Cilok tiga belas

10K 995 138
                                    

Tante Inggrid sudah mengganti pakaiannya dengan meminjam pakaian milik ibu Veronica. Wanita itu sedang duduk kursi di teras dan Aden duduk di hadapannya terhalang oleh meja kecil berbentuk bulat. Tante Inggrid mengulas senyum, sorot matanya lurus memandang Aden yang sedang merundukan kepalanya.

Mereka berdua baru saja membicarakan solusi untuk insiden yang menimpa keduanya.

"Gimana, kamu mau?" tanya tante Inggrid setelah ia selesai memberi tahu persyaratan kepada Aden, agar tidak perlu mengganti rugi baju yang sudah rusak.

Tante Inggrid hanya meminta Aden untuk menemaninya kemanapun ia pergi. Mengingat bisnisnya yang berada di seluruh Indonesia, jadi kalau ia pergi keluar kota, Aden harus selalu siap jika diminta untuk menemaninya setiap saat. Selain itu Aden akan dibelikan pakaian yang bagus dan layak untuk merubah penampilannya.

"Tugasmu enak banget lho, cuma nemenin tante doang. Nanti juga kamu bakal dapet uang jajan dari tante. Kamu bisa beli hape baru, baju yang bagus, atau nanti kalau kamu nurut sama tante, kamu akan tante belikan motor."

Tawaran tante Inggrid membuat Aden menelan ludah. Benar-benar tawaran yang sangat menggiurkan. Aden hampir tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Ia juga dapat melihat kalau wanita itu benar-benar serius. Tidak ada kebohongan di wajah tante Inggrid.

Siapa sih yang tidak mau dengan tawaran yang sangat menjanjikan itu? Kerjanya enak, tidak banyak menguras tenaga dan juga pikiran. Khayalan Aden langsung membayangkan betepa cerah masa depannya. Hidupnya akan segera berubah seratus delapan puluh derajat.

Manik mata Aden melirik ke arah amplop yang tergeletak di atas meja. Amplop itu berisi uang yang jumlahnya pasti tidak sedikit.

Tante Inggrid sengaja memberikan itu secara cuma-cuma kepada Aden, sebagai bukti bahawa ia benar-benar serius dengan ucapnya.

Sorot mata Aden lurus menatap wajah tente Inggrid yang sedang duduk di hadapannya. Namun Aden masih diam dan terlihat ia sedang berpikir.

Sebagai manusia biasa, siapa sih yang tidak akan tergiur sama tawaran yang diberikan tante Inggrid. Begitupun dengan Aden, sejujurnya ia sangat ingin mengatakan 'mau'. Namun jauh di lubuk hatinya yang terdalam, ia merasa takut dan khawatir.

"Maukan?" Tanya tante Inggrid kembali.

"Saya—"

"Jangan Den," potong Pandu tiba-tiba. Cowok itu baru saja keluar dari dalam rumahnya.

Pandu berjalan mendekati Aden, lalu ia berdiri tepat di samping laki-laki itu. "Gue udah denger tadi kamu dijanjiin apa sama tante Inggrid, gue harap lu bisa mikir jernih Den. Jangan langsung terima gitu aja. Hati-hati."

Aden dan tante Inggrid mengalihkan pandangnya ke arah Pandu.

"Simple aja sih Ndu," tante Inggrid mengangkat kaki kanan, dan meletakan di atas paha kaki kirinya. Bibirnya tersenyum simpul sambil mentap Pandu. "Kalau dia nggak mau artinya dia harus ganti baju tante, lagian tante cuma nawarin dia jadi assisten. Tantekan sering keluar kota, jadi butuh temen. Terus tante juga bakal bayar dia mahal. Tante cuma mau ngasih dia kerjaan aja kok," jelas tante Inggrid dengan gayanya yang santai.

"Tapi itu nggak masuk akal tante, mana ada kerjaan assisten dengan bayaran tinggi, terus mau dibeliin motor segala. Nggak masuk akal."

"Itu sih terserah Aden aja," tante Inggrid membuang napas lembut kemudian ia berdiri dari duduknya, berjalan meninggalkan Pandu dan Aden seraya berkata. "Itu di dalam amplop ada kartu nama dan alamat tante, besok kamu ke rumah aja. Aku tunggu jawabanmu di rumah."

Tante Inggrid berlalu sambil menenteng tas di tangannya.

Pandu dan Aden saling bersitatap setelah tante Inggrid sudah berjalan jauh dan berkumpul kembali dengan anggota arisan lainnya. Pandu menelan ludah, ia menatap bingung pada Aden sambil menjatuhkan pantatnya di kursi, duduk di sebelah laki-laki itu.

CASM {Mamang Cilok}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang