lificea stories - guardian

566 9 0
                                    

lificea stories - guardian

Helen yang akhirnya merasa mereka sedang menjadi tontonan dan gunjingan segera membisiki kakaknya sesuatu yang terlihat sangat serius tapi tak terdengar apapun dari felicia yang berjarak relatif dekat. Setelah selesai membisiki kakaknya, helen menarik tangan kiri felicia pergi dari kantin menuju tempat tempat tersembunyi yang jarang dikunjungi orang-orang.

Disana helen mengambil sebuah batu kecil dan melemparnya sejauh mungkin untuk melepaskan kekesalannya. Batu yang dilempar mengenai sebuah pohon besar yang membuat pohon itu tumbang seketika, membuat suara jatuh yang keras dan sedikit gumpalan debu melayang keatas sisa dari jatuhnya si pohon nun jauh disana.

Keringat dingin felicia sempat mengalir di punggungnya 'adiknya saja begini apalagi kalau berhadapan dengan kakaknya, untung waktu itu aku memilih jalan damai! Kalau harus konfrontasi fisik sudah dapat dipastikan aku kalah telak!' Jerit felicia dalam hati mensyukuri keputusannya yang tepat disaat genting.

"Maaf ya, fel. Kakakku memang jahil begitu, padaku juga begitu. Disekolah sebelum ini apa lagi, dia mengindap siscom(sister complex). Aku jadi kesulitan mencari teman gara-gara dia." Jelas helen lirih dan perlahan dengan mata sendu berharap felicia tidak menjauhinya seperti teman-temannya dahulu

"Tenang saja!" Sahut felicia sambil menepuk pundak kiri helen memberinya semangat "aku juga punya kakak yang tak kalah usil"

Helen mulai terlihat lega, dan kembali bersemangat.

"Bagaimana kakakmu?" Tanya helen yang langsung membuat felicia menerawang jauh ke langit yang masih biru

Mereka bercakap-cakap sampai bel masuk pelajaran berbunyi, mereka kembali akrab

seolah tidak terjadi apapun sebelumnya.

Malam hari, felicia kembali mengirimkan burung gereja mini untuk leon, ditemani husk yang mengawasi sekitar.

"Kenapa kau tidak katakan saja pada adikmu yang sebenarnya?" Tanya felicia menbuka percakapan, ia agak penasaran pada sikap diam seribu bahasa yang diambil husk

Husk terlihat terdiam sejenak, mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan itu.

"Adikku kurang pintar menyimpan rahasia dan mengelola emosi. Sangat berbahaya kalau dia tahu yang sebenarnya." Jelas husk perlahan "menurutku lebih bijak kalau dia tidak tahu apa-apa. Bukankah blue eyes clan juga sedang diburu dengan harga tinggi diluar sana?"

Felicia terdiam memikirkan semua ucapan husk dan teringat kejadian mengerikan waktu sebatang pohon tumbang kena lemparan batu kecil.

"Kalau boleh tahu, apa yang helen bisikkan pada dirimu?" Tanya felicia lagi yang hanya disambut senyum penuh arti oleh husk, merasa sudah waktunya istirahat dan husk juga terlihat tidak mau bicara lagi, feliciapun pergi duluan menuju kamarnya meninggalkan husk sendirian disana yang malah asyik menatap bintang dilangit malam.

Beberapa hari berlalu, saatnya liburan. Anak-anak segera bersiap berkemas untuk

melewati liburan ini dirumah masing-masing.

Felicia terlihat tidak berkemas, helen menatap bingung felicia.

"Fel, kau tidak mau pulang dan menghabiskan liburan di rumah?" Tanya helen yang langsung mengambil tempat duduk di sebelah kanan felicia

"Tidak, liburan kali ini akan aku habiskan disekolah." Jawab felicia pura-pura tegar, air matanya sudah membuat kabur pandangannya yang untungnya belum menetes keluar.

Felicia tak mungkin pulang, dirumah ayah tentu akan mengingatkannya akan ayah yang kejam. Sementara kalau ke rumah nenek, akan mengingatkanya pada kakaknya leon yang tak akan mungkin pulang lagi kedunia sihir dalam waktu dekat.

"Tidak keberatan, kalau melewatkan waktu liburan dirumah kami?" Cetus suara seorang laki-laki dari pintu menawarkan ide

Felicia dan helen segera menengok ke arah datangnya suara, mereka terlihat sangat kaget. Di asrama putri ada laki-laki yang dengan mudahnya masuk?!

another worldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang