Alpha kembali ke gedung kantornya untuk mengambil mobilnya yang masih disana. Sebenarnya ia penasaran dengan apa yang terjadi pada Edwin, ia hanya berharap Edwin akan baik – baik saja. Setidaknya Dyon tidak memukulinya hingga mati mengingat Edwin melawan empat orang yang tampak seperti preman elit yang sanggup meremukkan tulangnya.
Sebuah memo di atas dashboard mencuri perhatiannya. Alpha hampir lupa tentang Moira. Ia sangat sibuk dan pikirannya sangat runyam sekarang. Ia yakin Moira masih tidak mau pulang.
Ia harus menjemputnya.
Alpha pergi ke alamat yang di tuliskan Pharel. Sudah terlalu malam untuk berkunjung tapi ia tetap melajukan mobil ke kediaman Shana.
Mobil berjalan pelan ketika ia telah hampir tiba. GPS di mobilnya menyuruhnya berhenti didepan sebuah rumah kecil. Ia hampir tidak yakin, Moira berteman dengan teman yang bisa ia katakan miskin.
Alpha segera keluar dari mobil dan memasuki halaman rumah yang hanya seluas dua kali lima meter itu. Alpha mengetuk pintu sambil memperhatikan sekitarnya. Lampu penerangan teras tidak terlalu terang namun ia dapat melihat sepatu san sendal tersusun di rak sepatu panjang, dan beberapa pot tanaman kecil.
Pintu di buka dari dalam oleh ayah Shana. Ia terperangah dengan sosok yang berada di depan rumahnya. “Pak Alpha?” ia menyapa dengan tidak yakin karena wajah Alpha terlihat tidak baik karena bekas pukulan di bawah mata, bahkan masih ada bekas darah di sekitar bibirnya.
Alpha menatap kepada lelaki baya di depannya. Ia merasa memang pernah melihatnya. “Maaf saya datang terlalu malam, saya datang untuk jemput Moira”
“Moira lagi keluar, dia bilang mau ke tempat Shana kerja, mungkin mereka lagi di jalan pulang” jawab ayah Shana. “Silahkan masuk dulu pak, tunggu di dalam saja”
Alpha ingin menerima tawaran ayah Shana, tapi terdengar suara gadis – gadis dari arah jalan. Dan suara itu terdengar semakin dekat. Ia mengenali salah satu suara adalah milik Moira. Alpha dan ayah Shana tidak jadi masuk dan menunggu mereka tiba.
Moira melihat mobil yang biasa dipakai kakaknya terparkir di depan rumah Shana. Kakinya langsung berhenti. Ia ingin membalikkan badan untuk berlari tapi ia tidak tahu ia harus kemana lagi. Rasanya begitu takut bertemu dengan Alpha. Lebih takut daripada ia bertemu Edwin. Namun tangan Shana tidak melepaskan tangannya dan ia akhirnya bisa melihat Alpha di teras.
“Kak Alpha disini?” Shana berseru senang tanpa mengerti situasi antara Moira dan pria itu.
“Moi, ayo pulang!!”
Moira menggeleng – geleng, ia berdiri agak kebelakang Shana. Shana mencoba membaca situasinya sekarang. Menduga Alpha penyebab Moira uring –uringan kemarin. Moira melangkah cepat melewati Alpha masuk ke dalam rumah. Shana mengejarnya.
“Kalo kamu ga mau pulang kamu bisa disini aja” Shana mencoba mengerti keinginan sahabatnya.
“Moira harus pulang” ayah Shana tidak setuju. Bukannya ia tidak ingin di repotkan oleh Moira. “Jika ada masalah dirumah, sebaiknya kita jangan kabur, bicarakan baik – baik, kabur ga bakal menyelesaikan masalah kalian”
Moira mendengarkan nasihat ayah Shana. Ayah Shana ada benarnya hanya saja apa yang terjadi padanya dan kakaknya bukan hanya sekedar percekcokan saudara biasa. Tapi ia tidak mungkin melawan orang tua. Akhirnya ia harus mengalah dan mengemasi barangnya untuk pulang ke rumah.
Alpha masih menunggu di luar. Ia bersyukur Moira kembali keluar tidak lama kemudian.
“Terimakasih pak sudah ngijinin Moira nginep semalam” ucap Alpha pada ayah Shana dan Shana yang mengantar mereka hingga ke mobilnya.
“Makasih Shan, makasih pak.. maaf Moi ngerepotin. Titip makasih juga buat bunda” ucap Moira.
“Iya, lain kali main kesini lagi ga papa” ayah Shana menjawab dengan ramah. Ia dan puterinya melepas kepergian dua saudara itu dan masuk ke rumah setelah mobil Alpha meninggalkan mereka.
✳️✳️✳️
Moira masih terdiam saat di perjalanan. Otaknya mengemas apa yang ingin ia tanyakan. Tapi ia tidak tahu mulai dari mana. Seharusnya Alpha lah yang bicara, ia tidak perlu mengatakan apa – apa.
Alpha pun hanya diam saja. pria itu juga bingung harus memulai pembicaraan dari mana.
Tiba – tiba airmata Moira mengalir perlahan, tiba – tiba saja ia memikirkan betapa kedua kakaknya membencinya. Edwin yang selalu menjahilinya dan Alpha yang mengabaikannya. Ia mengira Alpha hanyalah berpura – pura baik padanya. Kakaknya hanya berencana mengerjai sama seperti Edwin. Harusnya ia sudah menduganya, setelah belasan tahun Alpha tidak menganggapnya ada, mustahil ia tiba – tiba berubah apalagi melindunginya. Ini hanyalah permainan agar membuatnya lebih menderita.
“Kak Alpha lebih buruk daripada kak Edwin” suara Moira terbata – bata.
Alpha tidak menjawab tapi tetap mendengarkannya.
“Sebenci itukah kalian sama Moi??” kini Moira menatap pria yang sedang menyetir itu.
Ia melihat tanda – tanda Alpha baru saja berkelahi. Ia tidak mau memikirkannya. Ia menyumpah itu mungkin akibat dari perbuatan buruknya sendiri.
“Moi ga pernah niat buat bikin hidup kalian ancur! Moi udah berusaha baik buat kalian! Apa kalian senang kalau Moi pergi aja?!”
Moira teringat pada kejadian kemarin. Pria ini yang mencoba menciumnya saat ia pura – pura tidur. Pria ini yang selalu mengabaikannya namun tiba – tiba baik kepadanya. Pria yang sebelumnya jugat membencinya. Dan tidak mungkin jika pria ini menyukainya.
Itu sangat mustahil. Satu – satunya hal yang masuk di akal bagi Moira adalah Alpha hanya berpura – pura baik demi membuatnya jatuh lebih sakit. Harusnya ia sadar saat Alpha memberikan saran kepadanya untuk kabur dulu. Ia terlalu berpegang pada harapannya.
“Kak Alpha bener – bener jahat!!”
Mereka memasuki pekarangan rumah. Sedikit lega rasanya ia sudah tiba. Ia ingin cepat – cepat pergi ke kamarnya dan mengunci diri agar tidak bertemu Alpha atau pun Edwin. Ia ingin tidur secepatnya agar dapat melupakan masalah ini sejenak.
“Kak Alpha ga perlu ngelakuin itu, kalau kak Alpha ga suka cukup abaiin Moi aja kayak biasa, ga perlu nyakitin Moi gini!! Kakak tau? Kak Edwin lebih baik karena ga perlu munafik pura – pura baik sama Moi, Kak Alpha lebih jahat, Kak Alpha orang paling jahat!!” Moira mengatakannya sambil menangis dan marah. Ia memberanikan dirinya untuk berucap demikian sebelum keluar dari mobil.
Moira melepas sabuk pengamannya dengan buru – buru dan ia membuka pintu mobil. Namun sebelum ia sempat kabur Alpha meraih tengkuk Moira, membuat gadis itu berpaling padanya.
Alpha benar melakukannya.
Ia menempelkan bibirnya pada bibir gadis itu. Ia mencium bibir Moira tanpa aba- aba dan tanpa izin.
✳️✳️✳️
🤯
To be continue...
![](https://img.wattpad.com/cover/200619487-288-k904233.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
H.O.M.E
General FictionYang terlihat di luar hanyalah sebuah cerita yang indah. Rumah megah itu menyimpan cerita yang sebenarnya. Moira : "Mereka membenciku meski papa berkata aku adalah malaikat. Rumah ini, aku akan mengembalikannya seperti yang seharusnya. " Edwin : "Se...