56

563 29 9
                                    

Keisha.

Kalau lo bertanya, pilih Dylan atau Yosha, gue akan menjawab; Yosha. Karena gue pernah baca sesuatu, dan lagi, Dylan terlalu menyakiti gue. Lo tau, setelah putus gue dideketin lagi. Tapi apa? Nyatanya dia jadian sama adek kelas yang namanya Dayra, dan dia masih berani bilang "tunggu gue saat Lo lulus kuliah, tunggu gue. Gue harus ikut Umi ke Australia, " segila itu.

Alasan yang gue pernah baca itu; if you loved two people at the same time, choose the second. Because if you really loved the first one, you wouldn't have fallen for the second.

Kalau di pikir-pikir sih ada benarnya. Tunggu, sebelum lo gregetan, mari gue ceritain gimana Dylan nembak Dayra.

Awalnya, sore itu. Kita berdua janjian ke salah satu tempat, katanya dia mau ngomongin sesuatu. Ya gue udah diledekin aja, katanya mau diajak balikan, cih. Setelah sampai, raut wajah Dylan berubah serius, dia mulai gelisah. Gue gak mau ge-er ya tapi gimana, plis lah.

He held my hand, tightly.

The he smiled.

"Apa sih," gue bukannya risih, tapi malu plus deg-degan.

"Mau latihan nembak cewek,"

Dang, gue susah untuk bernafas. Entah yang dia maksud gue atau cewek lain. Yang jelas gue deg-degan. Dugun-dugun tak tertahan.

Tapi heyyy, kalem dong.

"Emang mau nembak siapa?" tanya gue yang sebisa mungkin kalem.

"Guess who? She's here," dan Dylan terkekeh kecil.

WOY, BAYANGIN. GIMANA GAK GE-ER COBA.

Siapa? Lama lo," gue masih berusaha kalem. Gue melepas genggaman tangan Dylan, meraih minum gue.

Menetralisir degup jantung.

"Dayra, masih otw deh hehehe,"

Dan rasanya kayak, kretek kretek or bunyi potekan krupuk. Krenyes banget. Gue tertawa hambar, menertawakan kebodohan gue selama ini. Gue ninggalin Yosha demi cowok bastard kayak Dylan? Betapa bego nya gue.

Udah memasuki tahap tolol kuadrat.

Atau sampai ke dalam sumsum tulang.

Dylan Salah tingkah. Intinya, setelah itu Dayra dateng. Dia nembak depan gue. Gak sih, tapi gue masih ada di meja situ, pura-pura gak kenal Dylan. Dylan duduk di belakang gue, ya gimana. Gue langsung nelfon Yosha, reflek gitu aja.

Dan ajaibnya, Yosha mau jemput gue.

Apa yang gue lakuin setelah itu? Marah. Bukan ke Dylan, tapi ke diri gue sendiri. Dan lo tau apa yang bikin gue makin marah, omongan Yosha.

"Gak apa-apa. Bukan jodoh. Jangan merasa gimana-gimana sama gue, gue juga harusnya bisa total buat Lo lupa sama Dylan. Serius Kei, gak apa-apa. Udah ya? Sekarang gue temenin, kemana aja yang lo mau. Gue traktir juga, ya?"

"Nah, it's okay. Don't apologize to much, I still love who you are. Even though you're cruel,"

"Kei, if you can't find the cure, I'll fix you with my love,"

"I promise I won't hurt you like he did,"

Lalu gue hanya bisa menangis dan mengatakan jangan berjanji kalau dia belum bisa nepatin itu, dan Yosha bilang;

"Okay, I'm not promise, I swear to God,"

Dari situ, entah kenapa gue melihat keseriusan Yosha. Toh kalau dia ngelanggar, dia yang dosa. Hehe.

Complicated Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang