"Lihat Moi baru dapat penghargaan!!" Moira bersorak riang di depan kedua orang tuanya yang sedang bersantai di sore itu. Mereka berdua menikmati teh hangat di tengah - tengah ruang keluarga.
Tuan Raffa, sang ayah membaca sebuah sertifikat tanda penghargaan yang di pegang Moira. Puterinya mendapat predikat siswi teladan tahun ini di sekolah untuk angkatan kelas XII. "Selamat sayang, anak - anak papa emang selalu membanggakan"
Ibunya berdiri mencium keningnya dengan bangga. "itu bagus, koleksi mu sekarang sudah lengkap!!" ia mengucapkan selamat dengan sangat bahagia. "Nanti mama bikinkan bingkai cantik biar di pasang di samping penghargaan kamu tahun - tahun sebelumnya"
Moira begitu senang ia dapat membuat ayah ibunya bangga. Dan ia menoleh pada sosok yang tiba - tiba melewati ruangan itu. kakak tertuanya, Alpha. Lelaki itu baru saja selesai mandi setelah pulang bekerja. Dan ia tidak ikut bergabung dengan mereka, melewati kehangatan keluarga yang seharusnya juga ia rasakan. Ia tidak mau, itu hanya akan membuatnya ingat masa lalu. Membuatnya sakit. Alpha tetap diam seperti biasa. Ia selalu diam tak banyak bicara dan tersenyum.
Moira menatapnya berharap kakaknya juga memberinya selamat. Tapi ia tidak akan menang dari kakaknya, berkali - kali mencoba mencari perhatian dari kakak - kakaknya dengan prestasinya ia tetap akan menjadi hal yang di benci oleh mereka. Alpha hanya melihatnya sebentar dan kemudian berlalu tanpa menyapa orang tuanya.
"Tak apa sayang" sang mama menyemangati Moira seraya membelai rambutnya.
Raut wajah Moira berubah muram.
"Tolong maafkan sikap mereka" pinta papa pada Moira juga pada isterinya.
Dan mereka di kejutkan dengan kedatangan Edwin.
Edwin juga sama tidak sopannha, masuk tanpa menyapa dan tanpa memberi salam. Ia memboyong travel bag dan dua buah koper besar.
"Ed, kamu sudah pulang?" mama bertanya - tanya.
Edwin menatap ibu tirinya dengan sinis "Kalian ga suka aku balik?!"
"Bukan begitu, bukankah kamu pulang besok?"
"Baiklah aku bakal balik ke Amerika dan balik lagi lusa"
"Bukan begitu.." mama mengerti Edwin salah paham. "Kami kan bisa menjemputmu"
"Itu yang aku tidak suka!"
"Empat tahun dan kamu masih saja tidak berubah!" papa berseru marah. Ia kecewa, ia memang kangen dengan anaknya itu tapi ia kesal dengan sikap Edwin yang seenaknya. Mirip dengan sang ibu. Angkuh.
Moira berdiri di tempatnya dan hanya menyaksikan Edwin menggeret koper - kopernya sendiri ke lantai atas, ke kamarnya. Edwin terlihat lebih dewasa. Dan tetap tampan seperti dulu. Badannya lebih berisi. Pakaiannya begitu fashionable. Ia keren, menurut Moira. Beruntungnya kakaknya meski sikapnya dingin dan jahat kepadanya tapi memiliki penampilan yang oke, dan selalu membuat teman - temannya iri.
Namun dalam hati Moira sedikit berharap Edwin tidak pulang. Edwin yang selalu mengganggunya. Bahkan kadang memukulnya. Edwin sering menghina ibunya di depannya. Dan Alpha selalu menganggapnya tidak ada. Mereka tidak menganggapnya adik.
"Hei!!"
Moira tahu suara itu untuk memanggilnya. Ia menoleh keatas melihat Edwin berdiri di sisi pagar di atas tangga. Dan Edwin memberi isyarat Moira harus berhati - hati sekarang karena ia akan siap menyiksa Moira. Lagi.
Sesaat Moira takut. ia tidak pernah berani mengadu. Ia tidak akan memuat ibuya bersedih. Dan ayahnya murka.
☆☆☆
KAMU SEDANG MEMBACA
H.O.M.E
General FictionYang terlihat di luar hanyalah sebuah cerita yang indah. Rumah megah itu menyimpan cerita yang sebenarnya. Moira : "Mereka membenciku meski papa berkata aku adalah malaikat. Rumah ini, aku akan mengembalikannya seperti yang seharusnya. " Edwin : "Se...