Cilok empat puluh enam

14.5K 1.1K 463
                                    

"Gimana keadaan anak saya Darma?" Tanya pak Arlan setelah ia berdiri di dekat dokter Darma.

Aden dan yang lainnya juga sudah berdiri di hadapan dokter Darma. Mereka harap-harap cemas menunggu keterangan dari dokter itu.

Jangan heran kalau pak Arlan menyebut dokter Darma tanpa ada embel-embel pak. Selain usia dokter Darma satu tahun lebih mudah, pak Arlan juga orang yang mempunyai pengaruh besar di rumah sakit swasta itu. Bagaimana tidak? pak Arlan memiliki saham lima puluh persen di rumah sakit swasta tersebut.

Dokter Darma masih terdiam, wajahnya yang gelisah menatap satu-satu wajah tegang orang-orang yang sedang berdiri di hadapannya. Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya dokter Darma hembuskan secara perlahan.

"Kondisinya sangat kritis pak."

Jawaban dokter Darma membuat Aden dan yang lainnya harus menelan ludahnya susah payah. Dokter Darma membuat jantung mereka dag dig dug tidak karuan.

"Kami baru saja melakukan cuci darah untuk Pandu. Saat ini kondisi Pandu masih belum siuman." Dokter Darma menoleh ke arah Aden yang sedang tidak berkedip menatapnya. "Den, kenapa Pandu diizinkan main basket?" Tanya dokter Darma.

Aden terdiam, ia tidak mampu berkata apapun.

"Kami udah ngelarang dia dok," jawab Lukman. Ia tahu Aden bingung menjawabnya. "Tapi Pandu maksa, kata Pandu dia juga udah dapet izin dokter." Jelas Lukman.

"Apa?! Saya yang kasih izin Pandu?" Tentu saja dokter Darma terkejut mendengar keterangan Lukman. Ia tidak pernah mengizinkan Pandu melakukan pekerjaan berat. "Saya yang bertanggung jawab sama keadaan Pandu, manamungkin saya berani ambil risiko kasih izin Pandu main basket."

"Jadi Pandu main basket?" Tanya ibu Veronica, ia memang belum tahu kalau Pandu masih memakai seragam basket. Saat ibu Veronica dan pak Arlan sampai di rumah sakit, Pandu sudah ditangani dokter Darma, sehingga ia belum tahu cerita yang sebenarnya.

"Iya tante," jawab Lukman. "Kami udah larang Pandu. Tapi Pandunya maksa. Katanya dia nggak apa-apa kalau cuma main basket." Jelas Lukman.

"Astaga.... kenapa sih Pandu, kamu keras kepala. Apa yang kamu mau harus dituruti. Kamu nggak mau denger kata-kata mami." Keluh ibu Veronica ditengah kesedihannya.

Menggunakan telapak tangan, Ibu Veronica menutup mulutnya. Tubuhnya mendadak terasa lemas, oleh sebab itu ia menggunakan tubuh suaminya untuk bersandar, sambil menidurkan kepala di lengan pak Arlan. Punggung telunjuk nya ia gunakan untuk menutup hidung, lantaran air matanya yang mengalir sudah sampai di bagian atas bibirnya.

"Tapi Pandu bisa sembuh kan Dar?" Tanya pak Arlan sambil mengusap lengan istrinya.

"Maaf pak, saya terpaksa harus menyampaikan ini. Pandu harus cepat melakukan transplantasi ginjal. Olahraga basket sudah memperburuk fungsi ginjalnya. Ditambah sepertinya Pandu sudah tidak lagi rutin minum obat yang saya kasih." Jelas dokter Darma.

Keterangan yang disampaikan dokter Darma barusan, berhasil membuat Aden dan yang lainnya semakin tegang.

"Kamu bisa panggil orang yang mau jual ginjalnya sekarang?" Tanya pak Arlan dengan raut wajah paniknya. "Kasih tau dia, berapapun dia minta pasti akan saya kasih."

"Itu dia masalahnya pak, hasil tes urine saya membuktikan kalau orang itu ternyata pecandu alkohol. Butuh waktu lama untuk menetralkan nya dari pengaruh alkohol dan nikotin. Sementara Pandu harus cepat-cepat mendapatkan pendonor." Dokter Arlan memejamkan mata, membuang napas berat sebelum akhirnya ia melanjutkan. "Kalau tidak, kemungkinan buruk bisa saja terjadi." Lanjut dokter Darma dengan raut wajah yang lesu.

CASM {Mamang Cilok}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang