PART 32

29.4K 2.7K 340
                                    

Selain wajah Rafa yang tidak sedingin dulu saat menatap Fany, tidak ada lagi yang berubah dari pria itu. Semuanya masih sama. Mungkin hanya rambutnya yang dipotong lebih rapih. Apakah kepergian Fany tidak memberikan pengaruh apapun pada kehidupan Rafa?

"Ngapain kamu ke sini?" tanya Fany setelah keterdiaman mereka yang sudah beberapa menit.

"Saya mau ketemu kamu," jawab Rafa sambil menatap Fany. "Kalau saya tidak mau ketemu kamu, saya tidak akan berususah payah menyebrangi benua."

"Memangnya gue sepenting itu?"

"Kamu sudah tau perasaan saya ke kamu."

"Kali aja udah berubah."

"Masih sama," bals Rafa datar.

Fany menarik napasnya dalam. "Kalo gitu, kenapa lo nggak hubungin gue selama tiga bulan ini? At least WA kek."

Pandangan Rafa turun ke minumannya. "Maaf, saya hanya berani menatap layar chat kamu dan menunggu kamu online. Saya tidak bisa mengirim pesan sama kamu, karena saya takut saya tidak bisa menahan diri saya untuk menyusul kami ke sini."

Pengakuan Rafa membuat darah Fany berdesir. Jantungnya berdetak kencang dan mungkin wajahnya sudah memerah sekarang. Mengapa kata-kata yang begitu datar itu bisa terdengar begitu romantis saat diucapkan Rafa?

Fany berdeham untuk meredam kegugupannya. "Ya udah, lo pandangin aja layar hape lo sampe badan gue keluar dari layar hape lo."

Rafa tertawa singkat. "Saya tahu itu tidak akan terjadi. Itu sebabnya saya mengejar kamu."

"Setelah tiga bulan?"

"Iya. Maaf. Saya tidak bisa menahan perasaan saya ke kamu. Saya pikir saya bisa melupakan kamu selama kamu pergi. Sayangnya, perasaan ini semakin kuat," kata Rafa sambil menatap serius kedalam kedua mata Fany.

Fany memilih memutus kontak mata itu dengan menatap keluar jendela. "Oh, jadi lo bisa hidup tanpa gue kan setelah tiga bulan? Setelah ini, lo balik lagi dan tiga bulan lagi lo kembali ke sini, gitu kan?"

"Kamu salah. Sekarang saya sadar, saya tidak bisa tanpa kamu. Terdengar aneh dan mungkin kamu tidak percaya, tapi seperti itu arti kamu dalam hidup saya. Saya juga tidak tahu bagaimana bisa. Satu yang saya tahu, saya ingin melihat kamu setiap hari."

Fany terdiam. Rafa benar. Fany tidak percaya pada awalnya. Namun, melihat keseriusan di wajah Rafa, mau tidak mau ia jadi percaya.

"Nggak tahu, Fa. Gue nggak tahu harus gimana sama perasaan lo."

Rafa menarik tangan Fany dan menggenggamnya lembut. "Kamu belum bisa membalas perasaan saya?"

Fany menatap genggaman itu cukup lama. Ia menarik napas dalam lalu bertanya, "Kenapa kamu tiba-tiba jadi baik sama gue waktu itu? Kamu pasti punya rencana untuk memanfaatkan gue kan?"

Pertanyaan Fany membuat Rafa menarik genggaman tangannya. Ia menatap Fany cukup lama lalu menarik napas dalam. "Janji setelah ini kamu nggak akan marah?"

Fany mengendikkan bahunya. "Lo nggak mau cerita kalau akhirnya gue akan marah?"

Rafa mendesah. "Oke, saya cerita."

"Kamu benar. Awalnya saya berencana untuk memanfaatkan kamu. Perjanjian saya dan Ayah saya adalah," Rafa melirik Fany sebentar. "Saya menjaga kamu selama kamu di Indonesia dan Ayah saya akan mencari Naufal, membuat dia jadi penerus perusahaan dan saya kembali ke pekerjaan saya sebagai dokter."

"Terus? Lo yang ketemu sama Naufal bukan bokap lo?" tanya Fany sambil bersedekap.

"Iya, saya bertemu Naufal lewat kamu," jawab Rafa.

MY LITTLE ****L [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang