Fany menatap kakaknya bingung. "Kak, kenapa sih kakak main muncul di kamar aku segala?"
"Mau mengawasi kamu lah. Begini ya, waktu Mbak kamu telepon kakak, kakak udah tahu bakalan begini endingnya jadi kakak langsung buru-buru pulang," jelas Sam masih bersedekap. Saat ini mereka bertiga sudah duduk di ruang tamu dan disidang oleh Sam.
Rafa masih duduk tenang. Seolah tidak masalah dengan sikap Sam. Sesekali dia tertawa melihat adu mulut di antara kakak beradik itu. Kadang, ia ingin kembali ke masa saat Naufal masih tinggal di rumah.
"Kalau mau ciuman boleh. Tapi kalau udah pacaran. Memangnya kalian udah pacaran?"
"Fany, kamu mau jadi pacar saya?" tanya Rafa spontan. Fany yang sedang duduk sontak terkejut. "Lo kok sembarangan banget sih. Lo kira ini main-main?" Dengan kesal Fany pergi meninggalkan mereka berdua.
"See, dia nggak mau jadi pacar gue," ujar Rafa pada Sam yang menggeleng-gelengkan kepalanya. "Lo tahu kan kalo cara nembaknya salah. Udah tahu Fany kayak gitu, malah sengaja lo buat kesal. Heran gue sama lo berdua."
Rafa tertawa. Ia lalu berdiri dan menepuk pundak Sam. "Tenang saja. Gue nggak akan mengecewakan Fany. Gue akan jaga dia. Sekarang gue balik dulu. Memaksa Fany ketemu gue sekarang nggak akan ada gunanya."
Baru dua langkah berjalan melewati ruang tamu, Markus yang baru saja pulang terkejut melihat kehadiran Rafa. "Wah, dokter Rafael. Senang sekali bisa bertemu lagi," sapanya sambil menepuk pundak Rafa.
"Halo, Om." Rafa menyalami Markus dengan sopan. Mereka hanya dua kali bertemu itu pun karena Rafa mengikuti Ayahnya ke acara bisnis yang dia sudah lupa acara apa.
"Ada urusan apa jauh-jauh ke sini?" tanya Markus.
"Mau ketemu Fany, Om."
"Duduk dulu," Markus mengajak Rafa duduk lagi. Mau tidak mau dia ikut masuk masuk lagi ke dalam dan membuat Sam menatapnya bingung.
"Maksud Om, kamu ada urusan bisnis apa jauh-jauh berangkat ke New York. Nggak mungkin kan cuma ketemu sama si Fany."
"Saya memang hanya ingin bertemu Fany, Om," jawab Rafa. Markus langsung menegakkan duduknya mendengar jawaban Rafa. Ia menatap Sam yang sedang memandangnya remeh. "Iya, Papa udah salah jodoh-jodohin Fany. Dia tuh sukanya sama Rafa. Rafa juga suka sama Fany. Sam bilangin nggak percaya, sih," ujar Sam panjang lebar. "Waktu itu Fany bilang-" Markus tidak melanjutkan ucapannya lagi dan langsung menatap Rafa.
"Kamu beneran sama anak saya Fany?" tanya Markus tidak percaya. Bisa dilihat dari wajahnya yang tampak berbinar bahagia mengetahui kenyataan ini.
"Ehm.." Rafa menatap Sam, tapi yang ditatap hanya mengendikkan bahunya. "Iya Om, saya menyukai anak Om. Tapi saya tidak tahu perasaan Fany."
"Oh, begitu." Markus mengangguk-angguk sambil tersenyum. Mungkin sangat bahagia karena akan memiliki menantu seorang dokter. "Berapa lama kamu di sini?"
"Besok sudah balik, Om."
"Tinggal di mana?"
"Di hotel-"
"Sudah-sudah, kamu pindah ke sini saja. Tidak nyaman di hotel. Nanti kamu sama sopir saya pergi ambil barang-barang kamu." Mendengar perintah ini, Sam sontak berdiri. "Pah, dia ini suka sama Fany loh."
"Iya, Papa tahu."
"Trus dia tinggal di sini?" tanya Sam tidak percaya. Markus menatap Rafa lalu tersenyum. "Papa percaya sama Rafa. Buktinya selama Fany tinggal di rumah mereka tidak terjadi apa-apa." Usai berkata demikian Markus pergi ke kamarnya. Sepeninggal Markus, Sam hanya menatap Rafa dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LITTLE ****L [Complete]
RomanceBagi tuan putri seperti Stefany Aurelia Wibowo, hanya ada dua hal yang tidak bisa bisa ia dapatkan di dunia ini. Pertama, izin dari keluarga untuk tinggal di Indonesia sendiri. Kedua, seorang bartender pemilik club malam bernama Naufal Putra. Demi...