PART 11

29.8K 2.2K 77
                                    

Fany memicingkan matanya begitu melihat kehadiran Rafa di depan kamar tidur pria itu. Benar-benar menyebalkan! Si makkhluk tidak berperasaan ini tidak menjemputnya waktu pulang kantor, padahal tadi pagi dia kan yang mengantar Fany. Mau tidak mau Fany harus meminta bawahannya mengorderkan transportasi online. Sejujurnya Fany berbohong kalau dia bisa memesan alat transportasi online itu. Mendownload saja tidak pernah.

"Akhirnya kamu pulang juga. Saya minta maaf-"

"Kenapa? Lo berharapnya gue nggak bisa pulang sendiri kalau nggak lo jemput?!" potong Fany dengan nada sinis. Baru kali ini ada orang yang sangat tidak berperasaan seperti ini. Apalagi dia tega membiarkan Fany harus pulang sendirian. Bagaimana kalau Fany diculik?!

"Saya minta maaf. Tadi ada operasi-" Fany menepis tangan Rafa yang menahan lengannya. "Halah, gue nggak peduli. Permisi!" Fany lalu membuka pintu kamarnya lalu membantingnya sekuat tenaga.

Sedangkan Rafa, dia hanya menghela napas, menghembuskannya. Menghadapi bocah memang harus ekstra sabar. Biarkan saja, nanti juga iblis kecil itu akan menjadi jinak kembali. Rafa tidak ingin buang-buang waktu dengan membujuk gadis manja itu.

Baru beberapa langkah Rafa berjalan, ia melihat kemunculan ayahnya dari tangga. Armando adalah ayahnya yang sangat ia hormati. Beliau benar-benar membesarkannya dengan keras dan tidak pernah memanjakannya.

Hari ini, ayahnya baru kembali dari perjalanan bisnis di Amerika. Kengen? Rasanya diusia Rafa tidak ada lagi rasa kangen hanya karena ayahnya pergi perjalanan bisnis untuk waktu yang lama. Baginya, sudah biasa ayahnya pergi untuk waktu yang lama.

Ayahnya memang sering melakukan perjalanan bisnis hampir seminggu lebih sejak mereka kecil. Sesekali mamanya juga ikut. Hal ini membuat Rafa terbiasa tinggal sendiri di rumahnya sejak adiknya pergi. Anehnya, semua kesendirian ini, yang awalnya terasa tidak nyaman, lama-lama membuatnya terbiasa.

"Hai, Pa.." sapa Rafa saat ayahnya sampai diujung tangga.

Arman tersenyum lalu menepuk pundak Rafa. "Rumah sakit aman?" tanya Armando. "Aman, Pa. Tadi ada operasi jadi-"

"Baguslah jika kamu sudah bisa mengelola rumah sakit dengan baik. Papa semakin yakin kamu bisa meneruskan semua bisnis papa." Armando lalu berjalan melewati Rafa, menuju ke kamar Fany.

Rafa menghembuskan napasnya. Mencoba bersabar. Sampai sekarang, ayahnya masih tidak setuju Rafa memilih menjadi seorang dokter. Arman ingin, Rafa meneruskan bisnisnya, sayangnya Rafa tidak bisa.

"Dia sudah tidur?" tanya Arman sebelum mengetuk pintu kamar Fany. Rafa menggeleng dan bunyi ketukan pintu terdengar. Beberapa saat kemudian Fany keluar dengan raut wajah bingungnya. Kedua matanya langsung membulat sempurna begitu melihat kehadiran Om Arman.

"Om Armaan!" seru Fany. "Apa kabar Om?" tanya Fany lalu menyalami Om Arman, membuat Rafa sedikit mengernyit bingung karena iblis kecil itu bisa juga bersikap sopan.

"Om baik-baik saja. Kamu tidak lelah kan? Ada yang mau Om sampaikan ke kamu. Ayo ke ruang keluarga," ajak Arman.

"Mau bilang apa Om? Pasti titipan Daddy ya?" tanya Fany karena tahu Om Arman baru saja kembali dari Amerika.

"Iya, titipan dari Papa kamu. Ayo sebentar ke bawah." Arman lalu berjalan mendahului mereka diikuti Fany yang mengerling tajam menatap Rafa. Rafa sendiri hanya cuek.

"Ngapain lo ngikut?" tanya Fany. Rafa mengendikkan bahunya. "Ini rumah saya. Salah jika saya ingin pergi ke dapur?" Mendengar itu Fany sedikit malu dan memilih berjalan cepat menuruni tangga.

MY LITTLE ****L [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang