Malam Terburuk

18 2 0
                                    

Boleh siapin tisu dulu sebelum baca..

☆☆☆

Sore datang dengan cepat dan berganti dengan malam. Edwin menunggu – nunggu malam tiba dengan cemas di kursi ruang makan. Propofol yang tadi ia beli kini dalam genggamannya. Ia menjadi ragu menggunakannya tapi ia sudah berjanji pada Demian. Ia merasa kali ini ia tidak akan termaafkan tapi ia juga sangat membenci Moira.  Ini akan jadi permainan terakhirnya karena setelah malam ini gadis itu akan hancur. Dan itulah yang membuatnya sedikit ragu.

Edwin tersenyum sinis pada dirinya sendiri. “Sejak kapan lo ngasihanin bocah itu Ed?!” desisnya dan membuka genggamannya. Ia membuka tutup propofol itu dan menuangkan beberapa tetes isinya ke dalams egelas air putih yang berada di depannya dengan hati – hati.

Ia beranjak menuju tangga dengan mengantongi sisa propofolnya. Ia tahu moira dari tadi hanya mengurung diri di kaamar tidak ebrani keluar karena ia berada di rumah.

Tok Tokk

Hal yang jarang terjadi. Ia mengetuk pintu kamra Moira. bukan menggedor.

Tok Tok Tok

“Kamu ga mau makan?”

Moira bukan tidak mendengarnya. Rasanya sangat aneh ketika Edwin menjadi sok baik.

“Keluar!” Edwin merayu  adiknya dengan sok lembut. “Kamu ga usah takut,aku cuma ga mau makan sendirian”

Moira memang lemah dengan rayuan. ia mudah percaya dan selalu ebrharap semua akan baik – baik saja. ia akhirnya membuka pintu kamarnya.

Edwin tersenyum melihat knop pintu bergerak dan adiknya akhirnya keluar.

“Kak Ed tiba – tiba aneh” protesnya pelan dan takut jika Edwin marah.

“Kan udah ku bilang aku mau damai ama kamu, tapi jangan kegeeran juga, aku gini karena permintaan papa!”

Moira percaya saja ucapan  Edwin dan mengikuti abangnya untuk turun ke ruang makan.

Meja makan sudah siap dengan hidangan makan malam mereka. Moira masih merasa curiga tapi ia tetap duduk di seberang Edwin. Ia melihat ke sekitar, ia berharap Bi Jani ada disana untuk mengawasinya.

“Kenapa? Kamu masih was – was?” Edwin bisa menebak gelagat Moira.

Moira melirik kepada abangnya meski terlihat berusaha baik tapi masih ketus. Ia menyendok makan malamnya dengan pelan sambil berdoa semoga Alpha cepat pulang.

Edwin terus mengawasi adik bungsunya yang saat itu mengenakan setelan piyama  panjang dengan celana pendek nerwarna merah muda sambil ikut menyantap makan malam mereka. Ia menyaksikan Moira meminum air putih yang sudah dituanginya propofol.
“Makanlah yang banyak, kamu kan masih dalam masa pertumbuhan!” serunya sok perhatian.

Moira meminum air itu lagi sampai habis karena merasa tidak nyaman dengan perhatian yang sangat terlihat dipaksakan itu.

Makanan di piring Moira belum habis ketika efek propofol bekerja. Gadis itu merasa pusing. Seluruh badannya terasa lemas dan sangat sulit untuk di perintah otaknya agar bergerak. Bahkan untuk mengangkat sendoknya saja ia kesulitan.

“Ka Ed...Moi...” ia ingin minta tolong pada Edwin, tapi ia melihat pria di depannya itu hanya tersenyum melihat ketidakberdayaannya. Ia tidak mampu berpikir apa yang terjadi padanya saat ini. Kepalanya terantuk ke meja dan ia tidak sanggup untuk bangun. Tubuhnya tidak mengikuti perintah otaknya untuk bergerak.

Melihat Moira tampak tidak sadar Edwin segera menelepon Demian dengan ponselnya.

“Elo dimana?”

“Gue mau nyampe!”

H.O.M.E Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang