Morning Kiss

14 1 0
                                    

Alpha mencoba mengabaikan kegelisahannya. Selama ini ia tidak pernah menganggap Moira sebagai keluarga, jadi ia berpikir untuk apa ia memikirkannya sekarang saat hatinya sudah terlanjur jatuh pada gadis itu.

Mencintai seharusnya tidak menyakitkan seperti ini. Ia harus menikmatinya.

Sudah seminggu ini bi Laras hanya menyiapkan dua porsi sarapan. Tentu saja untuk Alpha dan Moira saja. Tuan dan Nyonya besar rumah sudah sebulan tidak berada di rumah, dan Edwin sedang bermasalah hingga tidak mau pulang memilih tidur di hotel. Rumah itu seakan milik Alpha dan Moira saja dan membuat bi Laras semakin tidak nyaman.

Pagi ini ia melihat mereka semakin terlihat akrab dan makan bersama. Mengingat adegan di dalam mobil membuat bi Laras mual. Ia segera meninggalkan area itu untuk mencari kesibukan lain.

Moira memperhatikan Alpha cukup lama. Ia masih terpesona dan heran kenapa ia terlambat menyadari betapa menawan pria di depannya. Hari ini Alpha bahkan mengenakan dasi, padahal biasanya ia pergi hanya dengan mengenakan kemeja polos jika ia sedang mood ia menambahkan jas dengan style santai.

“Sudah puas liatnya?”

Tiba – tiba Alpha mengagetkannya. Alpha tahu sedang diperhatikan. Ia membuat Moira sangat malu. Ia langsung mengalihkan perhatiannya pada sandwich yang masih utuh di piring.

“Kak, coba deh longarin dasinya bentar”

Alpha meliriknya dengan curiga dan alis kirinya terangkat karena heran.  Seingatnya dasinya sudah sempurna. Ia tidak tahu jika dasinya di longgarkan akan terlihat lebih bagus.

Sepertinya enggak.

Tapi Alpha seperti tidak dapat menolak. Ia mengikuti perintah Moira. Sekarang dasinya sudah longgar, tapi ia berniat mengencangkannya lagi saat di kantor nanti karena ia akan pertemuan penting hingga perlu berpenampilan rapi.

Moira beranjak dari kursinya menuju Abangnya. “Kak Alpha tau ga, kalau kita berdua aja terus di rumah kayak gini itu udah jadi kayak apa?”

Alpha menggeleng malas memikirkan. Ia hanya menoleh untuk melihat kearah Moira yang sudah ebrada di sampingnya.

“Udah kayak....” Moira menggigit bibirnya. Ia malu mengatakannya bahwa mereka sudah seperti pasangan yang baru menikah.

Konyol sekali!

Sebenarnya ia hanya ingin menggoda Alpha. Tapi ia menjadi sangat malu. Diraihnya dasi Alpha dan ia menariknya kembali untuk dikencangkan kembali. Ia selalu ingin melakukan apa yang ia saksikan dalam drama karena pemandangan seperti itu selalu terlihat romantis baginya.

Dan...

Ciuman ringan mendarat di bibirnya.

Kedua mata Moira terbelalak karena terkejut.

Sedangkan pria yang baru saja mencumbunya itu langsung kabur keluar ruangan. “Cepetan dihabisin kalo ga ku tinggal kamu!!”

Moira tidak mendengarnya. Wajahnya memerah. Jantungnya hampir meledak. Ini sangat tiba – tiba.

Bukan berarti Moira tidak mempertimbangkan kejadian itu akan terjadi. Hanya saja yang ia pelajari adalah pasangan tersebut akan saling memandang satu sama lain lalu terjadilah ciuman mesra di antara mereka. Tetapi Alpha menciumnya saat ia belum siap.

Alpha menuju garasi untuk mengeluarkan mobilnya. Ia terkekeh puas karena telah membuat Moira tersipu malu seperti itu. Beraninya gadis itu mencoba mengerjai pria dewasa sepertinya. Alpha tertawa kesenangan hingga wajahnya pun ikut memerah. Ia sangat menyukai Moira yang begitu polos sampai mengikuti adegan klise seperti itu.

Moira membungkus sandwichnya dengan tisu dan segera menyusul Alpha keluar. Ia meninggalkan dapur meski ia masih sangat malu. Tapi ia sangat bahagia. Bukan karena memiliki kakak laki – laki tapi karena ia memiliki seorang pria yang benar – benar ia sukai.

Di lorong dari dapur menuju ruang makan bi Laras terduduk lemas. Ia tidak bermaksud mengintip atau menguping. Ia benar – benar tidak menyangka mereka akan sebebas itu melakukannya di rumah. Mereka berani berciuman di pagi hari. Ia benar – benar tidak bisa membiarkannya.

Bi Laras mengendap ke toilet. ia bermaksud menelepon sang nyonya. Menurutnya hanya itu yang bisa ia lakukan. Ibu dari mereka akan menyelesaikannya dengan baik.

✳️✳️✳️

Ponsel mama terus bergetar di atas meja laci di samping ranjang. Papa yang tertidur sampai terbangun karena getarannya cukup keras. Ia terjaga dan melihat kesekitar. Isterinya tidak ada di kamar itusedangkan ponselnya tertinggal. Nama bi Laras muncul di layar. Panggilan itu berasal dari rumah mereka.

Papa bermaksud mengabaikannya karena berpikir ART mereka hanya ingin mengatakan perihal di rumah yang tidak begitu urgent baginya. ia berpikir isterinya akan cepat kembali, wanita itu tidak pernah pergi meninggalkannya di kamar rumah sakit lama – lama kecuali urusan pekerjaan.

Ponsel itu terus berbunyi hingga papa meraihnya.

“Iya bi ada apa?”

“T-Tuan...” bi Laras terbata.

“Ada apa menelepon?”

“Sebenernya saya mau bicara sama nyonya”

“Biar saya yang sampein”

“Tapi...”

“Apa terjadi sesuatu di rumah?”

“I-iya.. tapi..”

Bi Laras malah membuat tuannya khawatir. “Tapi kenapa?!” papa terdengar tegas karena firasat tidak enak langsung merasukinya. “Edwin buat masalah??!”

Bi laras akhirnya memberanikan diri menceritakan apa yang ia ketahui dan juga yang ia saksikan dengan pelan dan terbata. Ia yakin akan membuat tuannya marah besar tapi ia tidak ingin menyimpannya sendiri. Ayah dan ibu mereka harus mengetahui yang terjadi di rumah selama ini termasuk perbuatan Edwin terhadap Moira.

Papa menaruh kembali ponsel itu dengan tangan gemetar. Pandangannya tiba – tiba kosong . Menerawang jauh ke maslalalu, mengingat kesalahan apa yang telah ia lakukan hingga anak – anaknya tumbuh menjadi seperti ini. Ia ingin segera pergi untuk pulang ke rumah namun kondisi hatinya tidak memungkinkannya untuk pergi. Bahkan dengan selang infus yang masih menempel di tangan kirinya. Tiba – tiba airmatanya menitik. Kabar seperti ini sangat buruk untuk kondisi fisik dan batinnya.

Mama muncul dari balik pintu.  Ia terlihat lelah, ia mengatasi pekerjaan yang harusnya mereka handle berdua sendirian, ia juga mengurus papa sendirian. Sekretaris pribadi mereka memang mengikuti mereka namun mereka juga perlu beristirahat. Jadi terlalu berat jika papa memberi tahu yang terjadi di rumah.

“Ma... bagaimana kalau kita ajak Moira kesini?”

“Mama juga mikir sama, tapi Moi musti nyiapin kuliahnya pa, lagi pula sebentar lagi kita pulang”

“Sebenarnya papa khawatir sama Moira, Edwin sama Alpha....” papa menelan kembali kata – katanya.

“Kalau papa khawatir mama pulang sebentar nengok anak – anak, Agung sama Katrin biar di sini membantu papa”

“Tolong bawa Moira kesini sekalian”

Mama menatap papa dengan heran. Ia melihat raut sendu dari wajah suaminya. “Iya, papa ga usah khawatirin anak – anak, mama selalu minta orang rumah ngejagain Moi juga”

“Itu ga cukup ma...”

“Pa...”mama memotong pembicaraan papa. “kita fokus sehat dulu yah, nama papa udah di daftarin di daftar tunggu transplantasi lever, di Indonesia juga udah ada nama papa, papa jangan mikir berat – berat”

Papa hanya bisa menuruti apa kata mama. Hatinya kalut tidak karuan tapi ia tetap tidak bisa berbagi masalah yang baru saja diterimanya. Ia takut melihat isterinya sedih.

✳️✳️✳️

To be continue...

Klik vote nya yah...
Terimakasih udah mampir & membaca HOME

H.O.M.E Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang