Jimin mengantarkan Jungkook pulang sampai di taman. Saat ini mereka masih dalam perjalanan kesana. Jungkook lebih banyak diam, meski Jimin lebih sering mengajak Jungkook bicara namun hanya dibalas satu dua sautan saja.
Menurut Jungkook, Jimin adalah orang baik dan juga pekerja keras. Dia juga sosok yang ceria dan juga selalu tersenyum sampai kedua matanya hanya tinggal segaris.
Dihari pertama mereka bertemu, mereka sama-sama merasa tidak boleh bertanya terlalu jauh tentang kehidupan pribadi. Jimin tidak ingin cerewetnya mengacaukan pertemanan mereka sehingga yang Jimin bicarakan hanya tentang kehidupannya saja. Jungkook juga mendengarkan itu semua dengan seksama. Jungkook juga ingin bisa bercerita dengan bebas seperti itu, tapi dia terlalu bingung topiknya apa.
"Jungkook, kurasa sampai disini saja aku mengantarmu"
"Ah, iya terimakasih Jimin"
"Kak Jimin!"
Bibir Jungkook mengerucut sebab Jimin yang meminta dirinya untuk memanggil Jimin dengan sebutan kakak. Taehyung saja tidak pernah mendengar itu.
"Aku lebih tua darimu"
Alis Jungkook makin menekuk setelahnya. Jimin tau umurnya?
"Baiklah, Kak Jimin. Sampai bertemu minggu depan"
"Sebelum kau pergi, aku ingin memberikan saran untukmu, Jungkook"
Jungkook yang sebelumnya mengambil langkah kini berbalik badan untuk menunggu Jimin berucap.
"Jika kau merasa lelah dengan hidupmu, lihatlah orang-orang disekitarmu. Kau bilang padaku kau merindukan bundamu, sejujurnya aku pun begitu. Aku juga merindukannya tapi aku membawa rasa rindu itu pada keceriaan yang membuatku merasa lebih baik"
Jungkook tertegun. Dirinya kehilangan kata-kata saat Jimin memintanya untuk ceria. Jimin hanya pemuda yang baru dia kenal beberapa jam lalu kemudian tanpa sengaja menjadi seorang teman dan sekarang memberinya semangat.
"Kau bisa menerima semua yang terjadi dalam hidupmu. Tuhan itu baik, Jungkook"
Lalu tanpa berucap pamit Jimin meninggalkan Jungkook yang masih berfikir. Jimin tidak mau menerima ucapan terimakasih dari Jungkook.
***
Taehyung merapikan kamar Jungkook yang berantakan. Entah sudah berapa lama kamar itu ditingalkan. Sejak Taehyung keluar dari kamarnya, dirinya tidak mendapati Jungkook disemua penjuru rumah.
Taehyung juga belum bertemu dengan ibunya karena sudah sejak pagi sekali ibu dan ayahnya harus pergi menuju suatu tempat. Hubungan antar kedua keluarga yang baru memang harus dibina dengan baik. Taehyung tidak ingin terlalu ikut campur.
"Apa yang kau lakukan dikamarku?!!"
Teriakan Jungkook mengejutkan Taehyung yang tengah mengelap sebuah bingkai foto. Dengan rasa terkejutnya, bingkai foto itu jatuh kelantai begitu saja. Jungkook makin naik pitam saat melihat Taehyung menyentuh bahkan memecahkan bingkai foto bundanya.
"Beraninya kau!!"
Jungkook maju dengan langkah lebar dan mencengkram kerah baju Taehyung untuk dia tarik menuju jarak yang tidak lebih dari sepuluh senti dari wajahnya.
"Kau tidak tau diri Kim!!"
"A-aku t-ti-tidak s-sengaja.."
Bugh!
Satu bogeman mendarat pada pipi mulus Taehyung begitu saja. Jungkook tidak mengijinkan Taehyung bicara.
"Kau perusak, Kim! Pergi! Pergi dari rumahku!!" Jungkook tidak peduli jika suaranya hampir habis untuk berteriak beberapa kali. Inilah yang terjadi saat dia berada di rumah.
"Jungkook, aku minta maaf. Sungguh aku tidak sengaja.."
Nafasnya berderu makin sering. Jungkook dengan raut kemarahan tampak menakutkan bagi Taehyung. "Aku hanya ingin merapikan kamarmu saja. Aku tidak sengaja. Sungguh, aku minta maaf.."
Jungkook mendorong kedua bahu Taehyung kasar sampai tubuh itu menghantam meja belajar Jungkook. Barang-barang yang dirapikan oleh Taehyung seketika berantakan dan berjatuhan.
Bugh!
Bugh!
Dua lagi kepalan tangan Jungkook dia arahkan kewajah Taehyung. Jungkook masih emosi, dia belum mau mengendalikan amarahnya.
"Kau memang anak jalanan yang tidak mengerti sopan santun! Ini kamarku! Jangan sok baik untuk merapikannya, Kim!"
Kim, iya Taehyung tau marga itu adalah marga aslinya. Tapi apakah tidak bisa Taehyung menjadi bagian dari keluarga Jeon?
"Jungkook!!"
Suara ayahnya membuat Jungkook berhenti mencengkram kerah Taehyung. Jungkook menghempaskan tubuh Taehyung kearah lemari. Sekali lagi menimbulkan kekesalan dihati Yoongi sebagai seorang ayah.
"Apa kau mau membunuhnya? Apa kau diajarkan seperti itu ditempat les karatemu?"
"Tentu! Karate itu hanya tentang memukul dan juga menindas yang lemah. Nyatanya aku dibesarkan seperti itu ayah!!"
PLAK!!
Tepat setelah tamparan itu melayang begitu saja dari Yoongi pada pipi kiri Jungkook, Taehyung yang gagal mencegahnya kini beralih untuk menyembunyikan tubuh Jungkook dibelakangnya.
"Apa ayah selalu sekasar ini pada adikku? Ini salahku. Aku tidak sengaja memecahkan barang yang begitu penting baginya"
Yoongi tidak merasa perlu untuk membalas kalimat Taehyung. Fokusnya dia kembalikan pada Jungkook yang masih membatu disana.
"Mulai besok, tidak akan ada les karate untukmu, Jungkook!"
Keputusan final telah diberikan oleh Yoongi. Jungkook juga tidak punya kesempatan untuk mengelak, hatinya hanya berlirih, "Jika aku mundur, maka aku akan dicap sebagai pengecut oleh Kim Namjoon dan Jung Hoseok"
"Ayah.." Taehyung mencoba mengingatkan ayahnya, membujuk untuk memikirkan kembali keputusannya itu.
Ayah? Hah! Taehyung sudah memanggil ayahnya dengan sebutan itu?
"Aku tidak akan meninggalkan karate!"
Yoongi dan Taehyung kembali menoleh pada Jungkook yang masih menundukan kepalanya setelah menerima tamparan Yoongi.
"Jika ayah tetap pada pilihan ayah untuk tidak berpisah dari nyonya itu. Maka aku juga akan tetap pada les karateku. Aku bukan pengecut yang tidak bisa membuat keputusan seperti ayah!"
Yoongi sudah hilang akal untuk menganalisis cerita dan kisah dibalik masa lalu sampai sebab dari keluarganya menjadi berantakan seperti ini.*
KAMU SEDANG MEMBACA
BEREAVE || END
FanfictionSedikit pun tidak pernah Taehyung menginginkan untuk lahir ke dunia jika hanya mengacaukan hidup adiknya Jungkook. @2019