~selamat membaca~
Sakit, tapi tidak berdarah. Rasa sakit yang tidak bisa diungkap dengan kata-kata. Hanya air mata yang terus mengalir bercucuran, sebagai bukti jika rasa sakit itu tengah dirasakan olehnya, Pandu. Ia sama sekali tidak menyangka, yang ia terima selama ini ternyata palsu, terlihat begitu tulus namun hanya tipuan belaka.
Bodoh. Ya bodoh, sepertinya itu adalah kata yang paling tepat untuk Pandu menyebut dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ia tidak bisa melihat, jika apa yang ada di hadapannya selama ini ternyata cuma sebuah rekayasa semata, yang terbungkus sangat rapih oleh sebuah kepolosan. Pandu tidak henti-hentinya memaki dirinya sendiri, betapa ia benar-benar sangat bodoh.
Pandu merasa menjadi manusia paling nista sedunia, akibat ulah ibunya sendiri.
Mulutnya memicing, bola matanya yang penuh dengan genangan air mata melebar, menatap penuh amarah kepada Aden dan kedua orang tuanya.
Menggunakan telapak tangan, dengan kasar Pandu menyeka air mata yang tidak mau dibendung lagi. Lolos begitu saja, untuk mewakili hatinya yang tengah terluka.
"P-Pandu..." suara ibu Veronica terdengar sangat lembut, namun terbata. "Mami bisa jelasin, semua enggak seperti apa yang kamu kira sayang."
"Je-jelasin? Jelasin apa?" Suara Pandu terdengar gemetaran lantaran ia sedang berusaha mati-matian menahan supaya suara tangisnya tidak memecah, rasanya sangat sulit sekali. "JELASIN APA LAGI MAMI?!"
Suara Pandu yang diteriakkan membuat Aden dan kedua orang tuanya tersentak. Bahkan ibu Veronica sampai menutup mulutnya, menggunakan kedua telapak tangan. Bola mata ibu Veronica jug sudah mulai berkaca-kaca.
"Jawab mi, mami mau jelasin apalagi? Semuanya udah jelas, Pandu enggak budeg! Pandu udah denger semuannya!" Pandu tidak mengira, kenapa orang tuanya begitu tega menyakiti perasaannya, drama yang diciptakan oleh kedua orang tuanya terlihat begitu sempurna, sukses membuat hatinya hancur berkeping-keping kala ia sudah menyadarinya. Selama ini Pandu sudah berusaha mati-matian, menutupi tentang jati dirinya yang mempunyai orientasi berbeda. Tapi kenyataanya tanpa ia sadari ternyata kedua orang tuanya sudah tahu semua.
"Pandu duduk dulu nak, biar papi yang jelasin," ucap pak Arlan selembut mungkin, ia mencoba menenangkan perasaan Pandu.
"Iya Pandu, kamu cuma salah paham kok_"
"Diem lu bangsat!!!"
Dengan susah payah Aden berusaha membuka suaranya, namun sayang, Pandu langsung memotong dengan memakiannya. Sekarang tatapan Pandu jadi sepenuhnya menatap tajam ke arah Aden. Cowok yang sangat ia sayangi dengan tulus, namun dibalas dengan kepalsuan, sandiwara belaka.
"PELACUR!!"
Makian Pandu membuat Aden tersentak hebat, namun ia hanya bisa merunduk menahan rasa perih di hatinya akibat sebutan baru yang Pandu berikan padanya.
Kata 'pelacur' tentu saja membuat hati Aden terasa sakit, namun ia menyadari, apa yang ia rasakan saat ini tidak sebanding dengan apa yang tengah dirasakan oleh Pandu, Pandu pasti jauh lebih sakit. Oleh sebab itu Aden hanya bisa diam.
"Gue nggak salahkan nyebut elu pelacur? Emang gitu kenyataannya. Lu nggak ada bedanya sama pelacur!! Lu terima imbalan setelah lu bikin gue seneng, lu dapet duit setelah lu ngasih tubuh lu buat gue peluk! Lu itu sama aja kayak pelacur murahan, busuk! Muka polos lu cuma topeng, TAI!!!"
Air mata Aden lolos begitu saja melewati pelupuk matanya, kalimat Pandu benar-benar seperti menyayat hatinya, ditambah bumbu dengan nada pedas.
"Pandu kamu nggak boleh ngomong gitu sama Aden, ini salah mami. Aden nggak tau apa-apa, maafin mami Pandu."

KAMU SEDANG MEMBACA
CASM {Mamang Cilok}
Ficção AdolescenteSampul; deerlu794 Lengkap sampai TAMAT Cuma penjual Cilok kok. kebetulan aja dia ganteng. Disukai sama remaja anak orang kaya cuma dia cowok juga. Pastinya gak mau dong penjual ciloknya kan normal. Gimna sih perjuangan anak orang kaya buat dapetin m...