Cilok dua puluh satu

9.4K 919 128
                                    

Aden dan Pandu baru saja turun dari motor. Setelah meletakan helem di atas stang, keduanya berjalan mendekati pintu rumah kontrakan  Anis dan Dadang.

"Teh!" Teriak Aden saat sudah berada di depan pintu yang tertutup. "Teteh!"

Pandu menebarkan pandangan di lokasi sekitar. Ia tersenyum saat tidak sengaja beradu pandanga dengan Aden.

"Nggak ada orang kali," tebak Pandu. Keadaan rumah terlihat sepi. Tapi di jalan yang sempit terlihat ramai. Ada sekumpulan ibu-ibu yang sedang ngerumpi, anak-anak yang berlalu lalang sambil berlarian dan ada juga bapak-bapak yang sedang duduk santai.

Suasana di depan kontrakan Anis dan Dadang memang selalu seperti itu. Walapun sempit, tapi tidak pernah sepi setiap harinya.

"Kalau jam segini teteh nggak pernah kemana-mana, paling lagi di dapur," beritahu Aden.

Beberapa saat kemudian Aden dan Pandu menoleh ke arah pintu secara bersamaan. Mereka mendengar suara kunci pintu yang sedang dibuka dari dalam.

"Aden," sapa Anis saat ia baru saja membuka lebar pintu rumah kontrakannya. "Kamu teh kenapa baru datang? Teteh udah nungguin, tuh baju kamu udah teteh siapin. Tapi enggak semua teteh, takut kamu enggak betah di kosan."

Bukannya mempersilahkan Aden masuk terlebih dahulu, Anis malah langsung berkicau panjang dan leber. Tapi sepertinya Anis belum menyadari dengan keberadaan Pandu. Namun pada saat ia menoleh ke samping di balik pintu, Anis baru melihat ternyata ada sosok lain selain Aden.

"Eh... ini teh siapa?" Tanya Anis sambil memandangi wajah Pandu dengan terbengong-bengong.

"Temen Aden teh, namanya Pandu," sahut Aden.

Pandu tersenyum ramah menyapa Anis, ia juga mengulurkan tangan, bersalaman dengan Anis. "Pandu kak," ucapnya.

"Oh..." Anis masih bengong. Ia mengamati tiap inci permukaan wajah Pandu.

Pandu mengerutkan wajahnya, ia merasa heran melihat tingkah Anis.

"Ya ampun... eleuh... eleuh... Aden," Anis memanggil tanpa menoleh pada Aden. Ia masih asik menatap wajah Pandu. "Temen kamu meuni  kasep pisan." Komentar Anis setelah, ia dengan teliti memandangi wajah Pandu.

"Dapet nemu di mana punya temen se cakep ini?"

"Teteh ngomong apaan? Pandu ini sekolah di tempat Aden jualan cilok. Ibunya Pandu yang pernah pesen cilok buat acara arisannya itu." Jelasn Aden.

"Oh... gitu? Aduh maafin teteh, soalnya teteh mah enggak tau," ucap Anis dengan logat sundanya.

Pandu hanya tersenyum simpul.

"Teh atuh jangan di luar, masuk dulu," protes Aden. Sepertinya Anis lupa mempersilahkan tamunya masuk. Anis malah lebih asik memandangi wajah Pandu.

"Ya ampun..." ucap Anis sambil sambil memumul keningnya. Ia terkekeh pelan, mentertawakan dirinya sendiri karena malu dengan ulahnya. "Maapin teteh, yaudah atuh masuk-masuk."

Akhirnya Pandu dan Aden bisa bernapas dengan lega. Kaki mereka sudah sangat pegal karena terlalu lama berdiri.

"Ngomong-ngomong  udah pada makan apa belum?" Tanya Anis saat mereka sedang berjalan masuk kontrakan.

"Udah teh."

"Udah kak."

Aden dan Pandu menjawab secara bersamaan.

"Si Aa ke mana teh?" Tanya Aden saat ia sudah mendudukkan pantatnya di lantai, berdampingan dengan Pandu.

"Ada di belakang, lagi nyipain cilok buat besok," jawab Anis. "Tunggu bentar biar teteh panggilin."

CASM {Mamang Cilok}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang