8 : Merdu!

122 8 0
                                    

Suara yang lembut serta imut itu berhasil membuat Ryan menoleh ke sumber suara itu.

"Alin!" balas si pemilik nama. "Ngapain di sini?, blom di jemput abang lu?" tanya Ryan seraya turun dari motornya, dan melangkah mendekati Alin.

"Blom, bang Fathur kayanya gabisa jemput kak, soalnya dia ada kerja kelompok di rumah temennya." ujar Alin sambil memaparkan senyum manis yang mengembang di bibirnya.

"Ohh, kenapa senyum-senyum gitu? Masih waras kan?"

"Ihhh, masih lahh. Aku mau balikin tempat makan ini." kata Alin seraya mengulurkan tangannya ke depan yang menggenggam kotak makan berwarna oranye itu.

Ryan kaget, memasang ekspresi muka yang kebingungan.

"Ohh, iyaa. Enak mie nya?" tanya Ryan.

"Hah, kok, mie sih? Kan kak Ryan ngasihnya siomay mang asep." ujar Alin. "Pikun ihhh".

" Ohiya lupaa, hehe. Maklum banyak tugas" jelas Ryan sambil cengar-cengir. "Yaudah, mau pulang bareng gue?" tawar Ryan sambil mencolek hidung mungil gadis pemotret itu.

Alin mengangguk kecil sambil menebarkan senyum manisnya itu.

"Yuk!" ucap Ryan seraya menarik tangan Alin, dan membawanya ke motor sport milik Ryan, yang terparkir rapih di parkiran motor SMA PelSa.

Lalu Alin di antar Ryan pulang. Sepanjang perjalanan Alin cukup tidak terbiasa, yang biasanya di antar pulang oleh Galang dengan di selingi banyak tawa, kini hanya diam yang Alin rasakan. Memang Ryan sangat berbeda dengan Galang. Ryan cenderung lebih serius, berbeda dengan Galang yang sering bermain-main dengan semua hal. Alin akui, cowo berlesung pipit itu memang seperti angka 1,3,4,5 dan 6, kenapa? Karena tidak ada dua-nya.

Perjalanan terasa sangat lambat, hingga akhirnya sampai di rumah yang cukup minimalis, tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil, cukup lah, ditinggalkan dengan keluarga kecil. Alin turun dari motor Ryan, seraya melepas helm-nya.

"Makasih ya kak," ujar Alin sambil memeberikan helm-nya ke Ryan.

"Iya sama-sama, jangan lupa makan siang ya.." ucap Ryan seraya menutup kaca helm-nya. " Gue pamit yaa, asalamualaikum."

"Waalaikumsalam, hati-hati, kak!" ujar Alin.

Alin langsung masuk ke rumahnya

•••

Alin mulai merasakan hal yang aneh dengan perasaannya kepada Galang, kenapa kian hari, dia malah lebih sering memikirkan Galang daripada Ryan yang selalu ada untuknya. Perasaan itu membuat seorang Alin gelisah, siang itu cukup terik, kamar Alin terasa seperti di gurun pasir, panas sekali. Hingga akhirnya Alin memutuskan menyalakan AC 3 PK yang bertengger rapih di dinding atas kamar Alin. Kini suhu ruangan sudah menjadi sejuk, di temani alunan lagu-lagu One Direction yang membuat keadaan kamarnya tidak sepi.

Tiba-tiba saja seseorang masuk tanpa mengetuk pintu dan membuat Alin kaget serta menoleh ke arah pintu.

"Alin!" sapa Fathur seraya memasuki kamar bernuansa klasik itu.

"Ihhh! Abang! Kalo masuk ketuk pintu dulu kenapa sih. Kaget tau!" cerocos Alin. "Ada apa kemari?" tanya Alin seraya melipat tangannya di dada, sambil bersandar di atas kasurnya.

"Enggak ada apa-apa. Pengen main aja kesini, udah lama gak berantakin kamar kamu." ujar Fathur seraya duduk di bibir tempat tidur.

"Awas aja di berantakin. Tampol nih!" kata Alin sambil mengepal tangan kanannya.

Fathur pun bangun dari kasur Alin, dan melangkah ke arah meja belajar milik adiknya. Di atas meja belajar terdapat buku PR Alin yang jarang di buka, karena akhir-akhir ini para guru jarang memberikan PR.

GALANG [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang