26- That Isn't My Home

4.2K 480 31
                                    

Jimin terus memperhatikan Jungkook yang sedang duduk di ruang tamu. Hoseok yang juga sudah dia hubungi kini berdiri disampingnya yang juga ikut memperhatikan Jungkook.

"Apa kau yakin mengijinkan dia tinggal disini, Jimin?"

"Aku tidak tau. Dari pada dia tinggal di panti asuhan"

Hoseok menghela nafasnya panjang. Lalu mendekat pada Jungkook. Langkahnya tidak bisa dihentikan oleh Jimin.

"Jungkook..". Yang dipanggil langsung mengangkat kepalanya perlahan dan ikut berdiri menatap Hoseok dengan tatapan sendu. "Sungguh kau tidak bisa disini. Kau punya keluarga. Pulanglah, aku dan Jimin akan mengantarmu"

"Siapa? Apa si Kim itu yang kau maksud keluargaku?" tanya Jungkook dengan suara yang sangat sinis. "Aku yatim piatu sekarang" tegasnya.

"Jungkook tolonglah berfikir dengan jernih. Kau tidak bisa untuk tinggal disini. Aku mengerti kau menolak keadaan tapi kau tidak bisa lari dari kenyataan. Apa perlu aku memukulmu dulu baru kau sadar?". Hoseok sangat kesal. Jika Jungkook terus terdiam di rumah Jimin maka anak itu pasti akan disangka menculik Jungkook dan masalah akan jadi makin besar.

"Kau bunuh aku sekarang juga tidak apa, Hoseok". Jungkook sekarang sudah benar-benar tidak peduli lagi nasib selanjutnya yang akan dia terima.

"Jungkook, kau tidak bisa terus larut dalam kesedihanmu. Aku tau aku tak pantas seperti ini karena aku juga ikut membullymu. Aku sudah terlambat sekali untuk mengucapkan maaf tapi setidaknya kau harus fikirkan kau punya rumah dan juga keluarga yang selalu menunggumu. Tidak seperti aku dan Jimin yang harus banting tulang menghidupi diri kami sendiri"

Jimin yang semula melihat dari kejauhan berjalan mendekat pada mereka berdua. "Jungkook, apa yang dikatakan Hoseok benar. Aku yakin kesedihan ini tidak akan bertahan lama. Ayahmu tidak akan bahagia jika putra yang dia cintai terus terpuruk bahkan berfikir untuk pergi dari rumah"

Jungkook memainkan jemarinya yang tergantung begitu saja pada sisi kiri dan kanan tubuhnya. Semua kalimat dan nasehat dari Jimin dan Hoseok terus berputar dalam kepalanya.

"Kami tidak pernah merasakan tidak memiliki rumah, Jungkook. Untuk itu jangan sia-siakan yang sudah kau dapatkan. Lihatlah dari sudut pandang yang lain" lanjut Jimin dengan mengusap kedua lengan Jungkook. "Kau boleh beristirahat disini dan besok pagi aku akan mengantarkanmu pulang"

Jungkook tidak memberikan jawaban dan juga tidak memberikan respon apa-apa saat tubuhnya dibawa oleh Jimin ke kamar miliknya.

***

Jungkook menatap lurus pada atap rumah Jimin yang sedari tadi tak bosan dia pandang.

Kepalanya terus memikirkan semua ucapan Hoseok dan Jimin. Kedua orang itu kini tengah tertidur disamping kanan kirinya. Perlahan Jungkook menoleh pada keduanya. Jungkook yang tidak bisa tertidur kini beralih untuk berdiri dan berjalan keluar dari kamar dan dari rumah Jimin.

Kunci rumah yang tergantung begitu saja membuat Jungkook lebih mudah untuk pergi dari sana.

Sebelum benar-benar pergi Jungkook menyempatkan untuk menolehkan kepalanya satu kali lagi pada pintu kamar Jimin yang terbuka karenanya.

"Maaf Kak Jimin, Hoseok. Bagiku, rumah adalah tempat ayah, bunda, dan aku bersama-sama" setelah mengatakannya kelewat pelan, Jungkook membuka pintu dan melangkah pergi setelah menutupnya kembali.

Jungkook pasrahkan kedua kakinya untuk melangkah kemana pun dia ingin. Karena udara malam tak membuat kulitnya membeku meski kedua bibirnya sudah kering pucat.

Bintang yang bertaburan diangkasa menjadi pemandangan indah yang Jungkook lihat. Indah sekali menurutnya, sampai dia ingin merasakan berada diantara mereka. Karena keindahan itu Jungkook sampai harus dibuat menjatuhkan air mata dan membayangkan ayah serta bundanya dikelilingi dengan bintang yang cantik. Mereka pasti bahagia.

"Aku juga ingin bahagia.."

Jungkook tetap melangkah meski perlahan dengan tubuh yang lemas tak bertenaga. Sekali Jungkook hanya membiarkan kedua kakinya membawa tubuh beserta perasaan hancur miliknya sesuka ia.

Setelah membiarkan kakinya melangkah sejauh mungkin menurutnya. Jungkook berhenti. Langkahnya dia tunda untuk sekali lagi menengadah pada langit malam yang indah dengan hari yang kelabu.

"Ayah... Bunda... "

Kedua bibir pucatnya terbuka untuk menyerukan kedua orang yang sangat dia sayangi namun sudah tidak bisa lagi dia peluk.

"Aku minta maaf, aku tidak bisa..."

Jungkook menurunkan wajahnya perlahan dan menatap lampu lalu lintas untuk penyebrang yang ada disebrangnya. Hanya dia seorang diri yang berani keluar rumah saat angin malam sedang dingin-dinginnya.

Saat lampu yang menandakan tanda berhenti untuk penyebrang, Jungkook justru mengukir senyumannya dalam seakan hal itu adalah sedari tadi yang ia tunggu.

Kakinya yang berbalut sepatu kesayangan pemberian sang ayah berjalan menuju jalanan yang sudah pasti akan ada mobil yang melaju dengan kecepatan penuh karena pada dini hari seperti ini tidak akan ada penyebrang sehingga pengemudi mobil tidak perlu terlalu waspada.

Jungkook melangkah perlahan dan belum sampai ditengah jalan sebenarnya. Tapi telinganya sudah mampu mendengar ada mobil yang melaju kencang menuju dirinya.

Jungkook dengan wajah dan tatapan kosong menoleh perlahan kesebelah kanan tepat ada mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi. Tepat sekali berada didepannya.

Senyuman tipis Jungkook makin ketara saat lampu mobil begitu terang dan semakin terang menyinari wajahnya.

Sedikit lagi, dia akan datang pada kebahagiaan.

BEREAVE || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang