lapan

11.6K 1.1K 260
                                    

...Bagi gue, bullshit itu bahagia melihat orang yang kita cintai, bahagia dengan orang lain. Karena Cinta itu harus diperjuangkan, percuma lo ngomong bahagia, tapi nyatanya, air mata lo bercucuran, pas lo liat dia, bahagia dengan orang lain...

~Selamat membaca~


"Gue suka sama elu."

"Aaak, sial!!!" umpat Pandu setelah ia berbicara sendiri di depan cermin. "Kok gue jadi kayak orang gila gini ya?" remaja itu mengomel pada dirinya sendiri sambil mengacak-acak rambutnya.

Sejak melihat Aden bersalaman dengan Desma, ada kekhawatiran dalam dirinya. Ia benar-benar tidak suka dengan cara Aden tersenyum dengan gadis itu. Ia juga tidak suka Aden begitu lama berjabatan tangan sama Desma. Karena hal itu perasaannya menjadi tidak nyaman.

Lalu apa itu salah Aden? Apa salah jika Aden merasa senang mempunyai teman baru? Apa salah kalau sebagai laki-laki normal, Aden merasa bangga bisa bersentuhan dengan cewek secantik Desma?

Tentu saja tidak, Aden berhak untuk melakukan semuanya. Lagi pula Aden tidak tahu kalau sikapnya itu, ternyata sudah membuat Pandu hati jadi gelisah. Aden tidak tahu apa-apa, Aden hanya melakukan apa yang seharusnya Aden lakukan. Itu saja.

Oleh karena itu, akhir-akhir ini Pandu jadi sering terlihat marah-marah sendiri tidak jelas. Bahkan, bukan hanya sekali ia terlihat ngomong sendiri di depan cermin— seperti yang ia lakukan barusan. Pandu sadar rasanya memang seperti orang gila, tapi mau bagaimana lagi, cuma itu yang bisa ia lakukan.

Memang, kadang perasaan cinta sama seseorang juga bisa membuat kita menjadi aneh dan seperti orang bego. Apalagi, orang yang kita cintai itu tidak tahu kalau sebenarnya kita mencintai 'dia', dan juga tidak tahu bagaimana perasaan kita terhadap 'dia'. Rasanya itu menyiksa banget, kita selalu melihat 'dia' dengan santainya tertawa, dan bahagia dengan orang lain. Rasanya 'dia' itu seperti dengan sengaja sedang mengobrak-abrik perasaan kita. Tanpa perasaan bersalah, dengan santainya 'dia' seperti sedang menebar pesona dengan orang lain.

Pandu sadar itu hanya perasaannya saja, karena sebenarnya, Aden tidak bermaksud seperti itu. Hanya sebuah konsekuensi yang harus Pandu terima karena masih belum mau mengungkapkan perasaannya.

Seandainya Pandu mengatakan perasaannya sama Aden, mungkin saja Aden bisa lebih bijak dalam bersikap.

Tapi apa mungkin Pandu berani mengatakan kalau sebenarnya ia menyukai Aden. Lalu apa juga Pandu siap menerima kensekuensi, kalau ia sudah menyatakan suka dengan laki-laki itu?

Serba salah, perasaan yang dirasakan Pandu memang serba salah. Diam Pandu tersiksa, bicara terus terang mungkin resikonya akan lebih berat dari yang ia pikirkan. Karena perasaan yang Pandu rasakan memang tidak wajar dan diluar nalar.

Pandu menjatuhkan bokongnya di tepi dipan. Kasur busa yang sangat empuk membuat tubuhnya sedikit terpental. Ia mengambil bola basket yang kebetulan ada di atas tempat tidurnya lantas ia arahkan bola basket itu ke arah jaring basket yang sengaja ia pasang di dinding kamarnya. Pandu menyipitkan mata, menshooting agar bola itu bisa masuk ke ring basket. Setelah insting nya yakin  Pandu melempar bola basket itu.

"Iyeeees!" Girang Pandu lantaran bola basket yang ia lempar, tepat dan masuk ke dalam ring.

Pandu memang Pandai bermain basket, meski ibu Veronica melarangnya melakukan semua kegiatan yang berhubungan dengan olahraga, namun sebisa mungkin ia melakukannya dengan cara sembunyi-sembunyi.

CASM {Mamang Cilok}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang