Cilok dua puluh delapan

8.6K 952 204
                                    

"Lu tau kan? Di dunia ini nggak ada yang sempurna, setiap orang pasti punya kekurangan. Setiap orang yang kuat juga pasti punya titik kelemahan. Dan letak titik kelemahan gue, ada di elu."_Pandu

~selamat membaca~


Masih flash back...

"Bu." Panggil Aden dan membuat ibu Veronica membatalkan niatnya untuk berdiri. "Kira-kira Pandu cuci darahnya sampe kapan?"

"Sampe kami menemukan pendonor yang cocok," jawab ibu Veronica. "Kami akan berusaha mencari secepat mungkin."

Menarik napas dalam-dalam, kemudian Aden hembuskan secara perlahan. "Yaudah bu.. Aden mau."

Keputusan Aden membuat ibu Veronica mengerutkan wajah, bola matanya berkaca dan bibirnya bergetar akibat rasa haru yang tidak mampu ia tahan lagi.

Ibu Veronica berpindah duduknya di dekat Aden. Perlahan wanita itu mengulurkan tangan meraih kepala Aden, menariknya pelan kepala lantas menidurkannya di dadanya. "Terima kasih, Aden," ucap ibu Veronica. Kemudian ia terisak.

Wajah Aden datar menyandar di dada ibu Veronica. Laki-laki itu hanya pasrah dengan apa yang dilakukan oleh ibu Veronica. Punggung tangan Aden mengusap air mata yang mulai mengalir di pipi dan di bawah hidungnya. Aden ikut menangis lantaran rasa haru yang ibu Veronica tularkan padanya.

"Ibu percaya sama Aden, Aden anak yang baik. Ibu yakin Aden laki-laki sejati dan tidak akan pernah suka sama laki-laki," lanjut ibu Veronica sambil menyeka air matanya yang sudah membanjiri pipi.

"Trus Aden musti gimana bu?" Tentu saja Aden masih bingung. Ia juga bukan artis yang pandai berakting. Ia tidak tahu dari mana harus memulai perannya.

Ibu Veronica melepaskan pelukannya. Ia tersenyum, meski ada sisa-sisa tangisan di wajahnya.

"Semuanya sudah ibu pikirkan," ibu Veronica mulai memberikan intruksi yang harus dilakukan Aden. "Pertama, tidak boleh ada yang tau soal pertemuan kita. Pandu juga nggak perlu tau kalau ibu yang bantu Aden dari masalah tante Inggrid. Kedua kamu harus sekolah di sekolah Pandu, dan harus satu kelas sama Pandu."

"Aden kan telat satu tahun bu, mana bisa langsung kelas sebelas," potong Aden.

Ibu Veronica tersenyum simpul, "semua biar ibu yang urus, kepala sekolahnya pasti akan nurut sama ibu, nanti biar dia yang atur. Tapi tetep Aden harus rajin belajar karena ibu kepingin sekolah kamu bukan pura-pura juga, tapi resmi terdaftar di sekolah itu." Jawabnya. "Anggep saja ini beasiswa dari ibu, tapi atas nama kepala sekolah. Anggep ibu tidak tahu apa-apa meski ibu dibalik semua ini. Satu lagi, jangan kasih tau Pandu kalau ibu sudah tahu Pandu suka sama Aden. Solanya pas ibu ke kosan kalian, ibu nggak mau bahas itu sama Pandu." Jelas ibu Veronica.

Aden menyimak dengan baik semua yang diterangkan ibu Veronica padanya. Meski ada sedikit yang mengganjal— karena ia tidak sampai hati membohongi Pandu, tapi jauh di lubuk hatinya Aden tidak ingin Pandu menanggung sakit. Aden hanya bisa berharap semua akan baik-baik saja.

"Satu lagi pesan ibu, ini cuma pura-pura," imbuh ibu Veronica.

Aden tersenyum simpul, "iya bu, Aden paham." Jawabnya.

***

Setelah pertemuannya dengan Aden, ibu Veronica datang ke tempat kontrakan Anis dan Dadang. Ibu Veronica tidak main-main dengan rencananya, sehingga ia merasa perlu dukungan dari keluarga Aden. Awalnya Anis dan Dadang merasa keberatan dengan rencana ibu Veronica yang dianggapnya diluar nalar. Tapi karena ibu Veronica bisa meyakinkan, Anis dan Dadang juga tidak tega dengan Pandu, sehingga Anis dan Dadang mengijinkan Aden membantu ibu Veronica.

CASM {Mamang Cilok}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang