Fany dan Naufal duduk di halaman belakang sambil menatap langit malam. Makan malam baru saja selesai tapi pembicaraan mereka berdua rupanya belum selesai. Masih ada sesuatu yang ingin Fany tanyakan pada Naufal tapi ia takut.
"Kamu mau tanya keadaan kakak aku?" tanya Naufal tanpa menatap Fany.
Fany mengendikkan bahunya. "Kayaknya banyak hal yang dia sembunyiin dari aku."
Naufal tertawa singkat. "Kalau kamu mau tahu keadaannya, maaf, aku nggak bisa jawab karena aku juga belum ketemu dia sejak hari itu."
"Bodo amat, sih. Aku nggak peduli sama dia."
"Fan, mungkin awalnya aku alasan kamu ingin tinggal Indonesia. Tapi pada akhirnya dia yang menjadi alasan kamu ingin balik lagi." Naufal menatap Fany. 'Kamu pasti nggak mau ngaku. Aku nggak tahu perasaan kalian bagaimana. Tapi kak Rafa sangat susah jatuh cinta. Sekalinya dia jatuh cinta kamu tahu kan akhirnya cewek itu pergi untuk selamanya."
"Rafa nggak cinta sama aku."
"Semoga aja. Aku juga nggak mau kakak aku patah hati lagi. Kamu nggak cinta sama dia kan?" tanya Naufal. Ia kembali berpaling menatap Fany. Gadis itu menggeleng cepat.
"Kak Rafa itu orang paling baik dalam hidup aku. Aku nggak akan pernah bisa marah sama dia. Dia boleh marah sama aku. Aku memang bukan adik yang baik. Walaupun kak Rafa nggak pernah marah sama aku."
"Tapi Rafa itu orangnya dingin dan nyebelin."
"Tentu saja Rafa jadi begitu. Semua yang ia sayangi diambil darinya. Mantannya dan impiannya. Bodohnya, aku nggak ada buat dia di saat-saat itu," ujar Naufal dengan raut sedih.
"Kenapa mantannya Rafa bisa meninggal?"
Naufal mengendikkan bahunya. "Harus Rafa sendiri yang cerita." Naufal lalu berdiri dan mengacak rambut Fany. "Aku pergi dulu. Semoga kamu masih mau balik ke Indo ya. Kalau kamu balik kabari aku," kata Naufal lalu pergi.
Setelah Naufal pergi, Fany pergi mengambil ponselnya. Mencari kontak Rafa di WA karena hanya itu akun media social yang dimiliki pria itu. Menyebalkan karena Fany tidak bisa menstalkernya. Cukup lama Fany menatap layar chat itu.
Bahkan setelah tulisan online pun muncul, Fany masih menatapnya. Rafa sering membuka WA tapi kenapa mengirim satu pun pesan padanya begitu sulit?
***
Fany menatap kalender mejanya. Sudah tiga bulan lebih dia berada di New York, menjalani kesibukan sebagai sekretaris Ayah dan Kakaknya. Waktu berputar begitu cepat. Sayangnya, perputaran itu tidak dapat mengikis perasaan aneh di dada Fany akan seseorang.
"Anak gadis siang-siang kok ngelamun?"
Fany mengangkat kepalanya dan melihat Papanya yang baru muncul. "Loh, kok Papa ke sini? Bukannya ada meeting di Brooklyn?"
"Meetingnya sudah selesai."
"Kok nggak langsung pulang? Papa harus istirahat. Papa udah tua, loh. Harus jaga kesehatan."
Markus tersenyum melihat perhatian Fany. Anak perempuannya ini memang lebih cerewet daripada kakaknya kalau soal kesehatan kedua orang tuanya. Itulah yang membuat Markus tidak rela jika Fany harus menikah cepat-cepat. Tapi mau bagaimana lagi, dia sudah tua, dia ingin melihat anaknya menikah dan bahagia di masa tuanya.
"Kamu benar. Papa sudah tua. Itu sebabnya di masa tua, Papa mau melihat anak-anak Papa sudah bahagia sama keluarganya masing-masing," jelas Markus sambil mengarahkan ke tujuan ke kedatangannya ke kantor utama sore hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LITTLE ****L [Complete]
RomansBagi tuan putri seperti Stefany Aurelia Wibowo, hanya ada dua hal yang tidak bisa bisa ia dapatkan di dunia ini. Pertama, izin dari keluarga untuk tinggal di Indonesia sendiri. Kedua, seorang bartender pemilik club malam bernama Naufal Putra. Demi...