Part terakhir. Siapkan emosi. Tisu juga boleh..
.
Rafa dan Sherly langsungberdiri begitu melihat Naufal berjalan menuruni tangga. Setelah permintaan maaf Naufal terucap, Herman memintanya untuk biacara berdua. "Fal, gimana?" tanya Rafa tanpa bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
Naufal terus menuruni tangga dengan cepat lalu memeluk Rafa erat. "Makasih banyak, Kak." Naufal melepas pelukkannya lalu menghembuskan napas lega. "Aku sama Papa udah bicara semuanya. Mungkin, setelah ini hubungan kami akan lebih baik. Selama ini aku dan Papa terlalu keras kepala untuk saling minta maaf."
Sherly maju mendekat dan mengusap kepala Naufal. "Mama senang kalian berdua sudah baikkan. Akhirnya kamu akan sering main ke rumah. Atau kamu mau pindah ke rumah ini lagi?" tanya Sherly terlalu bersemangat.
"Belum tahu, Ma. Apartemen aku lumayan dekat dengan bisnis-bisnis aku. Mungkin aku akan sering menginap di sini."
"Kamu nggak akan menjalankan perusahaan?" tanya Sherly bingung.
Naufal menatap kakaknya lalu menggeleng. "Papa akan membiarkan aku menjalankan bisnis sendiri. Kak Rafa yang akan menjalankan perusahaan, Ma."
Ada sedikit kekecewaan di hati Rafa, tapi dia sudah mulai bisa menerima masa depannya. Rafa memang senyum tipis lalu menepuk bahu Naufal. "Iya, kakak yang akan menjalankan perusahaan. Kamu fokus sama bisnis kamu." Begitu berat mengatakannya, tapi Rafa mulai menerima.
Perlahan, jadwal operasinya mulai dikurangi oleh ayahnya menjadi seminggu satu atau dua operasi saja. Bulan depan, jadwalnya hanyas atu operasi per minggu. Yah, meskipun sulit, tapi perlahan dia harus melupakan impiannya agar semuanya berakhir indah.
Dia rela berkorban. Lagipula, menjadi penerus perusahaan ayahnya tidak begitu sulit. Dia hanya perlu membiasakan diri dan melupakan impiannya.
***
Seperti biasa, Nia selalu menunggu pesanan ojek online langganannya di lobby. Tapi hari ini berbeda. Saat ia keluar dari lift, matanya menatap seseorang yang sedang menunggunya. Tidak mungkin pria itu menunggu bosnya yang sekarang berada di Amerika.
"Naufal? Kenapa ada di sini?" Pertanyaan ini langsung keluar dari mulut Nia begitu Naufal berdiri di depannya. Setelah kepergian Fany, pria ini beberapa kali menghubunginya.
Kedatangan Naufal yang sekarang mungkin kali ketiga setelah kepergian Fany ke New York. Selama ini pria itu gagal bertemu dengannya karena Nia yang selalu menghindar entah karena sibuk bekerja atau sedang pergi makan siang.
"Mau ketemu kamu. Masa kamu nggak sadar sih?" Naufal maju dan menggenggam kedua tangan Nia. "Nia.. Aku.."
Nia menarik kedua tangannya. "Aku harus pulang. Mama aku lagi sakit di rumah."
"Aku mau kita kembali bersama," kata Naufal yang sanggup membuat langkah Nia terhenti.
Naufal berdiri di hadapannya dan menatapnya serius. "Aku mau kamu jadi milik aku lagi. Jadi tempat kamu mengeluh, menangis, atau tertawa. Aku mau kamu menceritakan semua yang kamu rasakan sama aku dan kita akan melewati semuanya bersama."
Nia menggeleng pelan. "Aku yang selalu mengeluh, menangis dan buat kamu kesulitan. Kamu nggak pernah membebani apapun ke aku. Aku punya banyak masalah yang cuma bisa merepotkan kamu."
"Aku nggak merasa direpotkan." Naufal tersenyum lebar lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Nia. "Aku senang karena itu artinya aku bisa diandalkan."
Nia menghembuskan napasnya. "Udahlah, Fal. Kamu tahu masalah kita bukan itu, tapi kedua orangtua kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LITTLE ****L [Complete]
RomanceBagi tuan putri seperti Stefany Aurelia Wibowo, hanya ada dua hal yang tidak bisa bisa ia dapatkan di dunia ini. Pertama, izin dari keluarga untuk tinggal di Indonesia sendiri. Kedua, seorang bartender pemilik club malam bernama Naufal Putra. Demi...