Cilok tiga puluh lima

9K 997 264
                                    

~selamat membaca~

Dugdug-dugdug-dugdug...
Dugdug-dugdug-dugdug...

Suara apa lagi kalau bukan suara detak jantung Pandu, saat ia tengah bertatap mata dengan Aden, dengan jarak wajah yang sangat dekat.

Ternyata tidak hanya jantung Pandu yang berdetak dengan begitu kencangnya. Jantung Aden juga sama. Tidak biasanya Aden merasakan debaran-debaran seperti itu. Apalagi saat ini ia tengah memegang kado pemberian dari Lukman. Pikirannya tiba-tiba membayangkan adegan pada video porno yang pernah dikirim Lukman tempo hari.

Dalam video itu, Aden tirangat saat pemainnya sedang mamakai alat pengaman, sebelum akhirnya pemain itu melakukan hubungan seks sesama laki-laki. Tiap-tiap adegan terangkum dengan jelas di benak Aden. Semuanya masih sangat segar dalam ingatan dan kembali teringat kala ia memegang kado pemberian dari Lukman.

"Lu kenapa?" Tanya Pandu gugup. Ia dapat merasakan cara Aden menatapnya, sangat berbeda dari biasanya. Tatapan mata Aden saat itu penuh dengan arti.

"Eh... enggak," Aden juga sama, gugup. Ia mengalihkan perhatiannya ke arah kado dari Lukman yang masih saja ia pegang. "Ada-ada aja ya? Lukman." Ujar Aden, mencoba mencairkan suasana mendebarkan yang sedang terjadi.

Pandu tersenyum nyengir, ia menyandarkan punggungnya ke tembok, menggunakan HPnya untuk menutupi rasa gugupnya. Tatapan Aden barusan benar-benar membuatnya jadi memikirkan yang iya-iya. Pandu juga sama, ia kembali teringat dengan adegan video porno yang pernah ia tonton tempo hari.

Aden meletakan kado dari Lukman, ia kembali memegang HP iPhone yang masih berada di dalam kotak dan tersegel. Aden mengikuti apa yang dilakukan Pandu, duduk menyandarkan punggungnya di tembok, berdampingan dengan Pandu. Tatapan matanya sekarang terfokus pada HP canggih pemberian Pandu.

"Ini pasti harganya mahal," komentar Aden sambil membolak-balikan kotak HP di tangannya.

"Suka nggak?" Tanya Pandu.

Aden menoleh ke arah Pandu, bibirnya tersenyum simpul, sambil menganggukkan kepalanya, "suka, suka banget." Jawab Aden jujur. Bukannya ia matrelistis, Aden hanya mencoba bersikap realistis. Siapa sih yang tidak suka dikasih kado bagus? Lagian juga saat itu momennya memang tepat. Aden sedang berulang tahun. "Makasih ya."

"Heem..." Pandu bergumam sambil memajukan bibir bawahnya. "Baru bilang makasih." Goda Pandu.

Aden tersenyum nyengir, meraih tengkuk Pandu, sambil menariknya pelan, lalu memberikan kecupan di kening Pandu. "Maaf, habis seneng banget sih." Ucapnya setelah beberapa detik bibirnya menempel di kening Pandu.

Keduanya kembali bersitatap setelah Aden melepaskan ciumannya. Jarak wajahnya kali ini lebih dekat, hingga hidung mereka hampir bersentuhan satu sama lain. Senyum simpul terbit dari bibir keduanya. Berada dengan jarak sedekat itu, membuat jantung mereka kembali berdebar bersamaan dengan desiran-desiran indah mengalir bersama darah, hingga sampai ke tulang sum-sum mereka.

"G-gue juga makasih ya," ucap Pandu gugup lantaran dadanya berdebar sangat kencang. Suaranya juga gemetaran, hampir tidak terdengar. Untung jarak mereka sangat dekat, sehingga indra pendengaran Aden mampu menangkap apa yang dikatakan Pandu barusan.

"Makasih buat apa? Kan aku nggak ngasih apa-apa sama kamu?" Ujar Aden heran. Telapak tangannya yang berotot dengan lembut memijat-mijat tengkuk Pandu.

"Lu... lu kan udah nyium bibir gue. Depan temen-temen lagi." jawab Pandu, rona wajahnya langsung memerah setelah mengatakan itu. "Apa itu artinya hukumannya udah selesai?"

CASM {Mamang Cilok}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang