Chapter 17

110 10 0
                                    

u can't have a rainbow without a little rain

🌈🌈🌈

Nafas Davira seakan ingin habis, Davira sudah tidak tahan lagi untuk berlari-lari seperti ini, Dewa yang seakan mengerti apa yang Davira rasakan menggenggam dengan erat tangannya.

Lagit ibukota sedang senja, sebentar lagi matahari akan tenggelam, sedangkan mereka belum sampai kerumahnya masing-masing, Davira sendiri merasa sangat sial, lagi-lagi ia berfikir untuk mengulang waktu kembali dan menuruti apa yang teman-temannya katakan, kalau sudah begini ia sendiri yang rugi.

Dewa sendiri mulai kelelahan, Davira melihat keringat Dewa jatuh satu per satu, sesekali ia mengusup keringatnya dan kembali menggengam dengan erat tangan Davira dan berlari dengan kencang.

Setelah agak jauh berlari, Dewa berhenti melihat sekeliling dan mengatur nafasnya kembali, hal itu dimanfaatkan Davira untuk berjongkok mengatur nafas,sekarang baju mereka berdua dibanjiri oleh keringat karena berlari sangat jauh, rambut Davira yang di urai menjadi sedikit basah dan lepek tetapi hal itu tidak terlalu ia pusingkan, Davira memegang dadanya, merasakan jantungnya berdetak dengan kencang seakan baru saja maraton.

"Masih sanggup?" Dewa berdiri di hadapan Davira, sontak perempuan itu mengangkat wajahnya dan melihat tangan Dewa yang terulur kearahnya.

Davira menerima uluran tangan Dewa karena saat ini dirinya betul-betul butuh kekuatan untuk berdiri kakinya seakan lemas, tetapi tetap mengangguk dengan pertanyaan yang Dewa berikan.

"Dikit lagi, motor gue ada disana"

Akhirnya mereka kembali berlari walaupun kali ini tidak dengan perasaan takut seperti tadi, Dewa dan teman-temannya sengaja meletakkan motornya jauh dari sekolah, hal ini sudah ia duga agar jika terjadi hal seperti ini mereka bisa berlari terpencar sehingga membuat polisi bingung sesaat.

Ketika sampai di warung tempat motornya berada Dewa dan Davira duduk di kursi warung yang sudah disediakan, Davira meletakkan kepalanya di meja dan memejamkan matanya sebentar, sungguh rasanya seperti seakan ia baru saja menantang maut. Dewa yang melihat itu tersenyum kecil, melihat perempuan itu menormalkan deru nafasnya, melihat beberapa anak rambut yang menempel di wajahnya akibat keringat, menambah kesan manis pada perempuan yang masih memejamkan matanya.

"Bu, minumnya satu, jangan yang dingin" ucap Dewa kepada penjaga warung, tempat dirinya biasa nongkrong bersama teman-temannya.

"Ini mas minumnya.." ucap penjaga warung tersebut, sambil meletakkan minuman botol yang masih tersegel.

"Nih, minum"ucap Dewa datar.

"Makasih kak.." balasan Davira sempat membuat Dewa kaget, baru pertama kali ini mereka sedekat ini selain kejadian di kantin waktu itu.

"Kak?" beo Dewa

Davira langsung menghadapkan wajahnya ke arah Dewa dan mengernyit bingung.

"Loh? salah yah?, kakak-kan, kakak kelas jadi saya manggil nya "kak"."

"Gue bukan kakak lo"

Davira kembali menyerngit bingung, siapa yang bilang kakaknya.

"Dewa aja" Ucap Dewa

Davira mengangguk-ngangguk, seolah mengerti.
sekarang keadaan mulai canggung, Davira tidak tahu apakah ia langsung pulang saja, pasalnya orang di depannya sekarang ini hanya diam.

"Hm, Gue pulang, soalnya udah mau magrib takutnya dicariin sama mama" ucap Davira sesopan mungkin, padahal ia jelas tau mamaya belum pulang jam segini.

EnigmaticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang