“Moira!!!”Moira tersentak. Ia baru tersadar dari lamunannya karena Shana berbisik memanggil namanya sambil menyenggol kakinya. Moira baru sadar ia masih berada di dalam kelas. Dan bu Lilis melotot padanya.
“Kamu sudah memutuskan universitas mana yang kamu pilih Moira?” bu Lilis bertanya dengan sinis. ia tahu Moira pasti belum memikirkannya. Ia melihat ekspresi kosong yang ditampakan Moira dari tadi.
Moira terdiam. Ia bahkan masih tidak mengerti dengan situasi sekarang. Ia menatap di mejanya sbeuah jurnal kosong yang harus di isi.
Moira masih dalam kelinglungan bahkan hingga jam pulang sekolah. Shana Dan Pharel menjadi khawatir. Moira terbiasa tertawa dan tersenyum. Ia juga ceria tapi akhir – akhir ini Moira sedikit tertutup dan berbeda.
Pharel buru – burru membereskan isi tasnya dan mengenakan jaketnya sebelum pulang. Ia menghampiri shana dan Moira. Duduk dengan cara berbalik di kursi yang sudah ditinggalkan pemiliknya yang berada di depan Moira.
Pharel menjitak kepala Moira dengan pelan. shana tersentak dan langsung mnyikut Pharel. Bocah laki – laki itu kesal dengan tampang beego Moira akhir – akhir ini. ia tidak tahu membedakan ekspresi sedih dari Moira. Pagi ini mereka sudah di kagetkan dengan gaya rambut Moira yang berbeda. Pendek seperti dora. Padahal mereka tahu Moira sangat merawat dan meyayangi rambut panjangnya. Belum lagi plester kecil di pipi Moira.
“Kamu kenapa sih?!” pharel sangat penasaran. Ia juga seperti tidak sabaran.
Beda dengan Shana. Shana menunggu Moira berbagi cerita. Meski ia sedikit tersinggung karena Moira akhir – akhir ini tidak bercerita apa – apa.
Moira menggeleng. Ia tidak bisa menceritakan keadaan keluarganya. Ia belum siap.
“Moi.. aku tau kamu punya masalah.. jangan di pendam sendiri kalo berat” ujar Shana. “kami juga tau kamu ga mungkin potong rambut kalo ga terpaksa banget”
Pharel mengangguk pelan tanda setuju.
Shana melihat jam di layar handphone nya dan ia bergegas memanggul tas ranselnya yang berat. Ia tidak bisa berlama –lama. Ia punya hal yang harus di lakukan dan pergi lebih dulu. Ia menatap ke arah mata Pharel untuk mengisyaratkan ia harus pergi dan mempercayakan Moira pada Pharel. Shana menepuk pundak Moira. Lalu pergi meninggalkan kelas.“Kamu tau, Shana sedikit kesal. Aku juga kesal... rasanya hubungan kita bertiga semakin jauh. Aku ngerasa sendirian karena kalian berdua sibuk sendiri. Aku udah kaya orang bodoh” jelas Pharel pelan.
Tatapan Moira masih kosong. Ia sedikit tertekan. Ia tidak peka dengan pembicaraan Pharel. Ia bahkan tidak bertanya tentang Shana. Ia tidak menanyakan keadaan Pharel juga.
“Sebenarnya aku tau lehermu luka”
Moira kini bereaksi. Ia melihat kearah Pharel. Akhirnya. Dengan tatapan heran.
“Kenapa kamu nyembunyiin itu dari kami? Kamu ga biasanya tertutup. Apa masalahnya seserius itu? apa ini tentang keluargamu?”
Pertanyaan Pharel terlalu banyak tapi hampir semua benar. Moira menunduk. Ia masih tidak bisa menjawab.
“Sesulit itukah buat cerita?!!!” Pharel mulai kehabisan kesabaran. “kalo memang serius kita harus konsultasi sama guru.”.
Mungkin itu membantu. Hanya saja Moira tidak siap menceritakannya. Tentang keluarganya. Itu mungkin membuka cerita lama yang telah banyak di lupakan orang. Moira menggeleng cepat. Dan menarik napas panjang. Ia akan bercerita ketika ia siap. Ia menyapu meja dengan tangannya untuk mengumpulkan alat tulisnya yang masih bertebaran. Ia memasukkannya kedalam tas. Ia tidak mengatakan sepatah kata pun kepada Pharel yang berusaha untuk membantunya. Baginya Pharel tidak akan bisa membantunya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
H.O.M.E
General FictionYang terlihat di luar hanyalah sebuah cerita yang indah. Rumah megah itu menyimpan cerita yang sebenarnya. Moira : "Mereka membenciku meski papa berkata aku adalah malaikat. Rumah ini, aku akan mengembalikannya seperti yang seharusnya. " Edwin : "Se...