Empat

700 265 211
                                    

BAGIAN EMPAT

"Bunda, orang yang tadi pagi Bunda ajak bicara itu siapa?" tanya Kara sehabis turun keluar dari kamarnya dan langsung menemui Bundanya.

Devi yang kini sedang duduk sambil memegang sebuah majalah kesukaannya, menatap bingung ke arah putrinya. "Siapa?"

"Itu lho Bun, yang pagi tadi bawa mobil hitam. Kan Bunda tadi pagi ngomong sama dia kan? Siapa Bun? Tadi Kara nggak sempat liat mukanya."

Devi meletakkan majalahnya diatas meja. Ia kembali mengingat apa yang ia lakukan pagi hari tadi. "Oh, iya itu tadi anaknya temen Ayah kamu datang. Eh, tapi kok kamu tau? Perasaan tadi Bunda nggak ngeliat kamu deh."

"Tadi Kara nggak sengaja liat dari atas kamar Bun." Devi hanya ber-oh ria.

"Siapa sih, Bun?" tanya Kara yang jelas dari nada bicaranya begitu penasaran.

"Kenapa? Kok kamu pengen tau banget? Jangan-jangan ---"

"Udah siap Bund? Kita berangkat sekarang?" Suara baraton milik Aksa menghentikan percakapan keduanya.

Sontak keduanya pun beralih pada cowok paruh baya yang kini memakai stelan kemeja rapi. Walaupun hanya stelan kemeja yang terlihat sederhana.

Kara juga baru menyadari bahwa Bundanya juga ternyata telah rapi. Dari ujung rambut sampai bawah, ditata sangat rapi membuat Devi tampak terlihat cantik natural.

"Ayah sama Bunda mau kemana? Kok malem-malem gini pergi?" tanya Kara melihat Bunda dan Ayahnya bergantian.

"Bunda sama Ayah mau makan malam bareng teman kerja sekaligus sahabatnya Ayah. Kamu nggak papa kan dirumah?" tanya Devi. Tangannya mengelus lembut puncak kepala putrinya.

"Tapi Kara takut sendirian Bun. Ntar Ayah sama Bunda lama banget pulangnya."

"Nggak lama kok sayang. Cuma makan malam trus cuma ngebahas sesuatu doang kok. Lagian Bi Anum kan ada dirumah, jadi kalau ada apa-apa bilang sama Bibi aja, oke?" Devi tersenyum sedangkan Kara hanya menampilkan raut wajah kecewa.

"Iya Kara, Ayah sama Bunda nggak lama kok. Gini aja, nanti Ayah bawain kamu martabak deh. gimana, deal?" Arsen menatap putri bungsunya.

Awalnya Kara tampak ragu. Tapi dengan sejurus cara yang dilakukan Aksa, akhirnya ia pun mengangguk.

"Deal! Tapi, jangan pulang malem-malem ya Yah."

***

Kara berjalan santai menyusuri lorong sekolahnya. Tas ransel dipunggung menemani langkahnya menuju kelas. Tak sedikit murid yang melakukan hal sama seperti yang Kara lakukan. Intinya, pagi ini menjadi pagi yang santai untuk Kara.

"Good morning Kara lope lope!" Sapaan dari Katya menyambut kedatangan Kara dikelasnya.

"Good morning juga Katya bocil," balas Kara kemudian mendaratkan bokongnya ditempat duduknya.

Kebetulan Katya adalah teman sebangkunya, jadi ia bisa melihat ekspresi Katya yang sepertinya sedang bahagia. Tepatnya seperti sedang jatuh cinta.

"Shel, ada PR nggak?" tanya Kara.

Jika kalian kira Kara yang cukup pintar dikelasnya, yang selalu mendapat gelar juara dikelasnya dan selalu dicap sebagai murid kesayangan para guru yang mengajar dikelas nya tidak akan pernah lupa dengan tugasnya. Kalian salah!

Walaupun Kara selalu dipuji atas kepintaran dan kegigihan nya, tapi ia juga suka lupa dengan PR yang terkadang diberikan gurunya. Bahkan ia juga pernah hampir ketahuan tidak membuat tugas yang sangat berpengaruh pada nilai semester nya.

My SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang