Chapter 5

172 13 2
                                    

"Yang Memegang Kendali Soal Hidup Adalah Diri Kita Sendiri"

****

Davira memasuki sekolah yang sudah ramai pagi ini, semua kelas sepuluh menuju mading melihat dimana kelasnya berada, termasuk dirinya.

Semalam Davira tidak bisa melupakan kejadian kemarin dirinya ditolong oleh lelaki bernama Andaru, cowok yang Davira baru kenali, ia ingin berterimakasih mengingat kemarin dirinya langsung saja pergi.

AUDY ORNELLA       X IPA 2
RAILA MAHARANI    X IPA 2
DAVIRA SEKAR        X IPA 2
TIARA NURADELA   X IPA 2

Itulah yang tertulis di mading. Letak kelas Davira berada di lantai tiga dekat tangga, ia mempercepat langkahnya sebelum berdesak-desakan menuju lantai tiga. Di tambah lagi masih banyak orang-orang yang mulai melirik-lirik ke arahnya, sampai saat ini Davira belum mengetahui adaapa dengannya.

Setelah sampai di depan kelasnya, ia mengintip sedikit dan terkejut ketika melihat di dalam kelas nya terdapat segerombolan laki-laki yang ia tau mereka adalah kakak kelasnya dilihat dari lambangnya berwarna merah, berbeda dari lambang yang dirinya gunakan.

"Gue gak salah, ini benar kelasnya" ucap Feri, dikenal sebagai senior yang suka mengincar para adik kelas.

"Nama nya siapa sih. Aelah! lo urusan cewek pelit banget"

"Banyak yang bilang tuh cewek incarannya si Dewa. Lo berani ngambil?"

"Kemarin aja tuh cewek diliatin mulu sama si Dewa" ucap temannya.

"Gue gak ikutan deh Fer, kalau urusannya sama Dewa. Takut gue" balas salah-satu cowok yang berada di antara segerombolan itu dengan bergidik ngeri.

"Kemarin Si Dewa beneran merhatiin cewek? kok gue gak sadar sih?!"

"Ya..Lo di mana tolol! Gak ikut upacara diam aja lo" ucap Feri.

"Tapi kenapa yaa? Dewa sampe merhatiin gitu. Gak biasanya.."

"Naksir kali"

Berbagai sahutan bermunculan. Kali ini Feri terdiam, dan menetralkan mukanya yang sedikit terkejut.

"Tau dari mana lo?" merasa tidak yakin dengan yang dikatakan temannya itu.

"Lah, lo ngeliat sendirikan kemarin pada kaget ngeliat Dewa merhatiin cewek, lama baget lagi"

"Lo tau kan Dewa kalau liatin orang paling di ajak berantem doang, dan biasanya tuh cowok"

"Bodo ah! gue gak peduli mau Dewa suka kek, mau enggak pokoknya gue harus dapatin nomor telfon tuh cewek" tegas feri meyakinkan teman-temannya.

Davira mencerna semuanya, bukannya percaya diri bahwa dirinya yang di bicarakan melainkan Davira mengingat ketika dirinya bertanya mengapa orang-orang memperhatikannya.

Satu kata yang muncul yaitu, Dewa.

Astaga, ia tidak merasa mempunyai kenalan bernama Dewa, siapa cowok itu. Cari aman, itulah yang Davira harus lakukan, melihat jam di pergelangan tanggannya. Sepertinya bel masuk masih lama, ia bisa mengulur waktu agar dirinya dapat masuk tanpa bertemu dengan segerombolan laki-laki didalam kelasnya.

••••

Davira melangkah mantap turun kembali,sebelum mencapai pijakan terakhir seseorang memanggilnya.

"psttt.."

Davira bingung melihat sekitar lalu menghadap kembali ke arah perempuan itu,dan menunjuk dirinya sendiri.

"iyaa elooo" Mau tidak mau ia melangkah kakinya menuju UKS tempat cewek itu menyembulkan setengah badannya dari balik pintu.

"Kenapa?" Tanpa basa basi Davira bertanya, cewek di dalam UKS itu langsung saja menariknya masuk dan segera mengunci pintu.

"Apaan nih?!" ia merasa dirinya di jebak oleh orang yang ia tidak kenali, di tambah lagi ruang uks sepi tidak ada siapa-siapa hanya mereka berdua.

"Kenalin, gue Raila kelas sepuluh IPA dua yang kemarin baris samping lo, ingat?" ucapnya sambil mengulurkan tangan kehadapan Davira.

Davira melirik sebentar, sebelum akhirnya membalas uluran tangan tersebut.

"Davira sekar" balasnya singkat.

"Gue tau kok, kemarin lo jadi topik hangat di kalangan kelas sepuluh, gak taudeh kalau udah sampai di kakak kelas." ucapnya ke Davira.

Ia hanya mengernyit bingung.

"Loh, kok bisa?"

"Lo gak tau?, astaga lo tuh sekali kali peka sama sekitar lo"

"Ada apa sih?" Tanya Davira

"Kak Dewa ngeliatin lo, lama banget lagi, lo nya aja emang gak peka." Ucap Raila membuat Davira menyerngit bingung.

"Kenapa?, gue ada buat salah?"

"Gak tau deh, makanya gue nanya elo
kemarin, lo kenal gak sama kak Dewa?!" dengan gerakan refleks Davira menggeleng.

"Gak kenal, gue gak tau orangnya yang mana, lagian suka-suka dialah mau ngeliat siapa, kok jadi masalah sih?"  kali ini dirinya benar-benar bingung, Raila melihat jam di ponselnya.

"Nanti gue jelasin, untuk sekarang lebih baik kita kembali kelas, kayaknya kak Feri sama teman-temannya udah gak ada deh" Ujar Raila

"Kak Feri?" beo Davira merasa bingung.

Raila menghela nafas sesaat.

"Kak Feri ngincer lo, astagaaa...lo gak liat di kelas tadi rame, itu semua teman-temannya kak Feri"

"Hah?" Beo Davira, sebenarnya ia ingin jawaban lebih tetapi berhubung bel tanda masuk telah berbunyi dengan cepat Raila menarik Davira keluar dari UKS.

Mereka berlari menuju kelasnya, takut kalau kalau guru sudah ada didalam kelas, bisa-bisa mereka dimarahi masih berkeliaran.

Sesampainya di koridor lantai tiga yang sepi dikarenakan semua siswa telah masuk kedalam kelas masing-masing.

Raila bernafas lega begitupun Davira, mereka masuk kedalam kelas, suasana benar-benar damai berbanding terbalik dengan tadi, walaupun sebagian melirik Davira dengan tatapan sulit diartikan. Waktu Feri dan teman-temannya berada disini suasana kelas benar-benar tidak nyaman dan kelas yang awalnya rapi, sedikit berantakan akibat beberapa kursi yang terdorong dan sempat di duduki oleh segerombolan cowok-cowok yang memasuki kelasnya tadi.

Davira mengambil kursi ke empat dari depan yang kebetulan masih kosong, Raila-pun mengikutinya, menyimpan tas dan menormalkan nafas setelah berlari menuju kelas.

"Eh Davira kan?, dicariin noh sama kak Feri katanya dia minta nomor lo"  Ucap seorang cowok sambil menunjuk kearah Davira.

Davira melirik sebentar, bingung ingin menjawab apa, di satu sisi ia benar-benar tidak ingin memberikan nomornya kepada orang yang belum dia kenal, disisi lain ia pasti dikira sombong jika dia menolak untuk memberikan tetapi ia sangat malas berurusan sama kakak kelas.

"Hp Davira jatuh waktu naik tangga tadi, jadi gak bisa di pakai dulu, bilangin ke kak Feri" Sahut Raila meyakinkan.

Davira bernafas lega, merasa beruntung ada Raila, walaupun alasanya benar-benar tidak masuk akal, ponselnya masih aman-aman saja di dalam tasnya sekarang.

"Oh, yaudah deh nanti gue kasi tau" ucapnya lantas cowok itu kembali lagi ke bangkunya dan mulai mengobrol dengan teman-temannya.

Tidak lama setelah itu masuklah perempuan sekitar tiga puluh tahun membawa setumpuk buku dan juga tas, yang ternyata menjadi walikelasnya selama setahun kedepan.

"Makasih La" bisik Davira, Raila mengangguk singkat.
•••••

EnigmaticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang