapan dengan pria berambut acak-acakan dan mata hitam di depannya ini. Bahkan, Rafa tidak ingin memutar otaknya kembali untuk mengingatnya ini. Tidak penting!
"Ayo pulang!" perintah ini dikatakan untuk Fany, tetapi mata Rafa menatap pria yang sedang menggenggam jemari Fany.
"Rafa, bentar-"
"Pulang!" Rafa langsung menarik pergelangan Fany, membuat jemari mereka berdua terlepas. Tentu saja tatapan Naufal masih terkunci pada Rafa.
"Aku bisa nganter Fany pulang kalau dia belum mau pulang sekarang." Naufal maju mendekati Rafa, tapi Rafa malah mundur selangkah menarik Fany.
"Dia tanggungjawab saya. Bukan kamu." Tatapan Rafa beralih pada Fany. "Ayo pulang. Ini sudah lebih dari perjanjian kita." Tatapan Rafa beralih menatap Naufal dari ujung kepala hingga kakinya. "Selamat ulang tahun. Semoga pikiranmu semakin dewasa."
Naufal membuka mulut untuk membalas, tapi ia memilih untuk mengatupkannya lagi dan membiarkan Rafa menarik Fany pergi. Lagi pula dia tidak bisa menahan seorang Rafael Mick Evans.
***
Fany mengusap pergelangan tangannya begitu Rafa masuk ke sisi pengemudi dan menjalankan mobil. Sambil mengusap tangannya, Fany mengingat kembali tentang interaksi antara Rafa dan Naufal tadi.
Fany menatap Rafa. Ia ingin bertanya, tapi ia takut jika salah bertanya. Lagi pula, ia tidak yakin Rafa akan menjawab pertanyaannya. Sekali lagi ia menatap Rafa, lalu akhirnya ia memilih memalingkan wajahnya ke depan.
"Mau tanya apa?" tanya Rafa tanpa menatap Fany. Dia bukan orang bodoh yang tidak bisa melihat tanda tanya besar di atas kepala Fany setelah pertemuannya dengan Naufal tadi.
"Apa hubungan lo sama Naufal? Kalian saling kenal?"
Rafa memelankan laju mobilnya dan menatap Fany dengan sebelah alis terangkat. "Bukan urusan kamu!" jawab Rafa dengan sanyum miringnya. Sengaja, dia ingin membalas Fany.
"Ish! Lo kok nyebelin?!"
"Impas, kan? Tadi sore kamu juga jawabnya kayak gitu. Keselkan? Sama. Saya juga."
Fany bersedekap. "Tau ah! Bete gue bicara sama lo!" Fany memalingkan wajahnya menatap jendela mobil. "Palingan hubungan kalian cuman saingan bisnis biasa."
"Bisa kamu cek kalau perusahaan ayah saya pernah bekerja sama dengan restoran milik pujaan hati kamu itu."
Fany berpaling menatap Rafa. "Lo kalau nggak mau bilang, jangan bikin orang tambah penasaran dong!"
Rafa tertawa singkat. Sesuatu yang jarang terjadi, hingga wajah Fany langsung melongo tidak jelas. "Lo.." Tangan Fany perlahan terangkat, menunjuk Rafa. "Bisa ketawa?"
Tawa Rafa langsung mereda. Ia menatap Fany sekilas. "Terima kasih."
"Buat?"
"Tawanya."
"Oh.." Fany menurunkan tangannya. Sebuah pertanyaan muncul dalam Fany. Tapi, Rafa pasti tidak mau menjawabnya. "Kenapa lo jarang ketawa sih?" tanya Fany. Hanya sekedar bertanya.
Kalau Rafa tidak mau menjawab juga tidak apa-apa.
"Karena saya sudah pernah mengalami kesedihan yang begitu meyedihkan hingga untuk tertawa pun terasa begitu sulit," jawab Rafa. Ia memelankan laju mobilnya saat otaknya memutar memori menyakitkan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LITTLE ****L [Complete]
RomansaBagi tuan putri seperti Stefany Aurelia Wibowo, hanya ada dua hal yang tidak bisa bisa ia dapatkan di dunia ini. Pertama, izin dari keluarga untuk tinggal di Indonesia sendiri. Kedua, seorang bartender pemilik club malam bernama Naufal Putra. Demi...