~selamat membaca~"Ada apa?" Ucap Ibu Veronica sambil berjalan menerobos sekerumunan ibu-ibu arisan mencoba untuk melihat lebih dekat apa yang terjadi antara Aden dengan tante Inggrid.
"Astaga!" ibu Veronica tersentak hingga menutupi mulutnya menggunakan telapak tangan. Matanya melebar melihat baju yang dipakai tante Inggrid sudah penuh dengan noda.
Aden hanya terdiam merunduk, keringat dingin keluar membasahi tubuhnya. Laki-laki itu berharap semua ini hanya mimpi.
Ibu-ibu arisan yang lain hanya saling bisik, entah apa yang mereka bicarakan. Ada juga beberapa diantara mereka yang menatap iba kepada Aden.
"Gimana Nggrid? Apa kamu nggak papa?" tanya ibu Veronica sambil menelusuri pakaian tante Inggrid.
"Aku sih nggak papa, tapi bajuku nggak bisa dibilang nggak apa-apa," jelas tante Inggrid sambil membersihkan noda-noda itu menggunakan tisue. Namun manik matanya tidak berhenti melirik ke arah Aden.
"Kamu ceroboh sekali Aden," ucap ibu Veronica sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sa, saya nggak sengaja bu," gugup Aden. Ia semakin menundukan kepala, tidak berani menatap tante Inggrid dan ibu Veronica. "Maaf, bu."
"Kamu tahu nggak berapa harga bajuku?" Tanya tante Inggrid, yang hanya dijawab dengan gelengan kepala oleh Aden.
Sebenarnya Aden sudah tahu berapa harga baju tante Inggrid. Hanya saja ia merasa takut untuk menyebutkan angkanya. Aden sudah dengar dari ibu-ibu arisan yang sedang bergosip tadi.
"Eh, saya lagi ngomong sama kamu lho, tolong liat muka saya," perintah tante Inggrid. Namun justru palah semakin membuat Aden merunduk ketakutan.
Sikap Aden membuat tante Inggrid mendengkus kesal. Kemudian wanita itu mengulurkan tangan memegang dagu Aden. "Liat saya," ucap tante Inggrid sambil mengangkat wajah Aden, membuat wanita itu dapat melihat dengan jelas seluruh permukaan wajah Aden.
Aden hanya diam, ia tidak berani berkutik. Laki-laki itu menatap wajah tante Inggrid dengan tatapan memelas. Berharap agar tante Inggrid iba dan tidak memperpanjang masalah ini. Punggung Aden juga naik turun, jantungnya berdebar sangat kencang.
Ibu Veronica mengerutkan kening menatap heran ke arah tante Inggrid.
"Harga baju ini tujuh pulu juta, apa iya aku harus minta ganti sama kamu?" beritahu tante Inggrid dengan tangan yang masih mengangkat wajah Aden.
"Ta, tapi saya nggak sengaja bu," ucap Aden dengan gugup.
"Nggak sengaja gimana? Jelas-jelas aku di belakang kamu dari tadi."
Tante Inggrid menatap lekat-lekat wajah Aden selama beberapa saat. Matanya menyipit, namun tiba-tiba bibirnya mengulas senyum. Tangannya yang bebas terangkat lantas ia gunakan untuk mengacak-acak rambut Aden.
Ganteng, dan seksi. Itu yang ada dalam pikiran tante Inggrid setelah mengamati lebih detail wajah Aden dengan rambut yang sudah ia acak-acak.
Tante Inggrid mendorong kesamping wajah Aden, menatap intens wajah laki-laki itu, lantas membatin— genteng.
Kemudian tante Inggrid menarik wajah dan melihat dibagian kiri wajah Aden. Tetap ganteng juga. Ternyata Aden tetap terlihat ganteng dan mempesona meski dilihat dari sudut manapun.
Merasa bersalah dan takut membuat Aden hanya diam dan tidak berani memberontak.
Ibu-ibu arisan yang lain hanya bengong, mereka terlihat bingung dengan apa yang dilakukan Inggrid.
Tante Inggrid melepaskan cekalannya di wajah Aden. Ia melipat kedu tangannya di perut, manik matanya menelusuri tubuh Aden dari ujung kepala sampai ke ujung kaki dan memperhatikan jempol kaki laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CASM {Mamang Cilok}
Roman pour AdolescentsSampul; deerlu794 Lengkap sampai TAMAT Cuma penjual Cilok kok. kebetulan aja dia ganteng. Disukai sama remaja anak orang kaya cuma dia cowok juga. Pastinya gak mau dong penjual ciloknya kan normal. Gimna sih perjuangan anak orang kaya buat dapetin m...