Cilok lima belas

9.4K 968 127
                                    

~selamat membaca~

Di ruang tamu milik tante Inggrid, Aden sedang duduk di kursi yang terlihat sangat mewah— ada Pandu yang masih memakai seragam sekolah juga duduk di sebelahnya.

Tante Inggrid dan tante Siska duduk di kursi berbeda, di sebelah dua remaja itu. Padahal secara penampilan Pandu jauh lebih keren dibandingkan Aden. Tapi entahlah, aura yang dimiliki Aden mampu membuat dua wanita dewasa itu tidak berhenti memandang wajah laki-laki itu. Meski sederhana tapi Aden memiliki daya pikat tersendiri. Senyumnya tulus dan tatapan matanya teduh. Wajar jika kedua tante itu benar-benar ingin membungkusnya.

Kedua tante itu mengulas senyum, menatap Aden yang masih duduk sambil merundukkan kepala.

"Tolong dipikirin lagi, kesempatan tidak akan datang dua kali!" Tante Inggrid masih berusaha membujuk Aden. Sebenarnya ia merasa kecewa dengan keputusan Aden yang menolak tawarannya supaya menjadi assisten pribadi. Wanita itu juga sedikit terkejut kalau Aden ternyata datang kerumahnya tidak sendiri, melainkan bersama Pandu. Selain itu ia sedikit kesal, karena yang lebih banyak berbicara dengannya itu adalah Pandu. Aden hanya diam, terkadang ia cuma menganggukan kepala jika setuju dengan apa yang dikatakan Pandu.

Aden menoleh kesemping, menatap Pandu yang sedang duduk di sebelahnya. Kemudian perhatiannya kembali ke arah tante Inggrid.

"Iya bu, maaf saya enggak bisa terima tawaranya ibu." Manik mata Aden melirik ke arah amplop berwarna cream yang sudah ditaruh di atas meja oleh Pandu. "Itu uangnya aku kembalikan aja."

Tante Inggrid menghela napas lembut, kemudian ia bersitatap dengan tante Siska di sebelahnya. Ia terdiam dan seperti sedang merencanakan sesuatu. "Berarti itu artinya kamu sanggup ganti baju tante itu dong?" Ujar tante Inggrid.

Pertanyaan tante Inggrid membuat Aden menoleh ke arah Pandu. Secara kebetulan juga Pandu menoleh ke arahnya.

Pandu menganggukkan kepala sambil tersenyum simpul. Isyarat supaya Aden menyanggupi permintaan tante Inggrid.

Aden kembali menatap tante Inggrid, meski dengan perasaan ragu akhirnya laki-laki itu berkata. "Iya bu, saya sanggup, tapi... tolong kasih saya waktu."

"Oh iya tante, masa harus ganti sesuai dengan harga baju itu? apa itu namanya bukan pemerasan?" cetus Pandu.

"Pandu, dengerin tante, baju itu udah rusak, tante nggak mau pakai lagi, kalau enggak rusak tante masih bisa pake berkali-kali-" tante Inggrid menggantungkan kalimatnya. Ia diam lalu melihat Aden dan Pandu secara bergantian. "Yaudah gini aja, nggak usah sesuai harga baju itu, kamu cukup ganti lima puluh juta aja."

Tante Inggrid menatap Aden dengan senyum yang sulit diartikan. Wanita itu merasa yakin, seandainya ia menurunkan nomilnya, semisal sepuluh juta pun, Aden tidak akan sanggup menggantinya.

Akhirnya Pandu bisa sedikit bernapas dengan lega, meski angkanya masih terlalu besar setidaknya sudah berkurang.

Berbeda dengan Aden, wajahnya masih terlihat lesu, angka lima puluh juta masih sangat besar baginya.

Pandu mendekatkan wajahnya di telinga Aden, "udah lu tenang aja, nggak usah kuatir, gue bantu," bisik cowok itu.

Aden hanya tersenyum tipis, wajahnya masih terlihat datar.

"-tapi ada syaratnya," imbuh tante Inggrid.

"Syarat?" Pandu dan Aden bertanya secara bersamaan.

"Iya, kamu tante kasih syarat. Lima puluh juta itu harus udah kamu kasih ke tante minggu depan," tegas tante Inggrid.

Mendengar waktu sesingkat itu, Aden menelan salivanya. Wajahnya kembali terlihat bingung.

"Oke satu minggu!" Ucap Pandu penuh dengan keyakinan.

CASM {Mamang Cilok}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang