PART 19

30.9K 2.4K 138
                                    

"Ayo, makan malam," panggil Rafa dari pintu kamar Fany setelah semua teman-teman Fany pulang. Lebih tepatnya diusir Rafa pulang.

"Ish! Gue masih bete sama lo!" seru Fany sambil berbalik memunggungi Rafa. Mau tidak mau, Rafa harus masuk ke dalam kamar Fany untuk membujuk gadis itu.

"Kamu tahu sendiri teman-teman kamu itu nggak baik. Mereka cuma berteman sama kamu karena kamu kaya." Rafa duduk perlahan diatas tempat tidur Fany.

"Tapi lo gak boleh main ngusir kayak gitu aja. Mereka tuh teman gue satu-satunya."

Rafa menghembuskan napas untuk lebih memperpanjang rasa sabarnya. "Lagi pula, kalian pikir saya barang yang bisa kalian miliki dan tukar sana sini." Nada suara Rafa masih lembut. Coba saja kalau dulu, pasti nada suaranya sudah naik beberapa oktaf.

Fany diam. Dia memilih untuk tidak menjawab. Teman-temannya memang meminta Fany untuk menjodohkan mereka dengan Rafa tadi. Tentu saja degan iming-iming barang.

"Kalau saya terlambat datang, pasti kamu sudah tergiur dengan tawaran tas hermes itu kan? Saya tahu kamu lagi suka tas itu."

Dengan kesal, Fany duduk dan menatap Rafa. "Salah lo juga! Kenapa lo pake pamer-pamer badan tadi. Kalo lo gak pamer badan, mereka nggak bakalan sebuas itu!" seru Fany dengan nada suara yang keras. "Harusnya lo sadar badan lo kayak apa. Pake acara sok muncul bawain kue lagi. Bilang aja lo sengaja mau pamer badan atletis remas-able itu!"

Sebuah senyum muncul di bibir Rafa dengan sebelah alis terangkat, membuat Fany sadar kalau dia sudah keceplosan. "Makasih karena sudah memuji tubuh saya," kata Rafa sambil mengusap puncak kepala Fany.

"Nggak ih! Geer lo!" seru Fany lalu bergerak mundur.

"Saya nggak tahu kalau kue itu untuk teman-teman-"

"Kan udah gue bilang di WA, Rafaaa!"

"Ponsel saya di dalam kamar. Dan saya ke dapur itu dari ruang gym Nggak ke kamar dulu," jelas Rafa. Fany langsung menepeuk jidatnya. Seharusnya dia menelpon Rafa tadi. Tapi sudahlah. Sudah terjadi. Kini teman-temannya sudah tahu kalau dia tinggal bersama Rafael Mick Evans. "Ugh! Lo sih! Awas ya kalau setelah ini mereka sering-sering ke sini."

"Yah diusir aja. Susah amat," balas Rafa lalu meraih menggenggam tangan Fany dan menariknya turun ke ruang makan. "Yah nggak bisa gitu dong." Sambil berjalan Fany terus menatap tautan tangan mereka berdua. Mengapa jantungnya bisa berdebar-debar seperti ini?

"Bisa lah. Ini rumah saya. Saya berhak mengusir mereka."

"Ish jangan Rafa!"

Sampai di meja makan, Rafa menarik napas dalam lalu menghembuskannya. Ia berbalik lalu memegang kedua pundak Fany. "Terserah kamu. Saya hanya tidak suka dengan sikap mereka yang bisa membawa pengaruh buruk ke kamu." Rafa beralih ke belakang Fany dan mendorong gadis itu pelan ke kursi. "Ayo, sekarang kita makan."

***

"Fa.. Gue mau ke mall beli hadiah buat Naufal," kata Fany sambil menyuapi sesendok nasi ke mulutnya. Sesaat gerakan Rafa terhenti, tetapi setelah itu ia mengangguk. "Ya udah pergi aja."

"Lo temenin gue ya."

Rafa berhenti menyuapi makanannya dan menatap Fany dengan sebelah alis terangkat. "Saya sibuk."

"Lo ada operasi malam ini?"

"Nggak ada."

"Terus lo sibuk apa? Temenin gue ya.." bujuk Fany. Rafa menggeleng. Dia tidak mau jalan-jalan ke mall. Buang-buang waktu saja.

MY LITTLE ****L [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang